| 121 Views
Rakyat Puas akan Kinerja Pemerintah?

Oleh: Widya Rahayu
Lingkar Studi Muslimah Bali
“Survei terbaru menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah mencapai 70%. Mayoritas responden merasa pemerintah telah berhasil dalam menjaga stabilitas ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Meski demikian, isu pengangguran dan ketimpangan sosial masih menjadi perhatian masyarakat.” (Sumber: Kompas, 2024)
Fakta dari survei yang dilaporkan oleh media menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat puas dengan kinerja pemerintah, terutama dalam hal stabilitas ekonomi dan pembangunan infrastruktur.
Namun, di balik angka kepuasan tersebut, ada masalah yang masih menjadi perhatian serius, seperti pengangguran yang tinggi dan ketimpangan sosial yang terus meningkat. Hal ini menunjukkan adanya paradoks antara keberhasilan makroekonomi dan masalah sosial yang tak kunjung teratasi.
Pemerintah berhasil memfokuskan diri pada infrastruktur sebagai motor penggerak ekonomi, terlihat dari banyaknya proyek jalan tol, bandara, dan pelabuhan yang dibangun. Namun, hal ini tidak serta-merta menyelesaikan persoalan struktural seperti ketimpangan distribusi kekayaan dan lapangan pekerjaan yang layak.
Pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui indikator-indikator makro seperti PDB dan stabilitas rupiah sering kali tidak mencerminkan kesejahteraan riil masyarakat kelas bawah.
Apakah kepuasan rakyat terhadap pemerintah semata-mata karena adanya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur? Pertanyaan ini menjadi penting untuk dibahas.
Pada kenyataannya, survei semacam ini sering kali hanya menyoroti aspek permukaan dari kinerja pemerintah tanpa melihat lebih dalam pada masalah-masalah sistemik yang melanda masyarakat.
Masalah pengangguran dan ketimpangan sosial adalah contoh nyata dari kontradiksi dalam model pembangunan kapitalis yang diadopsi oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Stabilitas ekonomi yang didengungkan oleh pemerintah tidak selalu diikuti dengan distribusi kesejahteraan yang merata. Dalam model ekonomi kapitalis, pembangunan cenderung terkonsentrasi di wilayah-wilayah urban yang strategis, sementara daerah pedesaan dan wilayah-wilayah yang kurang berkembang sering kali tertinggal.
Akibatnya, angka pengangguran tetap tinggi di kalangan masyarakat miskin, meskipun sektor formal mungkin mencatat peningkatan produktivitas.
Ketimpangan sosial yang semakin melebar juga menjadi tanda bahwa kebijakan ekonomi pemerintah belum berhasil memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Di satu sisi, pemerintah berhasil membangun infrastruktur yang menghubungkan antarwilayah, namun di sisi lain, hal ini belum dirasakan dampaknya secara signifikan oleh masyarakat lapisan bawah yang masih sulit mendapatkan akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang layak.
Selain itu, ketergantungan pada investasi asing untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur juga menciptakan beban utang luar negeri yang terus meningkat. Hal ini dapat berdampak buruk di masa depan, terutama jika kemampuan membayar utang negara tertekan oleh kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
Pemerintah yang terlalu fokus pada indikator-indikator ekonomi semacam ini berisiko mengabaikan masalah fundamental yang sebenarnya lebih mendesak, seperti kesejahteraan sosial, ketimpangan, dan ketidakadilan hukum.
Solusi Islam
Dalam perspektif Islam, kesejahteraan dan keadilan sosial bukanlah sesuatu yang terpisah dari pembangunan ekonomi. Islam menekankan pentingnya keseimbangan antara aspek material dan spiritual dalam kehidupan masyarakat.
Negara Islam yang menerapkan syariah akan memastikan distribusi kekayaan yang adil melalui mekanisme zakat, sedekah, dan wakaf, serta pengelolaan sumber daya alam yang dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir pihak.
Salah satu solusi utama yang ditawarkan Islam adalah sistem ekonomi berbasis keadilan, yang tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga pada distribusi kekayaan yang adil. Dalam sistem Islam, sumber daya alam merupakan milik bersama yang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Negara bertanggung jawab memastikan setiap individu mendapatkan kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Mekanisme zakat juga berperan penting dalam menanggulangi kemiskinan dan ketimpangan sosial, karena zakat bukan sekadar amal, melainkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kaum kaya untuk membantu kaum miskin.
Pengangguran juga dapat diatasi dengan memberikan perhatian serius pada pembangunan sumber daya manusia. Negara dalam sistem Islam akan memastikan bahwa pendidikan dan pelatihan keterampilan diberikan secara gratis dan merata kepada seluruh masyarakat.
Hal ini memungkinkan setiap individu untuk berkontribusi secara produktif dalam ekonomi tanpa terkendala oleh biaya pendidikan yang mahal atau lapangan pekerjaan yang terbatas.
Islam juga menawarkan sistem perbankan tanpa riba, yang dapat mengurangi ketergantungan negara pada utang luar negeri. Sistem perbankan Islam berlandaskan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi, sehingga investasi dan pembiayaan dilakukan secara bertanggung jawab tanpa menciptakan beban utang yang mencekik.
Dengan demikian, negara bisa membangun infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa harus terjerat dalam utang yang membebani generasi mendatang.
Secara keseluruhan, solusi yang ditawarkan oleh Islam adalah sistem yang holistik, yang mengintegrasikan keadilan ekonomi dengan tanggung jawab sosial. Negara dalam Islam akan bertindak sebagai pelindung dan pengayom bagi seluruh rakyat, dengan memastikan bahwa kesejahteraan tidak hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat, tetapi oleh semua lapisan masyarakat.
Dengan demikian, kepuasan rakyat bukan hanya didasarkan pada proyek-proyek fisik seperti infrastruktur, tetapi juga pada terpenuhinya kebutuhan hidup mereka secara adil dan merata.