| 82 Views
Sehari Setelah Dilantik Menjadi Pimpinan DPRD, Malah Menjadi Tersangka Suap, Kok Bisa ?

Oleh : Lusi Finahari
Aktivis Dakwah
Pada hari Selasa (29/10/2024) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi menetapkan bahwa Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi yang bernama Soleman sebagai tersangka dugaan mendapatkan suap dalam pengurusan proyek. Padahal Soleman dilantik sebagai pimpinan DPRD untuk periode 2024-2029 pada hari Senin (28/10/2024). Yang mana berarti sehari setelah pelantikan, dia ditetapkan sebagai tersangka suap.
Menurut Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Dwi Astuti Beniyati, Soleman ditangkap setelah ditemukan barang bukti berupa mobil Pajero dan BMW, yang diduga diterimanya sebagai suap dari seorang kontraktor berinisial RS untuk melancarkan pengurusan 26 proyek. Kasus ini terjadi pada saat Soleman menjabat sebagai pimpinan DPRD periode 2019-2024. RS yang diduga memberikan suap sudah ditahan dan menunggu pelimpahan berkas ke pengadilan. Sedangkan Soleman kini menjalani proses hukum dan ditahan sementara di Lapas kelas II Cikarang selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan dan dijerat dengan beberapa pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pembelaan Kuasa Hukum Soleman yang bernama Siswadi, membantah kliennya menerima suap berupa mobil dan beragumen bahwa terjadinya transaksi mobil tersebut adalah karena jual-beli mobil yang biasa dilakukan. Siswadi juga menganggap perkara ini bernuansa politik yang bertujuan melemahkan kekuatan politik yang diusung Soleman menjelang Pilkada Kabupaten Bekasi pada tanggal 27 November 2024, mengingat Soleman sebagai Ketua Tim Kemenangan calon Bupati di Pilkada Kabupaten Bekasi dan sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan di Kabupaten Bekasi.
Di dalam sistem sekular-kapitalisme saat ini, memandang bahwa hukum itu tidak berdasarkan pada keadilan, namun berdasarkan kepada urusan kepentingan manusia yang sumbernya berasal dari akal dan hawa nafsu manusia semata dan bukan bersumber dari Allah SWT sebagai Sang Pencipta dan Sang Pembuat hukum. Karena itulah hukum di dalam sistem saat ini boleh dikatakan tajam ke atas dan tumpul ke bawah. Begitu juga hasil dari penegakan hukumnya yaitu tidak untuk tercapainya keadilan yang sama, malah menampakkan kepentingan golongan atau pribadi. Dan asas yang dibangun adalah cara pandang materialis yang menjadikan standar hukum buatan manusia yang bisa ditarik ulur sesuai kepentingan hawa nafsu.
Allah SWT berfirman:
“Andai kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka peringatan, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu" (QS Al-Mukminun [23]: 71).
Penegakan hukum di dalam sistem sekular-kapitalisme berbanding terbalik dengan penegakkan hukum dalam Islam. Hukum dalam sistem Islam menjamin keadilan yang sama atas dasar akidah Islam yaitu yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT Sang Pencipta yang Maha Adil.
"Sungguh yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya, jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya !” (HR. Al-Bukhari).
Allah SWT berfirman :
“Sungguh Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Jika kalian memutuskan hukum di antara manusia, putuskanlah hukum dengan adil" (QS An-Nisa’ [4]: 58).
Hukum yang dibuat oleh Allah SWT dijadikan standar untuk menentukan apa saja yang dimaksud dengan kejahatan dan sekaligus menentukan apa saja sanksinya. Dengan pijakan inilah hakim (qadhi) memberikan keputusan hukum yang adil kepada umat. Syariat Islam telah menjelaskan aturan untuk menjamin keberhasilan penegakan hukum, diantaranya adalah:
1. Semua hukum bersumber dari wahyu Allah SWT
2. Kesetaraan di hadapan hukum.
3. Mekanisme pengadilan yang efektif dan efisien.
4. Hukum merupakan bagian integral dari keyakinan.
5. Lembaga Peradilan tidak tumpang tindih.
6. Setiap keputusan harus ditetapkan dalam majelis peradilan.
Hanya di dalam aturan sistem Islamlah manusia bisa merasakan keadilan yang sama. Berbagai problematika hidup dapat teratasi hingga mencapai ketenangan dan kebahagiaan hidup karena menaati aturan Allah SWT Sang Pencipta, Sang Maha Benar, sekaligus Sang Pengatur Kehidupan.
Wallahu A'lam bish-shawab.