| 69 Views
Tes Kehamilan: Solusi Mencegah Pergaulan Bebas?

Oleh: Welly Okta M
Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan video yang memperlihatkan para siswa di salah satu sekolah di Cianjur menjalani tes kehamilan. Sarman, Kepala SMA Sulthan Baruna, mengonfirmasi bahwa tes urine yang dilakukan para siswi tersebut memang merupakan tes kehamilan.
Tes ini diterapkan setelah adanya kasus siswi yang diketahui hamil. Menurut Sarman, program ini bukanlah hal baru, melainkan telah berjalan selama dua tahun terakhir sebagai bentuk antisipasi terhadap pergaulan bebas di kalangan siswa. "Kasusnya terjadi sekitar tiga tahun lalu, ketika seorang siswi diketahui hamil. Hal ini menjadi perhatian serius, sehingga kami mengambil langkah antisipatif dengan mewajibkan tes kehamilan menggunakan test pack bagi para siswi," ujar Sarman saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu, 22 Januari 2025 (Tempo.co, Jakarta).
Kebijakan ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Bupati Cianjur mengapresiasi langkah tersebut dan berharap sekolah lain menerapkan aturan serupa. Namun, Dinas Kesehatan Cianjur justru tidak mendukung kebijakan ini.
Pergaulan bebas dan perilaku amoral memang semakin marak di Indonesia. Berbagai kasus asusila terjadi di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari remaja hingga orang dewasa. Sepanjang tahun lalu, di Sleman tercatat 98 permohonan dispensasi nikah, mayoritas akibat kehamilan di luar nikah (regional.kompas.com, 10/01/2025). Di sisi lain, pesta seks swinger terungkap di Jakarta dan Bali, di mana para pelaku mempromosikan pertukaran pasangan sebagai bagian dari gaya hidup (megapolitan.kompas.com,10/01/2025). Tidak hanya itu, tindak asusila juga terjadi di lingkungan pendidikan, seperti kasus guru agama yang membujuk siswanya untuk melakukan perbuatan tak senonoh selama bertahun-tahun (radarsolo.jawapos.com, 09/01/2025).
Namun, benarkah tes kehamilan dapat menjadi solusi dalam mencegah pergaulan bebas? Pada kenyataannya, kebijakan ini menunjukkan pola pikir yang keliru dalam menangani persoalan moral remaja. Tes kehamilan bukanlah solusi utama karena tidak semua pelaku seks bebas mengalami kehamilan. Selain itu, kebijakan ini hanya menyasar remaja perempuan, sementara remaja laki-laki yang juga berisiko terjerumus dalam pergaulan bebas luput dari perhatian.
Upaya pencegahan semestinya lebih difokuskan pada pendidikan moral dan agama agar remaja memiliki pemahaman yang kuat mengenai batasan dalam pergaulan. Sekolah seharusnya memberikan penyuluhan tentang etika bergaul serta memperkuat pendidikan agama. Namun, pencegahan dari sekolah saja tidak cukup, mengingat banyak faktor eksternal yang turut berpengaruh, seperti lingkungan keluarga, masyarakat, media, hingga kebijakan negara.
Sayangnya, negara yang seharusnya menjadi pelindung moral justru ikut andil dalam merusak nilai-nilai tersebut melalui kebijakan yang mendukung liberalisasi. Masyarakat pun semakin permisif terhadap pergaulan bebas, bahkan perilaku amoral kerap dianggap sebagai bagian dari kebebasan pribadi. Media juga dibiarkan bebas tanpa filter yang ketat. Anak-anak dengan mudah mengakses berbagai konten di dunia maya, sementara industri hiburan semakin vulgar dengan adegan-adegan yang mengumbar aurat tanpa sensor. Media massa turut berperan besar dalam normalisasi gaya hidup bebas, sehingga nilai-nilai agama dan moral semakin terpinggirkan.
Dalam Islam, pergaulan antara laki-laki dan perempuan memiliki batasan yang jelas. Allah SWT dengan tegas melarang perbuatan zina, sebagaimana firman-Nya:
"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk." (TQS Al-Isra: 32).
Islam mengatur agar laki-laki dan perempuan tidak bercampur kecuali dalam urusan yang dibenarkan syariat, seperti haji dan jual beli. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur karya Al-‘Allamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah:
"Hukum asalnya, laki-laki terpisah dari perempuan, dan mereka tidak berinteraksi kecuali untuk keperluan yang diakui oleh syariat dan menjadi konsekuensi logis dari interaksi itu sendiri."
Selain aturan pergaulan, Islam juga memiliki sistem pendidikan berbasis akidah yang mampu membentuk generasi berkualitas. Kurikulum yang berlandaskan nilai-nilai Islam akan menjaga para remaja dari pengaruh buruk pergaulan bebas.
Pada akhirnya, akar dari kerusakan moral yang kita saksikan saat ini adalah sekularisme. Liberalisasi pergaulan hanyalah satu dari sekian banyak dampak buruk akibat jauhnya manusia dari tuntunan agama. Islam menawarkan solusi yang menyeluruh, mulai dari sistem pendidikan, penegakan hukum, hingga pengaturan media. Dengan penerapan Islam secara kaffah, moral masyarakat dapat kembali terjaga dan generasi emas yang diimpikan dapat terwujud.
Wallahu a’lam.