| 10 Views
Pendidikan Generasi Adalah Hak Dasar Syar’i dan Tanggung Jawab Negara

Oleh: Uli ash Shafiyah
Pemerhati Masalah Generasi
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Tatang Muttaqin mengatakan faktor ekonomi dan membantu orang tua mencari nafkah menjadi penyumbang terbanyak pada tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia. Angka ATS yang disebabkan oleh faktor ekonomi adalah sebanyak 25,55 persen dan mencari nafkah sebanyak 21,64 persen.
Penyebab ATS tertinggi selanjutnya adalah menikah, merasa pendidikan cukup, disabilitas, akses yang jauh, perundungan dan faktor lainnya. Tatang menilai fenomena ATS ini terlihat pada anak usia sekolah menengah, di mana kemungkinan putus sekolah semakin besar seiring bertambahnya usia.
Dalam data yang dipaparkannya, Tatang mengatakan ada 3,9 juta lebih anak yang tak bersekolah. Kategori putus sekolah sebanyak 881 ribu orang, lulus dan tidak lanjutkan sebanyak lebih dari 1 juta orang, dan belum pernah bersekolah berada di angka lebih dari 2 juta orang (tirto.id, 19/5/2025).
Salah satu tugas negara sebagai penyelenggara pemerintahan sesuai amanat undang-undang adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka sudah selayaknya negara menyiapkan pendidikan dan sarana pra sarana penunjangnya secara layak dan memadai. Termasuk memastikan seluruh rakyat dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Namun faktanya sungguh miris dan memilukan. Negara beserta jajaran pejabat negeri ini telah gagal mewujudkan amanat mulia tersebut. Alih-alih menjalankan amanat itu, bekerja dengan tulus dan ikhlas untuk kepentingan rakyat, sebaliknya dominan yang diburu adalah kepentingan pribadi dan golongannya.
Pendidikan sebagai pilar penting bagi kemajuan generasi dan peradaban, telah menjadi barang langka di negeri ini. Hanya dimiliki orang dari kalangan tertentu saja, kalau kalangan bawah akan sangat sulit untuk memilikinya. Sebab statusnya telah beralih menjadi komoditas ekonomi yang eksklusif dan bergengsi. Maka jamak ditemukan anak yang putus sekolah atau bahkan tidak bersekolah karena himpitan ekonomi yang semakin mencekik. Lantas, kalau generasi justru tidak mendapatkan pendidikan atau putus sekolah, maka bagaimana nasib bangsa ini ke depannya? Tentu akan sangat jauh dari harapan, bangsa dan negara akan tertinggal dan menjadi sapi perah para penguasa dunia.
Meski memang, negara tidak sepenuhnya lari dari tanggung jawab dan berlepas diri mengurusi pendidikan. Namun upaya yang dilakukan dengan program-program khusus, nampak setengah hati dan tidak menyelesaikan masalah. Misalnya saja bantuan berupa dana BOS dan KIP bagi keluarga miskin, tapi hanya menjadi bantalan ekonomi keluarga sesaat. Akar masalah kemiskinan dan ketimpangan pendidikan masyarakat tetap saja ada, tidak bisa diselesaikan. Jelas ini sebuah kegagalan yang nyata. Kegagalan yang dipanen dari penerapan sistem kapitalisme sekuler liberal. Segala hal dinilai dengan materi dan untung rugi, kalau tidak punya kemampauan materil maka tidak akan bisa menikmati fasilitas atau sekedar memenuhi kebutuhan dasar.
Untuk menutupi kegagalan intervensi ala sistem kapitalisme, pemerintahan Prabowo menggagas Sekolah Rakyat untuk anak orang miskin (kurang mampu) dan Sekolah Garuda Unggul untuk anak orang kaya (mampu) sebagai jalan tengah yang bersifat akomodatif. Program-program kebijakan ini akan dinarasikan rezim sebagai upaya untuk pemerataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejatinya program tersebut hanyalah program populis yang tidak menyelesaikan akar masalah, sekedar tambal sulam dalam sistem kapitalisme.
Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar anak bahkan hak-hak syar’i warga negara sebagaimana kesehatan dan keamanan. Negara secara langsung bertanggungjawab memenuhi seluruh kebutuhan dasar publik di mana negara sebagai penyelenggara sekaligus memenuhi pembiayaan dari Baitul Maal. Tidak ada dikotomi akses pendidikan bagi anak orang kurang mampu dan anak orang kaya baik di kota maupun di daerah pinggiran yang jauh dari pusat kota. Pendidikan bukan komoditas ekonomi yang diperjual belikan apalagi menjadi penyokong masalah ekonomi negara.
Islam menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam, berakhlak mulia yang menguasai tsaqofah Islam, ilmu sains dan teknologi. Generasi muslim yang lahir darinya akan menjadi ulama dan mujahid untuk kemajuan peradaban Islam. Pembiayaan pendidikan dalam Islam sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara. Anggaran Baitul Maal kaum muslimin yang berasal dari pengelolaan kepemilikan umum dan negara, akan sangat melimpah karena mekanismenya sesuai syariat Islam.
Demikianlah ketika sistem Islam menjadi landasan kehidupan yang mengatur segala aspek termasuk pendidikan. Pendidikan Islam akan menjadi mercusuar dunia, kiblat masyarakat internasional. Kemuliaan dan kemajuan peradaban manusia hanya akan terwujud dalam Islam.
Wallahu'alam