| 153 Views

Puting Beliung Akibat Pembangunan Kapitalistik yang Menggunung

Oleh : Kayyisa Naswa Allya
Pelajar

Cuaca akhir-akhir ini tampak ekstrem. Hujan dengan intensitas tinggi disertai angin kencang terjadi di beberapa wilayah Kab. Bandung, salah satunya fenomena angin puting beliung terjadi tepat di wilayah Rancaekek Bandung pada Rabu (21/02/24) sekitar pukul 15.30–16.00 WIB. Pemberitaan beredar cepat melalui berbagai platform media sosial pada hari kejadian, rekaman video amatir warga memperlihatkan kengerian angin puting beliung tersebut.

Terekam detik-detik angin puting beliung menerjang beberapa kawasan pabrik, rumah hingga jalan raya. Banyak pohon tumbang menimpa mobil warga, selain itu ada juga kendaraan besar yang terguling akibat kedahsyatan putaran angin tersebut.

BPBD Jawa Barat mencatat 534 bangunan dan 17 pabrik mengalami kerusakan akibat bencana alam angin puting beliung itu. Kerusakan mulai dari ringan hingga berat. Berdasarkan data secara keseluruhan hingga Kamis (22/2/2024) 00.57 WIB, "Untuk wilayah terdampak di Kabupaten Semedang itu ada di kecamatan Jatinangor dan Cimanggung sedangkan di Kabupaten Bandung ada Kecamatan Rancaekek, Cicalengka, dan Cileunyi," kata Pranata Humas Ahli Muda BPBD Jabar Hadi Rahmat dilansir Antara. (Detik News.com, Kamis, 22/2/2024).

Jika kita perhatikan sejumlah alih fungsi lahan yang sebelumnya dipenuhi pepohonan lalu menjadi kawasan industri, diklaim menjadi pemicu fenomena cuaca ekstrem berupa puting beliung, di Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Kawasan itu telah beralih fungsi, perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati, berubah jadi kawasan industri. Biasanya rawan diterjang pusaran angin,” kata Profesor Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, melalui keterangannya, Jumat (23/02/24). 

Pembangunan yang Kapitalistik
Aktivitas manusia yang menggeser kestabilan bumi ini berakar dari keserakahan manusia. Pembangunan yang kapitalistik ini dikejar sebagai turunan dari kebijakan-kebijakan kapitalistik pula. Alih fungsi lahan banyak terjadi tatkala materi menjadi orientasi para pengambil kebijakan.

Bukan rahasia lagi mengenai intervensi besar para pemodal di lingkar kekuasaan. Fakta terjadinya reklamasi pantai, daerah resapan air yang beralih fungsi menjadi perumahan elite, pabrik-pabrik ataupun tempat wisata, hanyalah satu dari sekian realitas yang terjangkau mata.

Ekosistem perkotaan berubah menjadi hutan beton untuk mengejar apa yang mereka sebut sebagai “pertumbuhan ekonomi”. Rencana tata ruang wilayah pun mudah diutak-atik sesuai kepentingan pemodal. Analisis dampak lingkungan dalam pembangunan pun seakan formalitas yang pada akhirnya menguap mengikuti kepentingan para kapitalis.

Pemanfaatan ruang dengan pola yang mengikuti kepentingan segelintir orang ini gagal mewujudkan ruang inklusif bagi masyarakat. Cita-cita mewujudkan green city yang kerap menjadi “nyanyian” penguasa, bahkan bersifat eksklusif bagi masyarakat umum. Tengoklah betapa di beberapa wilayah perkotaan, para pemodal hadir dalam bisnis perumahan yang katanya bebas banjir serta pemandangan asri dengan embel-embel hunian masa depan. Realitasnya, slogan hunian ramah lingkungan ini hanya ada di lingkungan hunian elite kaum pemodal.

Sangat jelas betapa pembangunan yang katanya “ramah lingkungan” ini malah bersifat eksklusif. Perumahan elite yang bebas banjir dengan fasilitas publik yang mereka sebut ramah lingkungan justru berdampak pada rusaknya lahan penduduk di sekitarnya. Bisa jadi banjir tidak melanda hunian elite itu, tetapi daerah sekitarnyalah yang terdampak buah dari ambisi mewujudkan “perumahan bebas banjir”.

Hunian ramah lingkungan kini pun semacam privilese yang hanya terjangkau golongan elite, sedangkan masyarakat berpenghasilan rendah harus puas bertaruh di kawasan rawan banjir atau terdampak banjir.

Bencana Alam dalam Pandangan Islam
Petunjuknya sudah jelas, Sebagai muslim yang beriman tentu bencana angin puting beliung ini dipandang sebagai qadha Allah SWT. Kesabaran dan keridhaan atas kerusakan harta yg dimiliki adalah sebuah sikap yg seharusnya.

Musibah akan mengantarkan manusia pada terhapusnya dosa dan menyadarkan bahwa manusia itu lemah tidak mampu menolak ketentuan-Nya betapa manusia butuh pertolongan Allah SWT kapan dan dimana saja.

Sabar dan rida adalah betul bagian dari keimanan atas musibah yang terjadi, tetapi tentu hal ini tidak menjadi penghalang akan munculnya kerangka berpikir kritis untuk menangani akar permasalahannya.

Fakta bahwa kawasan hutan jati di Rancaekek yang beralih fungsi menjadi kawasan industri adalah buah sistem penerapan kapitalisme-sekuler saat ini, tanpa melihat efek bencana alam yang akan terjadi serta mementingkan pemilik modal untuk membangun kawasan industri dalam meraup keuntungan.

Dalam sistem Islam pengelolaan lahan/tanah akan dilaksanakan sesuai syariat Islam yang akan memprioritaskan pembangunan insfrastruktur dalam mencegah bencana. Dalam sistem Islam ketika akan membangun suatu bangunan, ada pertimbangan potensi lahan tersebut. Apakah lahan yang digunakan subur atau tidak? maka jika subur lahan tersebut tidak akan digunakan untuk suatu bangunan dan akan digunakan untuk lahan bermanfaat seperti pertanian. Jika lahan tersebut tandus maka kemungkinan bisa digunakan untuk suatu bangunan.

Dan ketika sudah jelas sebagai hutan tidak akan serta merta dibangun suatu bangunan karena ketika hutan gundul akan mendatangkan berbagai bencana. Dan hutan itu sendiri memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia salah satunya sebagai sumber mata air.

Sistem Islam tidak akan menyerahkan lahan/tanah diserahkan pada individu atau kelompok, negara sendirilah yang akan mengelola untuk kemaslahatan umat, juga akan memberikan sanksi tegas pada siapapun yang berupaya merusak lingkungan, salah satunya membangun bukan pada lahan semestinya. Penerapan Islam secara menyeluruh adalah solusi terbaik dari alih fungsi lahan sembarangan.

Wallahualam bissawab


Share this article via

52 Shares

0 Comment