| 15 Views
Paradoks Persatuan Umat Dalam Ibadah Haji Ditengah Perpecahan

Oleh : Anne
Muslimah Peduli Umat, Ciparay Kab. Bandung
Setiap tahun jutaan muslim berkumpul di tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Seperti yang dilansir media tahun ini pemerintah Arab Saudi menetapkan Idul Adha jatuh pada Jumat (6/6), sedangkan Hari Arafah (Wukuf di Arafah) sebagai rangkaian puncak musim haji, dilaksanakan pada 5 Juni 2025 yang akan diikuti sebanyak 1,83 juta umat muslim dari berbagai penjuru dunia termasuk dari Indonesia yang tahun ini memiliki kuota sebanyak 241.000 jamaah. (www.foto.bisnis.com)
Ibadah Haji, merupakan simbol agung ketaatan total kepada Allah SWT, sekaligus simbol persatuan umat Islam yang dibangun atas dasar aqidah Islam yang kokoh dan universal. Menyatukan kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia tanpa memandang perbedaan ras, bahasa, status sosial, dan sekat bangsa. Hal ini pula, menandakan ibadah haji mampu menghapus segala batas-batas duniawi yang semu dan sementara.
Pun, persatuan umat Islam laksana terwujud di tanah suci saat berhaji. Dengan melihat persatuan umat Islam yang dinampakkan saat ibadah haji, maka sungguh memiliki potensi luar biasa untuk menjadi kekuatan global yang disegani, apalagi saat ini umat Islam hampir berjumlah 2 miliyar. Oleh karenanya, ibadah haji seharusnya bisa menjadi titik tolak untuk membangun persatuan ideologis umat Islam secara global.
Persatuan ideologis, sangatlah penting untuk menghadapi tantangan global saat ini, yakni penjajahan Barat atas Dunia Islam dalam segala bentuk dan bidang. Salah satunya, seperti pendudukan Palestina oleh entitas Yahudi yang telah berlangsung selama puluhan tahun hingga kini. Dunia islam hanya diam, begitupun pemerintah Saudi yang mengklaim sebagai Pelayan Dua Kota Suci tidak bersuara. Bahkan, terus bermitra dengan AS, pendukung utama penjajahan Zionis. Setiap hari tidak ada strategi, tidak ada kekuatan, tidak ada perlindungan nyata.
Alhasil, persatuan atas dasar aqidah islam adalah fondasi utama dalam membangun peradaban yang adil dan bermartabat.
Sebab, hakikatnya persatuan umat islam secara global saat ini, belumlah terwujud. Momen persatuan yang tampak begitu indah saat Iedul Adha dengan serangkaian aktivitas ibadah di tanah suci, seringkali hanya bersifat sementara. Setelah ibadah haji berlalu, umat kembali mengalami perpecahan. Tentunya hal ini, dikarenakan umat belum terlepas dari sistem kufur sekuler, yang menyatakan bahwasanya agama hanya sebatas ritual semata, bukan sebuah ideologis bagi kehidupan.
Persatuan ideologis, hanya dapat terwujud jika umat islam bersatu, melepaskan diri dari belenggu perpecahan yang disebabkan sekat nasionalisme, fanatisme golongan yang sempit serta kepentingan duniawi lain yang memecah belah.
Oleh karena itu sudah saatnya umat Islam menjadikan ibadah haji sebagai momentum untuk membangun persatuan hakiki di antara mereka. Persatuan hakiki ini tentu tak akan terjadi sampai umat Islam memiliki institusi pemerintahan global yang menyatukan mereka. Itulah Khilafah 'alâ Minhâj an-Nubuwwah, sebagaimana yang telah disiyaratkan oleh Baginda Rasulullah saw.
Dengan spirit meneladani cinta, ketaatan, dan totalitas pengorbanan Khalilullah Ibrahim Alaihis Salam dan Baginda Rasulullah, mari kita songsong masa depan cerah peradaban umat manusia di bawah naungan Islam.
Sudah waktunya kita hidupkan makna sejatinya dari ibadah haji. Sudah saatnya kita sadar, bahwasanya persatuan sejati tidak lahir dari seminar atau momen emosional tahunan. Ia hanya lahir dari institusi yang menyatukan umat secara ideologis dan politis. Khilafah ala Minhaj an-Nubuwwah adalah jawaban yang pernah terbukti oleh sejarah.
Wallahu a'lam bish shawwab.