| 288 Views

Penerapan Sistem Kapitalisme, Ketatanegaraan Dibangun Dengan Paradigma Bisnis, MMH: Kedaulatan Pangan Makin Mustahil

Oleh : Ayumi Kira

Muslimah Media Hub (MMH) mengungkapkan, penerapan sistem kapitalisme, dimana sistem ketatanegaraannya dibangun dengan paradigma bisnis, dengan demikian akses pupuk semakin sulit didapatkan, bahkan terwujudnya kedaulatan pangan dan ketahanan pangan semakin mustahil.

“Akses pupuk semakin sulit didapatkan, lebih jauh lagi, cita-cita terwujudnya kedaulatan pangan dan ketahanan pangan semakin mustahil, Sistem kapitalisme hanya bisa mendzalimi para petani, para penguasa dalam sistem kapitalisme adalah orang-orang berjiwa pebisnis sehingga setengah hati bahkan abai urusan rakyatnya,” bebernya _dalam acara The Topics, Akses Pupuk Makin Sulit, Petani Menjerit, di kanal YouTube Muslimah Media Hub (MMC),_ Rabu (26 Juni 2024). 

Video tersebut memaparkan, nasib malang kini menimpa para petani. Seperti petani di wilayah Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat NTT, terpaksa harus menempuh jarak 80 km demi mendapatkan pupuk bersubsidi. 

“Hal ini terungkap dalam temuan tim Satgassus Pencegahan Korupsi Polri saat mementau penyaluran pupuk subsidi di NTT (18-22 juni 2024), hal serupa juga dialami petani di kecamatan Soko Kabupaten Tuban, mereka terpaksa membeli pupuk bersubsidi dengan harga Rp. 270 ribu/sak untuk kemasan 50 kg. Padahal jika mengacu pada aturan permentan No 60/SR.310/12/2015 pemerintah menetapkan HET pupuk bersubsidi tahun 2016 untuk urea Rp. 1.800 / kg atau Rp. 90 ribu / 50 Kg,” tegasnya.

MMH menilai, penyaluran pupuk telah dibisniskan, para mafia pupuk pun ikut menyerobot jatah pupuk kemudian menjualnya kembali ke petani dengan harga tinggi. Hal ini didukung pula dengan tidak adanya tindakan tegas dari dinas terkait dan aparat penegak hukum.

“Ditambah lagi sistem kapitalisme meniscayakan kebutuhan masyarakat karena dibangun dengan orientasi materi yang hanya memikirkan untung dan rugi. Belum lagi para kapital lah yang memegang kendali pengadaan dan distribusi pupuk. Sedangkan negara hanya sebagai regulator saja,” jelasnya.

Bahkan,MMH mengungkapkan, pemerintah berhutang sebesar Rp. 12,5 Triliun kepada PT Pupuk Indonesia (Persero), Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi menyatakan, “Utang tersebut terdiri atas tagihan berjalan april 2024 sekitar Rp. 2 Triliun dan sisanya merupakan tagihan subsidi pupuk pada 2020, 2022 dan 2023 yang belum dibayarkan pemerintah.” tambahnya 
 
Apalagi lanjut MMH, distribusi subsidi tepat sasaran dan sesuai kebutuhan bukan hal yang sulit. Padahal menjamin distribusi pupuk bersubsidi tepat sasaran dan sesuai kebutuhan bukan hal yang sulit diwujudkan. Asalkan paradigma kepemimpinan itu benar yakni keberadaan pejabat terkait beserta jajarannya berjiwa pengurus, “bidang pertanian benar-benar dianggap sebagai sektor strategis bukan bisnis.,serta manajemen pertanian yang mudah, cepat, tepat sasaran dari hulu hingga hilir” tandasnya.


Share this article via

77 Shares

0 Comment