| 88 Views
Perempuan Berperan Penting Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional?

Oleh : Salma Ummu Nusaibah
Pemerintah Indonesia resmi menerbitkan PP 47/2024 yang mengatur tentang penghapusan piutang macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan, serta UMKM lainnya. Dengan diterbitkannya PP ini, Menteri PPPA menilai akan memberikan kesempatan kepada kaum perempuan sebagai pelaku UMKM untuk lebih produktif dan memperkuat daya saingnya di pasar. Ini karena lebih dari separuh pengelola UMKM adalah dari kalangan perempuan. (Antara News, 15-11-2024).
Data Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan bahwa lebih dari separuh dari total 65,5 juta UMKM di Indonesia dikelola oleh perempuan. UMKM berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga mendukung perempuan dalam UMKM berarti memperkuat perekonomian nasional.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2024 yang mengatur tentang penghapusan piutang macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, dan sektor lainnya, merupakan kebijakan yang bertujuan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, khususnya bagi pelaku UMKM yang selama ini terhambat oleh piutang macet atau utang yang tidak dapat dilunasi. Kebijakan ini juga memiliki dampak yang signifikan dalam mendukung pemberdayaan perempuan sebagai pelaku utama UMKM di Indonesia. Penghapusan tagihan macet dalam PP 47/2024 memberikan peluang bagi perempuan pengusaha untuk bangkit dari tekanan ekonomi, meningkatkan daya saing usahanya, dan menciptakan lapangan kerja di komunitasnya.
Kebijakan ini akan mendorong pemberdayaan perempuan, mendukung ketahanan ekonomi daerah, serta memperkuat daya saing nasional Indonesia di pasar global. Artinya, perempuan dianggap berperan penting dalam pemulihan ekonomi nasional. Namun, benarkah demikian?
Problemnya Adalah Sistem
Masalah perempuan yang terjadi saat ini adalah salah satu potret kegagalan negara dalam menjamin kebutuhan dasar bagi seluruh warga. Negara saat ini tidak punya kemampuan untuk menyejahterakan setiap individu warga negara. Kondisi ini terjadi karena paradigma pembangunan yang diusung negara saat ini lahir dari sistem kapitalisme. Hal ini tampak dari visi yang diusung, yakni pertumbuhan ekonomi sehingga mengejar target PDB atau PNB menjadi tujuan negara.
Standar kesejahteraan dalam kapitalisme adalah pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, pelaku utama ekonomi adalah rumah tangga perusahaan (swasta). Tidak heran jika investasi menjadi motor penggerak ekonomi negara. Swasta (perusahaan) akan menguasai kekayaan alam karena konsep kepemilikan harta dalam kapitalisme hanya mengakui harta milik individu. Artinya, setiap individu bebas bersaing untuk menguasai seluruh sumber daya. Yang paling besar modalnya ialah yang akan menguasai. Akibatnya, kekayaan alam yang melimpah di negeri ini hanya dikuasai segelintir orang, yaitu para kapitalis.
Sistem ekonomi kapitalisme inilah akar masalah penyebab negara sulit untuk bisa mewujudkan kesejahteraan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk anak-anak.
Sistem Ekonomi Islam Menyejahterakan Perempuan
Sistem Khilafah akan menjadikan akidah Islam sebagai landasan negara dan menerapkan Islam secara kaffah dalam aturannya. Islam memiliki standar yang jelas antara yang hak dan batil sehingga setiap orang tidak akan bertingkah laku sebebasnya. Negara dalam Islam akan menjaga fitrah perempuan, kemuliaan, dan menjamin kesejahteraannya.
Untuk itu, negara memastikan yang berkewajiban memberikan nafkah (ayah, suami, atau anak laki-laki balig) mampu mengakses lapangan kerja. Juga memastikan cukup atau tidaknya jumlah gaji mereka untuk memenuhi seluruh nafkah keluarganya. Jika tidak bisa memenuhi, negara akan membantu secara langsung untuk mencukupkan nafkah tersebut. Negara dalam sistem Islam juga akan membangun fasilitas pendidikan terbaik secara gratis bagi masyarakat agar kepribadian mereka terbentuk menjadi berkepribadian Islam yang tangguh dan kuat.
Syekh Abdul Qadim Zallum menyebutkan dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah bahwa ada tiga sumber pendapatan negara dalam ekonomi syariah berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah.
Pertama, bagian fai dan kharaj, terdiri dari ganimah, kharaj, jizyah, dan lain-lain. Kedua, bagian pemilikan umum, seperti minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan, padang rumput gembalaan, dan hima (yang dipagari negara dan dikuasai negara). Ketiga, bagian sedekah, terdiri dari zakat mal dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat unta, sapi, dan kambing.
Tiga sumber tersebut lebih dari cukup bagi Khilafah untuk membiayai pemerintahan dan melaksanakan kewajibannya melayani dan memenuhi hajat rakyat. Apalagi ditambah sumber-sumber tidak tetap, seperti harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara, harta hasil usaha yang terlarang dan denda, khumus, rikaz, harta yang tidak ada ahli warisnya, harta orang murtad, dan dharibah.
Negara Islam (Khilafah) tidak akan membebankan penyelesaian masalah ekonomi negara kepada rakyat, apalagi kaum perempuan. Islam memberikan tanggung jawab pengurusan umat kepada negara. Sebagai raa’in (pengurus), negara wajib memenuhi kebutuhan seluruh rakyat dan memberikan berbagai sarana yang dapat menjamin terlaksananya seluruh kewajiban yang harus ditunaikan rakyat. Sehingga konsep ekonomi dalam Islam tidak bisa dipisahkan dari sistem politiknya.
Pemberdayaan Perempuan dalam Islam
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Muqaddimah Dustur dalam bab “Nizhamul Ijtima’i” menyatakan dengan tegas tanpa keraguan dalam memosisikan perempuan sebagai berikut, “Hukum asal seorang perempuan dalam Islam adalah ummun wa rabbatul bait (seorang ibu bagi anak-anak dan pengelola rumah suaminya) karena ia adalah kehormatan yang wajib dijaga.” Inilah tugas mulia para perempuan yang dapat mengantarkan pada terlahirnya generasi emas. Anak-anak yang terdidik dengan penuh kasih sayang ibunya akan menjadi pribadi kuat yang mampu memimpin dunia.
Dalam Islam, pemberdayaan tidak diarahkan pada materi, tetapi perempuan diposisikan dalam posisinya yang mulia sebagai ummu ajyal (pembentuk generasi). Hal ini terkait dengan kedudukan umat Islam sebagai khairu ummah (lihat QS Ali Imran ayat 110).
Pemberdayaan perempuan dalam Islam adalah mengoptimalkan potensi dan peran publiknya untuk kemaslahatan umat, yaitu berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar, dan membina umat dengan tsaqafah Islam.
Islam memberikan hak yang sama pada perempuan dalam menempuh pendidikan. Perempuan boleh menjadi guru, dokter, insinyur, dll. untuk mendedikasikan ilmunya demi kemaslahatan umat. “Bekerjanya” perempuan bukan untuk mencari uang, tetapi sebagai ibu arsitek peradaban. Peran keibuan mereka bukan “pekerjaan” yang mudah dan remeh, melainkan menyiapkan generasi cerdas dan saleh/salihah.
Inilah pandangan Islam tentang peran aktif perempuan. Hanya Islam yang mampu menempatkan perempuan pada kedudukan mulia. Dengan penerapan sistem Islam secara kaffah, tidak akan ada perempuan yang terpinggirkan. Mereka juga tidak dibebani dengan persoalan ekonomi.
Wallahu a’lam bishawab