| 255 Views

Penistaan Agama Terus Berulang, Urgensi Sistem Islam

Oleh : Iven Cahayati Putri
Pemerhati Sosial

Penistaan agama masih saja terjadi, berulang dan terus berulang. Kembali, viral nama Abuya Ghufron al-Bantani atau Abuya Mama yang menggemparkan negeri akibat mengaku telah menulis 500 kitab dalam bahasa suryani. Hal ini menyita banyak perhatian dan menilai Abuya Mama Ghufron menyebarkan kesesatan (suaranasional.com,19-6-2024).

Meski menggemparkan publik dan viral di dunia maya, sayangnya hingga detik ini Abuya Mama hanya mendapat kritik dan kecaman, dan belum juga diamankan oleh pihak berwajib. Padahal banyak pihak meminta agar ia ditindak. Pertanyaan berikutnya, mengapa demikian? Bukankah hal tersebut berpotensi merusak aqidah umat muslim di negeri ini? 

Namun, kita tidak bisa menampik bahwa sekalipun mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam, akan tetapi tidak berarti bebas dari pelaku ajaran yang menyesatkan umat Islam di dalamnya. Pelakunya semakin banyak, tingkahnya pun makin beragam. Mereka menginjak Al-Qur'an, mengaku wali, bahkan mengaku nabi. Meski begitu tindakan mereka belum mendapatkan hukuman serius bahkan banyak di antaranya tidak tersentuh hukum sama sekali. Rasanya keberadaan regulasi seperti Pasal 156a KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara tidak berdampak sedikit pun.

Jika demikian, sampai kapanpun akan terus bermunculan penista agama baru. Sebab sistem kehidupan yang berlaku saat ini menjadi lahan subur bagi para pelaku. Asasnya yang memisahkan agama dari kehidupan, pertama menjadikan pemahaman manusia yang hidup di dalamnya cenderung tidak mempertimbangkan halal dan halam dalam setiap perbuatannya. Kedua, di tengah kehidupan yang sangat jauh dari pemahaman agama, menjadikan masyarakatnya tidak mampu membedakan kebenaran dan kesesatan, sehingga membuat ajaran sesat mudah saja diterima.  

Belum lagi adanya jaminan kebebasan bagi setiap manusia, seperti kebebasan berbuat dan berbicara tentang apa pun, termasuk menyebarkan pemahaman yang keliru, turut memberikan jalan mulus bagi para penista agama. Karena kebebasannya, tidak ada satu pun pihak yang mengikat aktivitasnya, sekalipun melanggar aturan syariat.

Sungguh hal ini berbahaya, bagi masyarakat awam yang baru belajar Islam dapat terjerumus ke dalamnya. Sehingga mereka menjadi bibit-bibit ajaran sesat selanjutnya. Sedangkan bagi mereka yang menjadi korban ajaran sesat dapat melakukan justifikasi keliru kepada kelompok Islam yang lain, menolak ajaran Islam meski ajaran itu adalah kebenaran. 

Maka dari itu, sudah saatnya memikirkan bagaimana cara menumpas masalah penistaan agama yang menjamur ini. Hanya saja perlu dipahami bahwa penyebab rusaknya individu, masyarakat,  hingga penerapan sanksi yang bermasalah, adalah sistem yang diterapkan di dalamnya. Akibat kerusakan sistem negara yang ada, turut menyeret masalah lain sehingga membentuk persoalan hidup yang kompleks, termasuk kasus penistaan agama yang tidak pernah ada habisnya.

Tidak ada cara lain, kecuali dengan mengganti sistem sekuler-demokrasi dengan Islam yang berasal dari Sang Pencipta kehidupan, manusia, dan alam semesta. Dalam sistem ini, telah jelas bahwa aturan hidup merujuk pada syariat Islam yang keberadaannya untuk menyelesaikan seluruh persoalan umat manusia, termasuk masalah penistaan agama.

Khusus masalah penistaan agama, Islam memiliki metode yang khas untuk menangani masalah ini. Pertama adalah langkah preventif (pencegahan) yakni dalam sistem Islam menjadikan hukum syariat sebagai pedoman hidup, termasuk aturan kehidupan yang diberlakukan oleh negara untuk seluruh masyarakat. 

Pemerintah dalam negara Islam melakukan pemeriksaan kepada kitab-kitab sebelum diedarkan, termasuk jika ditemukan ada kekeliruan atau mengandung sumber yang tidak jelas sanadnya. Jika sumbernya dari luar negara Islam,  maka tugas mereka adalah melakukan proteksi dan pengawasan ketat. 

Berikutnya, sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang tujuannya adalah membentuk kepribadian Islam,  sehingga outputnya adalah output yang hebat, berpola pikir dan berpola sikap Islam. Mereka akan mampu memahami jika seluruh hal harus bersumber kepada hukum syara. Sehingga akan meninggikan kehati-hatian termasuk dalam menyebarkan sesuatu.

Selanjutnya, langkah kuratif (penanganan) yakni jika terdapat pelaku penistaan agama, maka berlaku uqubat (sanksi). Jenis hukumannya sudah pasti tidak memudah-mudahkan pelaku penistaan agama dan penyebaran ajaran sesat karena dapat merusak akidah kaum muslimin.  

Perlu diketahui, sanksi dalam Islam memuat aspek jawabir dan zawajir. Jawabir artinya menjadi penebus dosa sedangkan zawajir berarti memberikan efek jera. Begitu detail pengaturan kehidupan dalam islam.  Sangat menjaga aqidah kaum muslim agar tidak terkontaminasi dengan penyimpangan. Maasyallah, lalu masihkah kita berharap kepada sistem selain Islam? 

Wallahu'alam bisshowwab.


Share this article via

55 Shares

0 Comment