| 33 Views
Pendidikan Kapitalistik: Akar Kerapuhan Moral Generasi

Oleh : Rosi Ummu Aura
Muslimah Peduli Umat
Kecurangan Ujian dan Cermin Buram Dunia Pendidikan
Dikutip dari Kompas.com (25 April 2025), kasus menyontek dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) SNBT 2025 kembali mencuat. Dalam dua hari pertama ujian (23–24 April), panitia mendapati 14 kasus kecurangan. Meski hanya 0,0071% dari 196.328 peserta sesi 1–4, kejadian ini tidak bisa dianggap sepele.
Yang mengejutkan, para peserta menggunakan teknologi mutakhir. Menurut Prof. Eduart Wolok, Ketua Umum SNPMB, sejumlah peserta mencuri soal dengan ponsel dan remote desktop, bahkan ada yang menggunakan kamera tersembunyi di kancing, kuku, behel, hingga sepatu. Beberapa peserta juga terindikasi mengikuti ujian di lokasi jauh dari domisili sekolah demi menjalankan aksi curang.
Fenomena ini semakin menegaskan bahwa praktik curang dalam pendidikan sudah sistemik. Deputi KPK, Wawan Wardiana, mengungkapkan bahwa 78% sekolah dan 98% kampus terindikasi praktik menyontek (24 April 2025). Ini memperlihatkan betapa meluasnya krisis integritas di dunia pendidikan.
Sekularisme dalam Sistem Pendidikan
Maraknya kecurangan menghasilkan SDM lemah karakter, tidak jujur, dan oportunis. Jika generasi seperti ini menduduki jabatan strategis, bisa dibayangkan rusaknya tatanan negara akibat mentalitas korup dan egoistik.
Padahal, pendidikan idealnya mencetak insan jujur. Namun, orientasi pendidikan kini hanyalah nilai tinggi, bukan integritas. Sistem yang dianut—sekular dan materialistis—mendorong siswa menghalalkan segala cara demi prestasi akademik.
Kurikulum sekuler membatasi porsi pendidikan agama, bahkan di madrasah. Kontennya pun kian tergerus arus moderasi yang melemahkan akidah. Pendidikan agama hanya jadi materi hafalan demi nilai, bukan pembentukan karakter muslim sejati. Guru pun disibukkan tugas administratif, mengabaikan pembinaan moral siswa.
Di kampus, dosen—yang semestinya jadi panutan—justru terjerumus dalam plagiarisme dan praktik tidak etis demi tunjangan atau jabatan. Bahkan ada yang memanipulasi program magang untuk kepentingan pribadi, mencederai amanah akademik.
Kapitalisme Menyuburkan Komersialisasi Pendidikan
Sistem pendidikan juga semakin kapitalistik. Biaya sekolah dan kuliah kian mencekik, diperparah oleh kebijakan Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang menuntut kemandirian finansial kampus. Akibatnya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) melambung, menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Tujuan belajar pun bergeser: bukan demi pengabdian, tapi demi penghasilan.
Ini mencerminkan kegagalan negara mencetak generasi bertakwa. Selama sekularisme dan kapitalisme jadi fondasi, kecurangan akan terus mengakar. Diperlukan perubahan menyeluruh menuju sistem pendidikan Islam sebagai solusi hakiki.
Pendidikan Islam: Menanamkan Takwa dan Kejujuran
Pendidikan dalam Islam adalah bagian dari penerapan syariat secara menyeluruh (kafah) dalam bingkai Khilafah. Islam mewajibkan umat bertakwa sebagai konsekuensi iman. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa...” (QS Ali Imran [3]: 102).
Dalam sistem ini, pendidikan bertujuan membentuk kepribadian islami (syakhsiyah Islamiyah), dengan strategi yang melandaskan seluruh aspek pembelajaran pada akidah. Kurikulumnya disusun agar membentuk pola pikir (aqliyah) dan jiwa (nafsiyah) yang islami (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah Dustur, pasal 165–167).
Materi pelajaran disusun berdasarkan dua jenis ilmu:
1. Ilmu sains untuk mengembangkan akal dan memahami fakta kehidupan;
2. Ilmu syariat untuk membentuk pola pikir dan jiwa islami.
Keduanya berlandaskan akidah Islam, sebagai standar dalam berpikir dan bertindak. Jika bertentangan, maka ilmu itu ditolak. Jika tidak, maka bisa diterima dengan tetap menjunjung nilai-nilai Islam.
Pendidikan Gratis dan Berkualitas dari Negara
Dalam Khilafah, pendidikan disediakan secara gratis, tanpa membedakan status ekonomi. Negara membiayai sepenuhnya melalui Baitulmal. Sarana pendidikan memadai, dan gaji guru tinggi agar fokus mendidik, bukan sibuk urusan administratif.
Ujian pun bukan sekadar angka, tapi mengukur kemampuan secara holistik: tertulis, lisan, hingga praktik. Guru dipilih dari kalangan saleh, berilmu, dan profesional—mereka menjadi teladan dalam integritas dan keikhlasan.
Lingkungan Sosial dan Politik yang Mendukung
Sistem politik Khilafah menegakkan keadilan dan bersih dari korupsi. Pejabat yang curang mendapat hukuman tegas. Masyarakat dibina untuk takwa, bukan sekadar patuh hukum. Karena itulah, kejujuran bukan hanya nilai pribadi, tapi bagian dari sistem sosial yang dibangun negara.
Dengan sistem Islam, lahirlah generasi jujur, amanah, dan bertakwa, karena pendidikan bukan sekadar formalitas, tapi misi peradaban.
Wallahu a’lam bishshawab.