| 166 Views
PPN Tetap Naik, Suara Rakyat Terkait Penolakan Kenaikan PPN Diabaikan

Oleh : Dewi yuliani
Kenaikan PPN tetap diberlakukan. Selain naik PPN yang direncanakan tahun depan, masyarakat Indonesia juga akan menghadapi berbagai kebijakan pemerintah lainnya yang bisa menambah beban masyarakatnya, Meski pemerintah memberikan batasan barang-barang yang terkena kenaikan PPN, namun sejatinya kebijakan tersebut tetap memberatkan rakyat.
Dikutib dari Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yakni makan bergizi gratis merupakan salah satu alasan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen resmi berlaku mulai 1 Januari 2025.
Airlangga menyampaikan, kenaikan tarif PPN sebesar satu persen dari 11 menjadi 12 persen tersebut dinilai dapat meningkatkan pendapatan negara sehingga dapat mendukung program prioritas pemerintahan Prabowo pada bidang pangan dan energi.
Petisi menolak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang ditandatangani lebih dari 113.000 orang sudah diterima Sekretariat Negara (Setneg). Penyerahan petisi itu dilakukan pada aksi damai di depan Istana Negara.
Dengan demikian, peningkatan penerimaan pemerintah dari kenaikan tarif PPN tidak akan sebanding dengan dampaknya pada perekonomian masyarakat. Kenaikan tarif PPN memukul sendi-sendi ekonomi masyarakat. Pengeluaran masyarakat akan makin besar, sedangkan upah tidak meningkat signifikan.
Bahkan meski ada program bansos dan subsidi PLN, penderitaan rakyat tak terelakkan. Ini adalah contoh kebijakan penguasa yang populis otoriter. Pemerintah merasa cukup sudah memberikan bansos, subsidi listrik, dan menetapkan barang-barang tertentu yang terkena PPN. Padahal kebijakan tersebut tetap membawa kesengsaraan pada rakyat. Protes rakyat dalam bentuk petisi penolakan kenaikan PPN diabaikan.
Tak cukup sampai disitu masih banyak lagi kebijakan yang di buat oleh pemerintah lainnya yang bisa menambah beban, seperti rencana penyesuaian skema subsidi yang dapat kemungkinan kenaikan tarif premi BPJS Kesehatan dan penerapan cukai untuk Minuman berpemanis dalam kemasan ( MBDK). Selain itu otoritas jasa keuangan juga sedang mengkaji penerapan ansurasi wajib untuk berkendara motor dan mobil.
Betapa mirisnya semakin banyak beban masyarakat yang semakin berat dan sulit khususnya rumah tangga petani, karena subsidi pupuk akan dikurangin. Berdasarkan Nota keuangan APBN 2025 subsidi pupuk akan dipotong dari Rp 50,7 triliun menjadi Rp 44,2 triliun. Suku bunga kredit juga masih akan tinggi setelah bank Indonesia menahan penurunan BI rate dua bulan terakhir.
Inilah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme yang memosisikan penguasa sebagai regulator dan fasilitator. Negara merasa sudah menjalankan tugasnya hanya dengan memungut pajak dan mendistribusikannya dalam belanja negara. Negara tidak peduli bahwa pemungutan pajak telah membebani dan “mencekik” rakyat. Negara juga tidak mendistribusikan dana pajak untuk kemaslahatan rakyat.
Islam memosisikan rakyat sebagai tanggung jawab negara. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Imam (khalifah) dalam sistem Islam wajib bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok tiap-tiap rakyat yang meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dana untuk mencukupi kebutuhan rakyat berasal dari baitulmal. Negara mengelola baitulmal (APBN) untuk mencukupi kebutuhan rakyat secara makruf (layak/baik) berdasarkan prinsip syariat.
Khilafah memiliki banyak sumber pemasukan negara yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Berdasarkan buku Sistem Keuangan Negara Khilafah karya Syekh Abdul Qadim Zallum, pemasukan Khilafah berasal dari tiga bagian, yaitu fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan zakat. Bagian fai dan kharaj terdiri dari seksi ganimah, kharaj, status tanah, jizyah, fai, dan dharibah. Bagian kepemilikan umum terdiri dari seksi migas; listrik; pertambangan; laut, sungai, perairan, dan mata air; hutan dan padang rumput; serta aset yang diproteksi negara. Bagian zakat terdiri dari zakat uang dan perdagangan; zakat pertanian dan buah-buahan; serta zakat ternak sapi, unta, dan kambing.
Islam juga menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah. Islam menetapkan bagaimana profil penguasa dalam Islam dan juga mengatur bagaimana relasi penguasa dengan rakyatnya. Pajak (dharibah) memang ada dalam baitulmal sebagai salah satu pos pemasukan. Namun, pos ini hanya dipungut ketika kas negara sedang kosong, sedangkan ada kebutuhan yang wajib dipenuhi negara dan akan terjadi dharar (bahaya) jika tidak dipenuhi. Setelah kebutuhan tersebut terpenuhi, pemungutan pajak dihentikan. Jika masih ada harta di dalam baitulmal, negara haram memungut pajak. Dengan demikian, pemungutan pajak dalam Islam tidak bersifat terus-menerus, tetapi insidental saja.
Pajak dalam Khilafah tidak bermacam-macam jenisnya seperti dalam kapitalisme. Pajak hanya dipungut dari lelaki muslim dewasa yang kaya, itu pun tidak menjadi pemasukan rutin dan utama. Pajak tidak dipungut dari perempuan, anak-anak, orang kafir, dan fakir miskin. Dengan pengaturan pajak ala Islam, rakyat tidak akan terzalimi. Dengan pengelolaan APBN menurut syariat Islam, akan terwujud kesejahteraan bagi seluruh rakyat secara merata. Penguasa dalam Islam wajib mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan individu per individu Islam mewajibkan penguasa membuat Kebijakan yang tidak menyulitkan hidup masyarakatnya
Wallahualam bissawab.