| 35 Views
Retret Kepala Daerah Di Tengah Efisiensi Anggaran, Bukan solusi Yang Tepat

Oleh : Sumarni Ummu Suci
Presiden Prabowo Subianto melantik 961 kepala dan wakil kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah (PilkDa) 2024 di Istana kepresidenan Jakarta, kamis (20/2/25). (sumber : www.voaindonesia.com).
Usai di lantik, para kepala daerah akan menjalani retret untuk mendapat pembekalan intensif yang di rancang untuk memperkuat pemahaman mereka tentang tugas pemerintahan dan pembangunan daerah.
Retret itu akan di adakan selama sepekan, mulai tanggal 21 hingga 28 Februari 2025 di Magelang Jawa Tengah (sumber : www.voaindonesia.com).
Retret yang di gelar dalam waktu sepekan ini menelan biaya Rp 13,2 miliyar. Pemerintah mengaku telah melakukan efisiensi anggaran mengingat retret tidak di lakukan sebulan. (Sumber:www.voaindonesia.com).
Penyelenggaraan retret kepala daerah tersebut kini mendapat sorotan tajam dari beberapa pihak.Pasalnya acara ini di gelar saat pemerintah baru melakukan efisiensi anggaran. Sejumlah pihak juga mempertanyakan kepentingan retret itu. Retret di anggap sebagai sarana untuk menyiapkan kepala daerah dalam menjalankan tugasnya, khususnya koordinasi dengan pusat dan daerah lain.
Namun bahwa retret tidak membawa manfaat dan sejatinya yang jauh lebih penting saat ini adalah menyiapkan konsolidasi dengan jajaran di bawahnya. Apa lagi hari ini ada banyak hal yang seharusnya di perhatikan oleh mereka dalam menghadapi bulan ramadhan. Mulai dari kesiapan stok makanan hingga pengaturan mudik lebaran.
Jika kepala daerah harus absen dalam jangka waktu cukup panjang akibat kegiatan retret ini, maka bisa di pastikan pemerintah daerah akan lamban merespon permasalahan yang sedang menghantui masyarakat hari ini. Apa lagi pemerintah resmi memberlakukan efisiensi anggaran yang sebentar lagi akan di rasakan dampaknya secara langsung di tengah masyarakat. Dimana pelayanan terhadap rakyat berupa layanan pendidikan,kesehatan dan lain - lain akan berkurang. Daya beli masyarakat di perkirakan akan menurun.Apa lagi PHK massal di depan mata.
Jika hal ini terjadi masyarakat tidak akan hidup dengan aman, karena kriminalitas akan meningkat akibat kesulitan hidup. Kegiatan retret ini jelas menggambarkan ketidak pedulian dan ketidak pekaan penguasa terhadap nasib rakyatnya. Inilah bukti abainya penguasa atas tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat.Inilah wajah buruk negara kapitalisme.
Di sisi lain dalam retret tersedia berbagai fasilitas yang mewah, menjadi ironis ketika saat yang sama ada banyak rakyat yang hidupnya susah. Apa lagi ini terjadi di tengah kebijakan efisiensi anggaran untuk menyukseskan Makan Bergizi Gratis (MBG) dan lain - lain. Seharusnya pejabat memiliki empati pada rakyat yang hidup susah, agar muncul kesadaran akan tanggung jawabnya untuk membuat kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat.
Sungguh umat harus menyadari bahwa lahirnya penguasa yang lepas tangan dari pengurusannya terhadap pemenuhan hajat hidup rakyat adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme - neoliberal. Sistem ini hakikatnya menempatkan penguasa sebagai fasilitator dan regulator atau pembuat aturan untuk agenda korporasi.
Sebagai operator penguasa dan pebisnis hajat hidup publik, peran ini semakin kuat ketika di terapkan desentralisasi kekuasaan atau penerapan otonomi daerah. Sistem kapitalisme demokrasi yang memiliki paradigma Good Governance dan Rainventing Government juga telah melahirkan sejumlah konsep berbahaya dan merusak fungsi asli negara sebagai pelayan (raa'in) dan pelindung (junnah).
Oleh karena itu peraoalan retret yang mengabaikan kepentingan rakyat adalah persoalan sistemik. Selama sistem yang tegak adalah kapitalisme - demokrasi siapapun pemimpinnya, rakyat akan terus hidup sengsara.
Sangat jauh berbeda dengan penerapan aturan islam dalam bingkai negara khilafah.Islam menetapkan khilafah adalah raa'in (pengurus rakyat) yang akan di mintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.
Khalifah akan mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memenuhi berbagai kebutuhannya.Baik langsung maupun tidak langsung.Melalui penerapan aturan islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, pendidikan, politik, sosial dan sebagainya.
Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu menghasilkan generasi pemimpin yang siap mengemban amanah kepemimpinan yang tujuan utama dari pendidikannya adalah membangun kepribadian islam berupa pola pikir ( aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang islami.
Tujuan ini mencetak generasi bertaqwa, berakhlak mulia, terikat dengan aturan - aturan Allah dan takut bermaksiat kepada Allah. Inilah pembekalan mendasar dalam hal kepemimpinan.Kalaupun penguasa yang terpilih dalam pemerintahan Islam membutuhkan pembekalan tambahan.Maka akan di adakan tambahan seefektif dan seefesien mungkin dan fokus pada konten pembekalan bukan pada seremonial dan kemewahan yang menghamburkan uang rakyat.
Oleh karena itu siapa pun pemimpin terpilih akan menjalankan amanahnya dengan sebaik - baiknya.Apa lagi peran penguasa dalam islam adalah sebagai raa'in ( pengurus) dan junnah (pelindung). Dalam menjalankan peran tersebut, penguasa dalam islam tidak akan menyerahkan penguasaan pemenuhan hajat hidup masyarakat pada pihak swasta atau korporasi.Karena hal ini adalah keharaman.
Negaralah yang wajib mengontrol produksi hingga distribusi pangan hingga mudah di akses masyarakat. Negara pula yang wajib membuka lapangan pekerjaan memadai dan layak bagi laki - laki pencari nafkah. Sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
Ada pun kebutuhan dasar berupa pendidikan dan kesehatan wajib di penuhi negara secara langsung. Dengan menyediakannya secara gratis tanpa pemungutan sepeser pun. Pengelolaan keuangan negara menggunakan sistem ekonomi islam akan memampukan negara memenuhi pelayanan tersebut.
Demikianlah gambaran penguasa yamg lahir dari dari sistem islam akan mengedepankan kepentingan rakyat.
Wallahua'lam bissawab.