| 259 Views
Stunting: Kemiskinan ‘Kronis’ Produk Kapitalisme dan Solusinya dalam Perspektif Islam

Oleh : Hasriyani Ummu Rifa, S.Tr.Gz.
Praktisi Kesehatan
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama dalam seribu hari pertama kehidupan. Kondisi ini ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih rendah dibandingkan dengan anak seusianya.
Stunting tidak hanya
berdampak pada fisik anak, tetapi juga mempengaruhi perkembangan kognitif dan kesehatannya di masa depan. Indonesia menghadapi masalah stunting yang cukup serius. Faktor-faktor penyebab stunting di antaranya adalah kekurangan asupan gizi, infeksi berulang, dan pola asuh yang kurang baik. Kemiskinan pun merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan stunting pada balita. Di Indonesia, tingkat kemiskinan pada tahun 2022 sebesar 9.54 persen. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia mencapai angka yang mengkhawatirkan.
Menko PMK Muhadjir Effendy menerangkan, permasalahan kemiskinan ektrem dan stunting beririsan. Penyebab stunting dilatarbelakangi oleh fenomena kemiskinan ekstrem seperti kendala dalam mengakses kebutuhan dasar, akses air bersih, fasilitas sanitasi dan lainnya. Menurutnya, 60 persen beririsan dengan keluarga miskin ekstrem. Sehingga, untuk menyelesaikan masalah kemiskinan ekstrem dan stunting harus dikeroyok bersamaan. Dia memaparkan, pemerintah melakukan upaya serius dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif. (Kemenko PMK, 21/01/2023).
Intervensi gizi spesifik, yaitu peningkatan gizi dan kesehatan, dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Sementara itu, intervensi gizi sensitif, yakni intervensi pendukung untuk mempercepat penurunan stunting, seperti penyediaan air bersih, MCK, dan fasilitas sanitasi, dilakukan oleh Kementerian PUPR dan lainnya. Meski demikian, sedari awal kemerdekaannya hingga saat ini, masyarakat Indonesia selalu di bawah garis kemiskinan. Meski data yang dipaparkan pemerintah tentang stunting menurun, tapi faktanya stunting tetaplah terjadi pada setiap angka kelahiran. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan, tetapi nihil dari keberhasilan. Lalu apa yang sebenarnya menjadi penyebab utama? Mampukah persoalan kemiskinan dan stunting di negeri ini terselesaikan? Lalu, bagaimana solusi tuntas stunting menurut Islam?
Definisi dan Ciri-ciri Stunting
Stunting didefinisikan sebagai kondisi ketika tinggi badan anak lebih dari dua standar deviasi di bawah median standar pertumbuhan anak WHO. Ciri-ciri anak yang mengalami stunting meliputi, tinggi badan yang lebih pendek dari anak seusianya, pertumbuhan yang lambat, dan keterlambatan perkembangan motorik dan kognitif.
Adapun penyebab stunting meliputi beberaoa hal.
Pertama, asupan gizi yang tidak memadai, seperti kekurangan asupan protein, energi, dan mikronutrien penting seperti vitamin dan mineral.
Kedua, iInfeksi Berulang. Infeksi seperti diare dan pneumonia dapat mengganggu penyerapan nutrisi. Ketiga, pola asuh yang tidak tepat, bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu tentang nutrisi dan kesehatan anak.
Keempat, faktor sosioekonomi, seperti kemiskinan dan akses terbatas ke layanan kesehatan dan sanitasi.
Rendahnya status sosial ekonomi keluarga yakni kemiskinan dan kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik, secara tidak langsung dapat mengakibatkan risiko stunting. Sementara, kemiskinan yang memicu stunting dan terbentuknya keluarga tidak sejahtera bukan disebabkan karena kurangnya edukasi. Tetapi, karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini.
Harus diakui, kemiskinan telah menjadi problem sistemik yang tidak mungkin diselesaikan dengan cara individual. Apalagi dalam fakta kehidupan kapitalisme sekuler di tengah masyarakat saat ini. Banyak program yang dicanangkan untuk mengurai persoalan bangsa, namun seolah sekedar formalitas tanpa menyentuh akar persoalan. Alih-alih menyelesaikan stunting dan kemiskinan, kewajiban ini membuat pasangan baru sulit mendapatkan surat nikah.
Hal ini sejatinya menggambarkan lepas tangannya penguasa mengurus urusan rakyatnya, termasuk menjamin kesejahteraan dan kesehatan rakyatnya. Ya, inilah watak penguasa dalam sistem kapitalisme. Hanya mengambil peran sebagai regulator dan menyerahkan seluruh pemenuhan kebutuhan rakyat kepada pihak swasta/korporasi. Kalaupun mengambil bagian, negara selalu berhitung untung-rugi. Dengan kata lain, pengurusan rakyat senantiasa dibangun atas landasan bisnis.
Di sisi lain, negara menggelar karpet merah bagi para korporasi mengambil untung sebanyak-banyaknya dari penguasaan hajat hidup rakyat. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme membiarkan negara menyerahkan pengelolaan kekayaan sumber daya alam milik rakyat, melakukan komersialisasi pada aspek kesehatan, pendidikan, dan berbagai layanan lainnya. Hingga menguasai rantai distribusi kebutuhan sandang, pangan, dan papan masyarakat. Padahal, seluruh regulasi ini hanya menjerumuskan rakyat ke jurang kemiskinan.
Solusi Stunting dalam Kebijakan Politik Islam
Satu-satunya solusi yang mampu menyelesaikan masalah kemiskinan dan stunting adalah penerapan sistem Islam kaffah di bawah institusi Khilafah Islamiah. Islam
memiliki aturan menyeluruh dan sempurna. Sehingga, manusia bisa merasakan hidup sejahtera, aman, tentram, dan jauh dari ancaman yang membahayakan kehidupan, seperti halnya stunting. Semua ini akan dirasakan masyarakat perempuan maupun laki-laki, anak-anak maupun orang dewasa, rakyat yang belum menikah maupun sudah menikah.
Islam menetapkan penguasa dalam sistem Khilafah berjalan di atas syariat Islam, sehingga setiap kebijkan yang diterapkannya tidak keluar dari syariat. Artinya, sistem ekonomi kapitalisme dan sistem-sistem lain yang tegak di atas sekularisme akan dicampakkan. Sebab, semuanya berasal dari ideologi yang bertentangan dengan Islam. Syariat Islam memerintahkan penguasa sebagai khadimatul ummah (pelayan ummat). Rasulullah saw. bersabda,
الْإمَامُ رَاعٍ وَمَسئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Seorang imam adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari).
Salah satu penyebab ketidaklayakan pemenuhan gizi adalah kemampuan ekonomi keluarga dalam menyediakan gizi yang baik untuk anak-anak. Ketidakmampuan ekonomi keluarga ini pasti dipicu oleh kemiskinan. Adapun kemiskinan yang terjadi saat ini adalah persoalan sistemik dan tidak akan pernah dapat diselesaikan oleh sistem hari ini. Karena kemiskinan ini merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang membuat para kapital legal menguasai kekayaan alam (SDA) yang notabennya merupakan harta kepemilikan umum (rakyat).
Akibat kebijakan serampangan tersebut, hasil yang melimpah masuk ke dalam kantong-kantong korporat, sehingga negara tidak memiliki dana untuk mengurus rakyatnya. Justru, yang ada penguasa kapitalisme memalak rakyat dengan pajak. Rakyat pun menjadi susah mencari pekerjaan, akibat penguasa kapitalisme hanya menjadi regulator para kapital. Tugas mereka hanya memastikan setiap regulasi memberi keuntungan kepada para kapital. Akibatnya, kemiskinan sistemik pun terus terjadi.
Demikian halnya dengan layanan publik, semuanya dikomersialisasi. Kesehatan, pendidikan, dan keamanan, diperjualbelikan kepada rakyat, diman mereka harus membayar ketika ingin menikmati layanan ini. Begitu juga dengan kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan yang seharusnya murah dan terjangkau bagi masyarakat, justru dimonopoli oleh swasta. Sehingga, hanya mereka yang memiliki kelebihan harta yang mampu membelinya, sedangkan yang miskin hanya bisa menahan bahkan bermimpi untuk bisa tercukupi. Inilah akar masalah kemiskinan dan stunting. Dua hal tersebut merupakan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis yang lahir dari lemahnya akal manusia.
Jika telah jelas ekonomi kapitalisme mustahil menyelesaikan permasalahan stunting, tentu solusinya tidak bisa sekadar pada tataran teknis program pemerintah. Karena apapun programnya, jika kerangkanya masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme, bukan rakyat yang menjadi orientasi kebijakan, melainkan profit pengusaha dan penguasa. Jadilah, masalah kemiskinan ekstrem dan stunting tidak dapat terselesaikan, bahlan terus mwningkat.
Walhasil, perlu adanya sistem ekonomi alternatif untuk menyelesaikan problem kemiskinan dan stunting ini. Dan tentu sistem ekonomi Islamlah yang akan mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Penguasa dalam sistem Islam yakni Khilafah akan berjalan di atas syariat Islam sehingga setiap kebijakan tidak akan keluar dari syariat. Sedangkan syariat memerintahkan penguasa adalah pelayan umat.
Menyelesaikan kasus kemiskinan dan stunting akan begitu mudah oleh Khilafah karena negara menerapkan politik ekonomi Islam. Mekanismenya diawali dari negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan dan nutrisi mereka.
Pertama, Khilafah akan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas sehingga tidak ada satu laki-laki pun yang tidak mendapatkan pekerjaan. Dengan bekerja, setiap laki-laki yang memiliki tanggung jawab nafkah mampu memenuhi kebutuhan pokok, berupa sandang, pangan, dan papan keluarganya. Konsep ini akan menutup celah stunting dari sisi keluarga karena anak-anak tercukupi gizinya.
Kedua, negara akan fokus meningkatkan produksi pertanian dan pangan, berikut segala riset dan jaminan kelancaran seluruh proses pengadaannya. Khilafah juga akan
mendata ketersediaan dan distribusi pangan agar tepat sasaran. Jikalau memang tidak tercukupi, Khilafah bisa meminta bantuan wilayah lain atau impor untuk sementara waktu.
Ketiga, Khilafah akan menutup celah monopoli pasar oleh para spekulan sehingga harga barang di pasaran akan mengikuti mekanisme pasar. Supply dan demand barang dikontrol oleh negara. Konsep ini akan membuat masyarakat bisa menjangkau kebutuhan pokok dan gizi keluarga mereka.
Keempat, Khilafah akan melarang privatisasi SDA oleh para kapital. Dalam Islam, kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum yang haram untuk dikuasai oleh sebagian orang. Karenanya, Islam mengatur pengelolaan kekayaan ini ada di tangan penguasa yang hasilnya diberikan kepada masyarakat. Salah satu hasil pengelolaan SDA yang dinikmati rakyat adalah jaminan kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan mereka dapatkan secara gratis. Sebab, Khilafah membiayai kebutuhan dasar publik menggunakan dana hasil pengelolaan SDA yang masuk ke dalam pos kepemilikan umum Baitul Mal.
Dengan demikian, setiap anak-anak akan mendapatkan jaminan dan layanan kesehatan berkualitas dan gratis. Pun, kesehatan dan kebutuhan gizi anak-anak bisa terpantau. Hanya dengan penerapan sistem ekonomi Islam, problem kemiskinan dan stunting bisa tuntas diselesaikan, tak hanya di negeri ini namun juga di seluruh dunia.
Wallahualam.