| 162 Views

Rumput Laut, Komoditas Unggul Yang Tak Lagi Unggul

Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim

Rumput laut telah lama menjadi komoditas unggulan di Indonesia, terutama karena posisi Indonesia sebagai penghasil rumput laut terbesar di dunia, tak terkecuali di Nusa Tenggara Barat. Rumput laut merupakan salah satu komoditi andalan NTB sejak lama, dengan kualitas dan pertumbuhan yang juga sangat bagus mulai dari pantai bagian utara, timur, hingga selatan.  

Namun, situasi terkini memperlihatkan kenyataan pahit yang harus dialami oleh petani rumput laut di Lombok Timur. Petani rumput laut dari Teluk Ekas, Desa Ekas Buana, Kecamatan Jerowaru, terpaksa gigit jari dikarenakan harga jual rumput laut terus merosot. Selama tiga bulan terakhir, harga rumput laut ini berkisar Rp6.000-7.000 ribu per kilogram kering. Sungguh harga yang sangat jauh dari harapan mereka (suarantb.com, 21/10/2024).

Fakta lain yang membuat tercengang diungkapkan oleh salah satu petani rumput laut asal Teluk Ekas yakni Abdul Tilah, yang mengaku menjual langsung rumput laut ke China, tetapi lewat makelar. Ia mengatakan makelarnya ini orang Indonesia dan mengaku belum pernah bertemu langsung dengan pembeli asal China tersebut. Ia hanya mengetahui bahwa pembeli asal China itu memiliki gudang besar di Surabaya, Jawa Timur (suarantb.com, 21/10/2024).

Sebagai negara dan pulau dengan potensi besar di sektor ini, anjloknya harga rumput laut menjadi isu yang tentu memerlukan perhatian serius. Lantas mengapa fenomena merosotnya harga rumput laut ini bisa terjadi? 

Pertama, jika melihat fakta yang ada, sampai saat ini pembudidaya masih terjebak dalam permainan para makelar. Harga pembelian rumput laut yang belakangan anjlok, disebabkan pengusaha–pengusaha asal China yang mendapatkan akses bebas dengan memanfaatkan jalur makelar. Pengusaha-pengusaha rumput laut asal China yang memiliki izin tinggal sementara ini memutus langsung mata rantai perdagangan yang selama ini berjalan. Lantas mata rantai bisnis yang seharusnya melalui perusahaan-perusahaan lokal atau mitra lokal menjadi terpangkas dan keuntungan sepenuhnya jatuh ke tangan warga asing.

Yang kedua, anjloknya harga rumput laut ini diperkirakan tidak terlepas dari efek rencana hilirisasi rumput laut dari pemerintah yang kemudian mewacanakan larangan ekspor rumput laut. Jika dilihat secara umum, hilirisasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Namun pada faktanya, hilirisasi yang digaungkan cukup mengganggu rantai pasok budi daya. Ini dikarenakan belum adanya kesiapan dan kendala dari segi alat atau teknologi yang menyebabkan pola pembersihan rumput laut masih manual, sehingga proses menjadi lama untuk memenuhi permintaan. 

Hilirisasi atau pengolahan rumput laut menjadi produk bernilai tambah belum berjalan optimal, sementara beberapa pabrik pengolahan bahkan mengalami mangkrak karena masalah infrastruktur dan regulasi​​​​. Faktanya, sebagian besar rumput laut Indonesia masih diekspor dalam bentuk mentah, menjadikan petani sangat rentan terhadap fluktuasi harga internasional​​​​. Hal ini juga menunjukkan bahwa negeri kita masih memiliki ketergantungan besar pada pasar ekspor, dan membuat harga dalam negeri sangat terpengaruh ketika permintaan internasional melemah​​​​.

Lalu yang ketiga, tata niaga rumput laut yang kacau ini ialah konsekuensi dari efek penerapan sistem ekonomi berbasis kapitalisme di negeri ini. Yakni peran penguasa sebagai pengayom dan pelindung bagi rakyatnya sangat minim bahkan hilang dan lepas tangan. Alhasil, terkait ekonomi dan perdagangan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hanya sekedar sebagai regulator dan fasilitator saja. Belum ada langkah strategis yang ditempuh untuk menunjang optimalisasi produksi rumput laut.

Negara mengabaikan upaya memberi dukungan teknologi pada petani atau produsen yang mampu mengoptimalkan pengadaan produk rumput laut yang berkualitas, dan hanya bergantung pada tenaga manusia yang minim. Adanya makelar dan pihak swasta seperti pengusaha asal China yang begitu bebas dan diberikan keleluasaan menawar harga murah, menunjukkan hilangnya peran negara yang telah nyata menjadi buah penerapan sistem kapitalisme.

Lantas bagaimana sudut pandang fenomena ini dari segi sistem Islam? Tentu berbeda dengan apa yang disajikan oleh sistem kapitalisme. Di dalam Islam, fungsi negara ialah sebagai raa’in (pengurus urusan rakyat). Dalam buku Politik Ekonomi Islam karya Abdurrahman al-Maliki dijelaskan bahwa aktivitas perdagangan adalah jual beli. Hukum-hukum terkait jual beli adalah hukum-hukum tentang pemilik harta, bukan hukum tentang harta. Status hukum komoditas (perdagangan) bergantung pada pedagangnya, entah ia warga negara Daulah Islam ataukah negara kufur. Negara akan memberikan pelayanan dan pengurusan rakyat dengan syarat individu tersebut berstatus sebagai warga negara islam.

 Di dalam sistem Islam, solusi terhadap permasalahan anjloknya harga rumput laut berakar pada prinsip-prinsip ekonomi Islam yang berlandaskan syariat dan bertujuan untuk menciptakan keadilan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Solusi tersebut akan dikelola dalam kerangka politik ekonomi Islam, yang berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis atau sekuler. Lantas bagaimana mekanismenya di bawah kepemimpinan sistem Islam?

Pertama, Daulah islam akan memastikan pasar berjalan dengan adil dan terbebas dari praktik makelar, manipulasi harga, monopoli, dan eksploitasi. Kepala negara akan bertindak tegas terhadap para pelaku ihtikar (penimbunan) dan manipulasi pasar yang merugikan petani dan pelaku usaha kecil. Negara akan memastikan bahwa hukum syariah diterapkan untuk menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan, serta melindungi kepentingan para petani rumput laut.

Yang kedua, negara akan memastikan pengelolaan sumber daya alam, termasuk rumput laut, dilakukan secara optimal dan berkelanjutan. Negara akan bertanggung jawab untuk memfasilitasi pengembangan infrastruktur, pengolahan hasil panen, serta mempromosikan penggunaan rumput laut untuk kebutuhan domestik dan internasional. Untuk memenuhi kebutuhan petani, negara akan memberikan dukungan berupa pemberian alat memadai yang menunjang untuk produksi. Pendekatan ini akan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan memperkuat sektor pertanian rumput laut dengan dukungan penuh negara. 
 
Negara juga akan berperan aktif dalam membuka pasar baru untuk rumput laut dan menciptakan produk bernilai tambah yang berbasis pada riset dan teknologi. Produk-produk tersebut dapat mencakup bahan baku kosmetik, bioplastik, hingga produk farmasi. Dengan diversifikasi ini, negara dapat mengurangi ketergantungan pada pasar tunggal, seperti Cina, dan menciptakan pasar yang lebih stabil.

Dalam sistem Islam, kebijakan ekonomi bertujuan untuk menjamin kesejahteraan umat dan distribusi kekayaan yang merata. Pendekatan untuk mengatasi anjloknya harga rumput laut mencakup regulasi pasar yang adil, pengembangan sektor hilir dan perlindungan terhadap hak-hak petani. Prinsip ini memastikan bahwa pasar berfungsi sesuai dengan nilai-nilai Islam dan mengarah pada stabilitas dan keadilan ekonomi.

Inilah yang akan dilakukan negara dengan sistem Islam dalam memberikan perlindungan pada masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan yang menyeluruh. Bukankah Islam telah memiliki solusi paripurna untuk mengatur kehidupan kita dengan sempurna? Lantas apalagi yang membuat kita ragu dengan penerapan sistem Islam di seluruh lini kehidupan?


Share this article via

30 Shares

0 Comment