| 164 Views
UKT Mahal Generasi Gagal Pintar

Oleh : Tyas Ummu Amira
Pemerhati Generasi
Gemuruh ribuan mahasiswa menyuarakan aspirasinya di berbagai perguruan tinggi negeri. Mereka geram dengan berbagai celoteh dan kebijakan petinggi negeri yang semakin hari kian tampak menyusahkan rakyatnya. Tak sedikit calon mahasiswa baru (Camaba) harus mundur lantaran tak sanggup membayar UKT.
Dikutip dari Kompas.com, sekitar 50 orang calon mahasiswa baru (Camaba) Universitas Riau (Unri) yang lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) memutuskan mundur dari Universitas Riau karena merasa tidak sanggup untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT). Hal itu diungkapkan Presiden Mahasiswa Unri, Muhammad Ravi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bersama Komisi X DPR. (16/5/2024)
Setelah riuh polemik UKT mahal, tak lama kemudian terbitlah ungkapan Kemendikbud-Ristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini dan akan me-reevaluasi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN. Hal itu disampaikan oleh Nadiem Makarim usai dipanggil Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan di Jakarta pada, Senin, 27 Mei 2024. (Kompas.com)
Hal ini menjadi citra buruk bagi pemegang kebijakan yang seakan memang tidak serius dalam menyejahterahkan rakyatnya. Sehingga bisa kita baca bersama bahwa kebijakan-kebijakan yang diluncurkan tak lepas dari intervensi pihak yang berkepengtingan. Untuk meredam gejolak masyarakat, dibatalkanlah kenaikan UKT tahun ini. Akan tetapi, tidak mustahil akan tetap diberlakukan mulai tahun depan. Hal ini wajar saja terjadi, karena negeri ini masih memakai asas kapitalisme menjadi tiang dalam membangun kehidupan, sehingga wajar saja jika kebijakan beroretasi pada materi semata.
Spirit pendidikan berpacu dengan dunia bisnis yang berkutat pada konsep untung rugi. Tak bisa dimungkiri bahwa pendidikan sekarang sebagai ajang bisnis. Tak heran jika ada ungkapan bahwa kuliah adalah kebutuhan tersier. Hal ini sangat kental sekali dengan paradigma Kapitalisme. Hasilnya, rakyat yang sudah terbebani berbagai kesulitan hidup kian terjerembap. Niat untuk mengubah taraf kehidupan dengan meningkatkan pendidikan pun pupus. Cita-cita anak bangsa pun harus terpenjara oleh mahalnya biaya pendidikan.
Jika melihat data bahwa tingkat kecerdasan dari Situs worldtop20.org pada 2023 ini kembali merilis peringkat pendidikan dunia. Ada 20 negara yang masuk dalam peringkat pendidikan terbaik 2023 dan Indonesia tidak masuk di dalamnya. Indonesia berada pada peringkat 67 dari 203 negara.
Tingkat Intelligence Quotient (IQ) masyarakat Indonesia juga dinilai rendah. Berdasasarkan laporan World Population Review dengan judul Average IQ by Country 2022, Indonesia ditempatkan pada peringkat 10 dari 11 negara di Asia Tenggara. Di tingkat global, Indonesia menduduki peringkat 130 dari 199 negara.
Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa negara tidak bisa memenuhi tugasnya sebagai pengayom masyarakat. Teori good governance berhasil membelokkan peran negara dari pengurus urusan umat menjadi fasilitator semata.
Sejatinya, pendidikan adalah kebutuhan dasar masyarakat dan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Islam mempunyai konsep yang jelas tentang ini. Pertama, Islam mewajibkan pemimpin Islam menerapkan sistem Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan. Sistem ini diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) dan dipimpin oleh seorang khalifah.
Kedua, khalifah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang di dalamnya ada pengelolaan keuangan. Khilafah menyerahkan pengelolaan keuangan pada baitulmal. Khilafah akan mendapatkan kas negara dari jizyah, fai, kharaj, ganimah, hingga pengelolaan SDA. Kas itulah yang nanti akan dipakai untuk membiayai pendidikan.
Ketiga, Menyediakan layanan fasilitas publik yang murah bahkan gratis untuk mobilisasi masyarakat. Misal dalam ranah traportasi, jaringan telekomunikasi dan lain-lain untuk menunjang kegiatan pendidikan.
Keempat, negara akan menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam sehingga akan membentuk generasi yang berkepribadian Islam, yaitu berpola pikir dan pola sikap Islam. Ketika lulus, keinginan mereka adalah mengabdikan ilmu dan menjadi orang yang bermanfaat di masyarakat, bukan sekadar lulus untuk kerja mengejar uang.
Kelima, negara akan membuka berbagai lapangan kerja sebanyak-banyaknya agar para lulusan tidak menjadi pengangguran. Serta, memberikan modal bagi yang ingin berwirausaha terlebih para lelaki yang nantinya akan menjadi kepala rumah tangga.
Dengan penerapan yang menyeluruh ini, Khilafah akan mengantar pendidikan ke arah yang benar, yaitu membentuk generasi unggul dan emas yang sesungguhnya untuk menciptakan peradaban yang gemilang dan menjadi agen of chage. Wallahualam bishowab