| 142 Views

Penyaluran Listrik Tidak Merata, Kesejahteraan Nihil Adanya

Oleh : Kiki Puspita

Kemaslahatan rakyat dalam memperoleh listrik sampai saat ini belum dirasakan oleh semua masyrakat di negara ini. Hal ini menjadi salah satu pertanyaan dalam debat Pilkada Jabar 2024, sabtu (23/11/2024) Dimana meskipun sudah gencar disosialisasikan, Namun faktanya hingga kini masih ada 22.000 KK yang belum menikmatih fasilitas listrik. 

Ironi memang, negara kaya akan sumber daya alamnya,bahkan bisa dikatakan sebagai lumbung batu bara namun  listrik sampai saat ini juga belum merata dalam masyarakat. Bahkan bukan hanya belum meratanya listrik yang di terima masyarakat, masyarakat yang sudah mendapat listrik pun setiap tahunnya harus merasakan pahitnya TDL (tarif dasar  listrik) yang di naik setiap tahunnya. Seperti kita ketahui bersama sebagaimana ketentuan Permen ESDM No.28/2016 jo.Permen ESDM No.8/2023, penyesuian tarif tenaga listrik bagi pelanggan nonsubsidi dilakukan setiap tiga bulan, mengacu pada perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro, yakni kurs, Indonesia crude price (ICP), inflasi, serta harga batu bara acuan (HBA).

Tarif dasar listrik tidak akan bisa di dapat dengan murah,kalau kita mengacu pada ESDM yang menyebutkan setiap tiga bulan selalu ada penyesuain TDL. Inilah buah dari kapitalisme, sumber energi listrik batu bara di privatisasi dan dikapitalisasi. Akibatnya, perusahaan negara yang dalam hal ini PLN harus membeli bahan bakar listrik tersebut kepada swasta. Batu Bara yang di keruk dari perut bumi Indonesia ini merupakan bahan bakar sumber daya listrik yang sangat penting.Pada tahun 2023 saja, kebutuhan batu bara mencapai 161,2 juta ton, terdiri dari 83 juta ton untuk kebutuhan PLTU mililik PLN dan 78,2 juta ton untuk PLTU milik swasta (independent power producer/IPP) diseluruh Indonesia.

Kondisi ini membuat PLN harus berusaha untuk mendapatkan pasokan batu bara dalam memenuhi kebutuha tersebut. Disisi lain banyak perusahaan swasta yang menguasai batu bara ini.seandainya tambang baru bara dikelola oleh negara,lalu di salurkan melalui PLN, maka masyarakat pasti akan mendapatkan listrik dengan merata dan tidak anak mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Dalam sistem kapitalisme liberal, negara dengan keberlimpahan SDA lebih terlihat merana dibandingkan bahagia. Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, cadangan batu bara di Indonesia masih terhitung cukup besar, yakni sekitar 99,19 miliar ton dan cadangan sebesar 35,02 miliar ton. Jika produksi batu bara Indonesia diasumsikan 700 juta ton per tahun, cadangan batu bara baru Indonesia diproyeksi masih bisa dipakai hingga 47—50 tahun ke depan. Bahkan jika batu bara RI dipakai sendiri untuk kebutuhan dalam negeri, yakni dengan estimasi 200 jutaan ton per tahun, plus kalkulasi tren peningkatan kendaraan listrik (electric vehicle/EV), maka umur cadangan batu bara Indonesia bisa sampai 150 tahun.

Batu bara yang merupakan bahan pembangkit listrik, termasuk dalam barang tambang yang jumlahnya sangat besar. Atas barang tambang yang depositnya banyak, haram hukumnya dikelola oleh individu atau swasta. 

Rasulullah ﷺ bersabda, diriwayatkan Abyadh bin Hammal al-Mazaniy, “Sesungguhnya ia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka, beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis, ‘Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir.’ Akhirnya beliau bersabda, ‘(Kalau begitu) tarik kembali darinya.’” (HR Tirmidzi).

Tindakan Rasulullah ﷺ yang meminta kembali (tambang) garam setelah mengetahui jumlahnya sangat banyak dan tidak terbatas adalah dalil larangan individu memiliki barang tambang. Larangan tersebut tidak terbatas pada (tambang) garam, tetapi meliputi setiap barang tambang apa pun jenisnya dengan syarat jumlahnya banyak laksana air mengalir.

Pengelolaan sumber pembangkit listrik, yaitu batu bara, serta layanan listrik dalam hal ini PLN haruslah berada ditangan negara. Individu atau swasta tidak boleh mengelolanya dengan alasan apa pun.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik, negara dengan sistem Islam kafah (Khilafah) bisa menempuh beberapa kebijakan, yakni (1) membangun sarana dan fasilitas pembangkit listrik yang memadai, (2) melakukan eksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri, (3) mendistribusikan pasokan listrik kepada rakyat dengan harga murah, (4) mengambil keuntungan pengelolaan sumber energi listrik atau lainnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, dan papan.

Wallahua'alam bissowab.


Share this article via

63 Shares

0 Comment