| 148 Views
Utang Semakin Meningkat, Penjajahan Makin Kuat?

Oleh : Zahrah
Aktivis Dakwah Kampus
Utang Indonesia sepertinya tidak akan menurun, terbukti beberapa tahun belakang ini, utang Indonesia terus merangkak naik. Utang menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar negara, menjadi salah satu faktor penyebab utang Indonesia tidak menunjukkan angka penurun justru terus meroket. Sebab sumber pendapatan APBN sebagian besarnya dari utang dan juga pajak.
Dilansir dari CNN Indonesia (27/02/2024) menurut Kementerian Keuangan utang Indonesia menjadi Rp. Rp8.253,09 triliun per Januari 2024.
Jumlah utang ini naik menjadi sebanyak Rp. 108,4 triliun dibandingkan utang Indonesia pada Desember 2023. Utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) sebesar 88,19 persen atau Rp. 7.278,03 triliun yang rinciannya terbagi menjadi dua, SBN domestik sebesar Rp. 5.873,38 triliuan dan SBN Valas atau mata uang asing sebesar Rp. 1.404,65 triliun. Lalu sisanya masuk dalam pinjaman sebesar 11,81 persen atau sebesar 975,06 triliun yang terbagi lagi menjadi dua yaitu pinjaman dalam negeri sebesar Rp36,23 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp938,83 triliun.
Meskipun utang Indonesia menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan sebelumnya, pemerintah mengatakan utang Indonesia masih dalam batas aman karena rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih dibawah 60 persen yakni sebesar 38,75 persen. Bahkan rasio ini dianggap lebih baik dari rasio PDB yang telah ditetapkan negara melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 sebesar 40 persen.
Berbeda dengan pemerintah, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berpendapat semestinya pemerintah tidak terjebak dengan rasio utang di bawah 60 persen. Likuiditas domestik makin tergerus karena tersedot utang. Tentu saja, keadaan demikian bukan sesuatu yang baik-baik saja.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh ekonom Bright Institute Awalil Rizky, bahwa batas atas 60 persen dalam UU tentang Keuangan Negara mestinya tidak ditafsirkan sebagai batas aman kondisi utang, melainkan yang tidak boleh dilampaui. Indikator risiko utang pemerintah, kata dia, bukan hanya utang terhadap PDB. Tapi di antaranya adalah rasio utang, rasio pembayaran bunga utang, dan rasio pembayaran beban utang atas pendapatan negara.
Meskipun banyak ahli telah mengingatkan bahaya jerat utang yang bisa menjerat negeri ini, seperti yang menimpa Zimbabwe dan Sri Lanka, tidak menjadikan pemerintah mau berbenah dan menghentikan sikap agresifnya dalam berutang. Pemerintah justru berkilah bahwa utang Indonesia masih dalam batas aman. Jauh dari batas atas utang negara yang telah ditetapkan oleh IMF yakni sebesar 60 persen.
Utang dalam sistem pemerintahan sekuler kapitalis merupakan suatu keniscayaan. Sebab sumber pendapatan terbesar negara adalah dari utang. Karena rata-rata negara di dunia hari ini menggunakan utang sebagai sumber pemasukan negaranya. Mulai dari negara berkembang hingga negara maju, negara yang katanya negeri islam juga menggunakan utang yang berbasis ribawi sebagai pendapatan mereka, contohnya saja seperti Saudi, UAE, Qatar, Tunisia, Maroko, Pakistan, Afganistan, Kazakhstan.
Berutang yang dilakukan negara-negara di dunia termasuk Indonesia merupakan sesuatu yang wajar dilakukan oleh negara sebab utang merupakan bagian dari konsep pembangunan ekonomi kapitalis sekuler yang diemban oleh negera-negara didunia termasuk Indonesia. Sebab utang dianggap sebagai sumber pendapatan negara. Bahkan dijadikan sebagai instrumen penting dalam pembangunan infrastruktur negara.
Padahal jika ditelisik, utang merupakan bagian dari strategi penjajahan ala kapitalis Barat untuk menguasai negeri-negeri berkembang termasuk negeri yang mayoritas penduduknya islam yang lemah secara ekonomi dan politik. Bahkan karena utang kedaulatan negara bisa tergadaikan bahkan terjual. Salah satu dampak kecilnya adalah tertumbalkannya aset negara sebagaimana yang dialami oleh Zimbabwe dan Sri Lanka yang harus menyerahkan aset negara kepada Tiongkok karena gagal bayar utang.
Karena utang juga kebijakan-kebijakan pemerintah bisa dikendalikan oleh negara pemberi utang. Contohnya saja UU Minerba dan UU Ciptaker yang secara jelas banyak menguntungkan para kapitalis baik asing maupun aseng mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan sangat mudah. Sebab dalam sistem ekonomi kapitalis sekuler tidak ada makan siang gratis, pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh negara penerima utang. Pada akhirnya utang menjadikan penjajahan atas negeri ini semakin kuat. Lebih dari itu, utang yang diberikan jelas merupakan utang ribawi, haram hukumnya dalam islam.
Oleh karena itu, untuk terlepas dari jerat utang perlu perubahan paradigma dan cara pandang umat terhadap sistem kehidupan hari ini. Umat harus menyadari betul bahwa utang berbasis ribawi itu haram, dan sangat berbahaya bagi negara. Utang merupakan jebakan yang sengaja disimpan dan dilanggengkan untuk memudahkan negara kapitalis menjajah negeri ini.
Islam adalah agama yang sempurna, mempunyai mekanisme yang jelas dalam mengelola negara. Islam memiliki sistem ekonomi yang bebas dari riba dan juga sistem politik bebas intervensi, semuanya dijalankan berdasarkan syari'at islam.
Dalam islam sumber utama pendapatan negara bukan dari utang dan pajak. Tapi dari pengelolaan sumber daya alam yang ada secara maksimal oleh negara dan hasilnya semua didistribusikan untuk rakyat. Misal dengan membangun berbagai infrastruktur-infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat mulai dari pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi dan lain sebagainya secara murah bahkan gratis.
Negara dalam islam tidak akan membiarkan negara kafir penjajah mengintervensi kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh negara dan tidak akan membiarkan asing dan aseng untuk mengeruk SDA yang ada. Kekayaan SDA tersebut akan dikelolah secara mandiri oleh negara. Dengan demikian negara tidak perlu berutang dan menarik pajak pada rakyat dalam mengisi kas negara. Kalaupun terjadi krisis, kas baitul mal kosong negara akan menarik pajak pada rakyat tetapi kebijakan itu diberlakukan kepada orang kaya saja. Jika negara sudah terlepas dari krisis dan kas negara kembali terisi tentu pajak tidak akan dilakukan. Jika negara terpaksa harus berutang negara tidak akan menerima utang berbasis ribawi dan juga utang yang dapat mengancam kestabilan negara. Sehingga negara bisa tetap terbebas dari intervensi.
Semua itu hanya akan terwujud jika sistem islam diterapkan secara kaffah oleh negara yakni khilafah. Untuk itulah, jika ingin terbebas dari utang, umat harus berpaling dari sistem sekuler ke sistem Islam. Dan berusahan untuk menegakman daulah islam dengan jalan dakwah. Umat perlu bergabung dalam jama'ah dakwah yang menyerukan persatuan umat dan oengekkan khilafah hingga khilafah tegak ditengah-tengah umat.
Wallahu a'lam bi showwab.