| 337 Views

Pupuk Subsidi, Apakah Dinikmati Seluruh Petani?

Oleh : Rifdatul Anam 

Subsidi pupuk adalah hal yang sangat diharapkan oleh para petani, mengingat harga bahan untuk meningkatkan produksi kini kian mahal seperti bibit unggul, pemberantas hama dan penyakit, dan lainnya. Sedikit perasaan lega dirasakan para petani dengan mendengar adanya tambahan subsidi pupuk dari pemerintah, tapi apakah alokasi subsidi pupuk ini dapat terealisasi secara merata?

Pemerintah menambah alokasi pupuk subsidi pada tahun 2024 dari semula 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Meski ada tambahan alokasi pupuk subsidi, namun petani mengaku, belum sepenuhnya terasa dampaknya ke petani.

Kepala Pusat Pembenihan Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) Kusnan mengatakan tambahan alokasi pupuk subsidi pemerintah belum ada realisasi yang berarti. Ia menyebut, petani masih kesulitan untuk memperoleh pupuk subsidi. Petani mendapat jatah per hektar hanya 100 kg urea dan 70 kg NPK per musim tanam, yang jelas tidak mencukupi untuk kebutuhan tanam. ( Kontan, 18-4-2024)

Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, petani juga harus datang ke kios pupuk lengkap (KPL) di wilayah masing-masing. Pupuk bersubsidi juga tidak bisa didapatkan oleh petani, jika mereka tidak terdaftar dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022, dimana syaratnya adalah petani yang berhak mendapatkan alokasi subsidi pupuk adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan), menggarap lahan maksimal dua hektar, dan menggunakan kartu tani (untuk wilayah tertentu).

Keluhan demi keluhan tak bisa diungkapkan oleh petani, karena sulitnya untuk mendapatkan pupuk bersubsidi di daerahnya. Banyaknya syarat kadang tidak bisa dipenuhi, apalagi yang tidak memiliki kartu tani, sudah pasti tidak mungkin dapat pupuk bersubsidi. Sekalinya pun dapat, jatahnya yang diterima tidak sesuai keinginan sehingga tidak mencukupi untuk kebutuhan pertaniannya.

Adapun syarat-syarat yang ditentukan pemerintah kepada petani, juga masih menyisakan masalah-masalah lainnya. Sehingga, banyak petani yang tidak dapat merasakan subsidi pupuk ini, yang bahan bakunya bergantung pada impor dan jumlahnya pun terbatas.

Belum lagi, adanya mafia pupuk yang semakin menyulitkan petani dalam mengakses pupuk. Banyak ditemukan praktek dilapangan bahwa para mafia pupuk menjual dengan harga yang telah melebihi harga eceran tertinggi. Dengan permainan harga inilah para mafia mendapatkan keuntungan. Jelas, sistem kapitalisme ini memberikan peluang dan kesempatan bagi mereka melakukan kejahatannya. 

Jangan heran, dalam sistem kapitalisme para pemilik modal akan menciptakan aturan harga di pasaran sesuai dengan keinginan mereka. Cara itu digunakan hanya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan alasan yang menurut mereka, keseimbangan ekonomi akan dapat dipengaruhi oleh harga secara otomatis.

Jelas, sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini sudah rusak dan menyimpang dari aspek kemaslahatan rakyat. Tidak seperti sistem Islam yang memiliki aturan yang menyeluruh,  yang mengurus segala lini kehidupan, termasuk pertanian. Apalagi dalam pertanian, pupuk adalah bahan pendukung untuk menghasilkan komoditas pangan yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Sudah pasti, negara akan menjamin dan memfasilitasi produksi serta distribusi agar sektor pertanian berjalan dengan lancar tanpa hambatan. 

Bahkan, dalam sistem Islam, pupuk diberikan kepada petani bukan hanya berbentuk subsidi, tapi juga gratis secara merata. Tidak ada lagi keluh kesah para petani yang tidak mendapatkan pupuk. Penyediaan sumber dana bagi petani merupakan hal yang harus tetap dipenuhi, sebab menyangkut terjaminnya ketersediaan bahan pangan dalam negeri. Negara yang menerapkan sistem Islam  mempunyai sumber pendapatan yang banyak didalam baitulmal, yaitu berasal dari hasil sumber daya alam, jizyah, ghanimah, yang semua hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat nya.
Wallahu'alam bishawab.


Share this article via

88 Shares

0 Comment