| 35 Views
Program Asal-asalan, Menuai Banyak Korban

Oleh: Inda Oktaviani
Pegiat literasi
Dilansir CNNIndonesia.com, pada (11/05/2025) jumlah korban keracunan akibat mengkonsumsi makanan bergizi gratis (MBG) di Kota Bogor bertambah menjadi 210 orang.
"Total perkembangan kasus dugaan keracunan makanan dari tanggal 7-9 Mei 2025, secara kumulatif total korban yang tercatat sebanyak 210 orang," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno dalam keterangan tertulis.
Sri Nowo Menyebutkan, 210 orang yang diduga keracunan berasal dari delapan sekolah. Mereka mendapat MBG dari satu SPPG yang sama. Dari jumlah tersebut ada 34 orang yang masih menjalani perawatan medis di rumah sakit.
Dinas Kesehatan masih melakukan investigasi epidemiologis untuk mencari sumber keracunan, serta berkoordinasi dengan pihak sekolah dan pengambilan sampel.
Pengujian berbagai sampel yang telah diperoleh dilakukan secara mikrobiologi dilakukan di labkesda Kota Bogor. Meliputi empat tahap pengujian yaitu, Pra pengayaan, Pengayaan Selektif, Plating Out dan Konfirmasi,” kata Sri Nowo
Sebelumnya, ada 171 siswa dari TK, SD, dan SMP di Kota Bogor, Jawa Barat, mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kasus keracunan ini sedang diselidiki oleh Badan Gizi Nasional. Dadan menyebut pihaknya juga tengah menunggu hasil uji sampel. "Menunggu hasil lab," jelasnya.
Akibat kelalaian negara, banyak masalah yang belum terselesaikan. Dari pengawasan penyediaan makanan yang asal-asalan, hingga membuka banyak lapangan kerja bagi SPPG. Namun negara tidak menyiapkan jaminan kerja bagi pihak-pihak terkait. Alhasil, gaji mereka belum terbayarkan sejak bulan januari 2025. Negara juga mengusulkan asuransi untuk program MBG seolah negara mulai berlepas diri dari tanggung jawabnya sebagai penyelenggara dan penjamin hak rakyat. Ini seperti komersialisasi resiko, bukan solusi preventif. Karena jika nanti ada yang menjadi korban keracunan, maka yang bertanggung jawab pihak asuransi, bukan negara. Seharusnya masalah ini tidak muncul jika negara serius menyiapkan dan memperhatikan program ini secara matang, bukan sekedar memenuhi janji politik semata. Sebagaimana prinsip kapitalis, yaitu modal sekecil-kecilnya, untung sebanyak-banyaknya.
Beginilah jika MBG tidak steril dari unsur bisnis. Industrialisasi pangan dan gizi dilegalisasi melalui kebijakan negara bernama MBG. Alhasil, kualitas pangan dan gizi anak terabaikan, pengawasan program tidak berjalan, dan lagi-lagi kapitalis yang diuntungkan. Negara dalam konsep sistem kapitalisme tidak akan bisa melakukan tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat karena kebijakannya tersandera oleh banyak kepentingan, terutama kepentingan pemilik modal.
Dalam sistem Islam, setiap kebijakan mengacu pada syariat Islam semata-mata untuk kemaslahatan rakyat sehingga akan menutup celah bagi individu atau swasta meraih keuntungan. Sistem Islam juga tidak akan membiarkan program untuk rakyat beraroma bisnis. Semua kebijakan negara harus mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat.
Program MBG bukanlah solusi preventif. Adanya masalah stunting dan gizi buruk adalah akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, karena pendapatan rakyat lebih rendah dibandingkan pengeluaran. Besar pasak daripada tiang. Oleh karena itu, problem fundamental yang harus dituntaskan adalah kemiskinan dan kesenjangan.
Negara akan menjamin dan memenuhi aspek kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Negara memberikan jaminan tersebut secara gratis tanpa dipungut biaya. Negara wajib menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai agar layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan bisa berjalan dengan baik.
Dalam Islam, setiap individu rakyat berhak mendapatkan makanan bergizi, bukan hanya untuk orang miskin. Negara bertanggung jawab penuh dalam mempermudah rakyat mendapatkan akses makanan bergizi, seperti harga pangan terjangkau dan distribusi pangan yang merata ke seluruh wilayah sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan di salah satu wilayah.
Negara juga menyediakan lapangan kerja yang luas melalui pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan sektor produktif. Negara akan memberikan bantuan modal, insentif, dan keterampilan kerja bagi para penanggung nafkah agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Dengan kebijakan dan mekanisme tersebut, seluruh rakyat dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik. Pemenuhan gizi setiap anak dapat terjamin karena negara berperan besar dalam menciptakan suasana dan kondisi ekonomi yang berkeadilan.
Wallahu'alam bishowab.