| 66 Views
Sekularisme Membuahkan Generasi Tak Bernaluri

Oleh : Ummu Fikri
Pegiat Literasi
Kriminalitas yang dilakukan pelajar dan anak-anak saat ini sudah dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Banyak pelajar dan anak-anak ini terlibat pada kejahatan. Setiap hari kita disuguhi dengan banyaknya kasus pembunuhan dan pemerkosaan dan kejahatan lainnya, memenuhi beranda media kita. Seperti berita yang menjadi trending topic tentang kisah seorang siswi SMP di Palembang yang diperkosa dan dibunuh oleh empat remaja, dan mereka masih terkategori anak.
Belum lagi dengan kasus yang yang menimpa seorang penjual gorengan di Padang Pariaman Sumatera Barat ditemukan dalam kondisi tewas terkubur tanpa busana dengan tangan terikat. Saat ini berita kriminal sudah menjadi hal biasa, dan tayangan miris mengenaskan tak berprikemanusiaan yang disuguhkan pun menjadi tayangan dan pemandangan sehari-hari. Dalam tayangan terlihat bagaimana anak-anak yang seharusnya masih terlihat lugu dan lucu berubah menjadi seorang predator yang tak bernaluri dan seperti srigala yang terlihat lapar ingin memangsa.
Kondisi ini terjadi bukan hal yang instant dan kebetulan. Peristiwa ini adalah hasil dari sebuah proses panjang berkelanjutan sehingga anak-anak mampu berlaku sadis melebihi binatang. Setidaknya peran negara, masyarakat termasuk sekolah dan keluarga merupakan komponen penting dalam membentuk karakter anak.
Saat ini negara masih kurang begitu serius dalam mengontrol berbagai jenis tayangan dan konten yang beredar di dunia maya. Kekerasan dan pemicu seksual begitu mudah didapatkan. Kekerasan dan seks mudah diakses oleh semua pengguna tak terkecuali anak-anak. Belum lagi jika merambah paada system Pendidikan yang saat ini hanya bertujuan pada memenuhi pada nilai akdemik saja.
Masyarakat saat ini pun seolah menganggap lumrah saat remaja putra maupun putri keluar malam, berpacaran, kumpul dengan tujuan yang tidak jelas. Maka tak aneh jika akhirnya tawuran, kejahatan, pembunuhan dan pemerkosaan terjadi. Jika dinasehati masih banyak dijumpai alasan hak asasi yang dikeluarkan oleh anak-anak yang melakukan.
Ditambah lagi dengan banyaknya keluarga yang tidak dijadikan tempat untuk kersama-sama membangun kebersamaan, kedekatan dan saling menasehati. Orang tua cuek terhadap anak merasa saat sudah memberikan uang semua itu selesai. Komunikasi hanya dibangun lewat chatt dan merasa semua akan baik-baik saja.
Saat ini ada yang harus diperbaiki dalam pengurusan urusan umat. Pemerintah (baca:negara) sebagai lembaga yang mengeluarkan, membuat undang-undang dan aturan, serta menetapkan dan mensahkan. Negara pun saat ini menjadi lembaga yang bebas membuat aturan yang disukai dan seolah hanya mengikuti kepentingan yang memiliki kepentingan.
Batas pengertian anak dalam undang-undang perlindungan anak dijelaskan bahwa seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Berbeda dengan aturan Islam yang menentukan Batasan anak itu pada batas baligh. Terkait ciri-cirinya Islam pun menjelaskan dengan gamblang. ini bukti bahwa ada perbedaan yang sangat jelas sekali. Akhirnya seseorang yang sudah baligh yang seharusnya harus bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan, namun karena belum berumur 18 tahun maka terkategori anak, sehingga tak heran akhirnya anak yang sudah baligh seolah memiliki celah walaupun berprilaku sadis masih tergolong anak. Faktanya jumlah kejahatan anak semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Belum lagi keluarga yang saat ini jauh dari tatanan Islam, walaupun secara agama beragama islam. Ini semua karena sekularisme sudah menjadi bagian kehidupan. Islam dipandang hanya pada aktivitas ritual saja. Syahadat, salat, puasa, zakat dan pergi haji jika mampu sudah cukup, untuk menganggap hidup ini akan menuju surga. Walaupun syariat islam diabaikan. Bahkan saat ini masih dijumpai yang merasa phobia terhadap Islam. Islam dianggap hal tak berprikemanusiaan saat hukum hudud diberlakukan. Padahal hukum yang ada dalam Islam adalah hukum yang berasal dari dzat maha baik, sempurna dan tak bercela. Pembuat hukum dalam Islam tak memiliki asedikit kepentingan terhadap hukum yang dibuat, justru makhluklah yang berkepentingan terhadap hukum yang dibuat Kholik karena keterbatasannya.
Ada banyak yang sepertinya harus dikritisi dan telaah ulang. Jika saat ini masih didapati yang alergi terhadap Isam, apakah sistem yang diterapkan saat ini sudah menjadikan tatanan dan peradaban kita lebih baik. Untuk mencegah maraknya kejahatan maka perlu sinergitas dan perombakan total dalam sistem Pendidikan pula. Pendidikan harus dibangun untuk mencetak pribadi yang memiliki kepribadian, dan Islam secara sempurna mengajarkannya.
Saat ini faktanya pelaku kriminal pada anak semakin bertambah, semakin tak memiliki rasa seperti manusia. Lalu jika kita bertahan dan tetap mempertahankan kondisi ini akankah akan jauh lebih baik. Islam sejatinya telah pernah terbukti mampu meninggikan peradaban, menjadi negara adidaya dan mampu menghantarkan anak yang berusia remaja menjadipenakluk dan pemikir sejati. 8 tahun ingin berperang, 21 tahun menjadi penakluk konstantinopel, dan banyak catatn Sejarah dan itu bisa diwujudkan dalam bingkai aturan yang menjauhkan dari kepetingan. Kita akan lihat siapa yang akan menaklukkan kota Roma selanjutnya.
Wallahu a’lam.