| 143 Views
Pendidikan dikapitalisasikan

Oleh : Yuliana, S.E.
Muslimah Peduli Umat
KOMPAS.com - Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai tindakan guru sekolah dasar (SD) yang meminta siswanya duduk di lantai karena menunggak biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan. Meski sekolah swasta memiliki kebijakan mandiri dalam pengelolaan keuangannya, menurutnya tetap ada batasan yang harus dijaga agar tindakan mereka tidak mencederai hak-hak siswa. "Tindakan meminta murid belajar di lantai, karena menunggak SPP selama tiga bulan sebagaimana kasus di sebuah SD swasta di Medan, merupakan tindakan yang tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan yang menjunjung tinggi hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi," kata Hetifah kepada Kompas.com, Minggu (12/1/2025).
.
Hetifah menjelaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang bermartabat sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Menurutnya, hal itu merupakan perspektif pendidikan dan etika.
Ia pun menyayangkan tindakan guru yang dianggap bisa berdampak buruk bagi anak tersebut. "Secara psikologis anak, tindakan tersebut tentu dapat berdampak buruk pada kepercayaan diri dan kesehatan mental anak," papar politikus Partai Golkar ini.
Dirinya meminta pihak sekolah mengingat bahwa pendidikan bukanlah sekadar layanan jasa, melainkan juga tanggung jawab sosial membangun sebuah generasi bangsa. Oleh karena itu, menyikapi hal ini, pihak sekolah diminta membuka komunikasi dengan orang tua siswa guna mencari solusi pembayaran. Di lain sisi, solusi ini jangan sampai merugikan hak siswa. Hetifah mendorong pemerintah daerah (Pemda) juga turun tangan menangani kasus ini. "Pemerintah Daerah perlu memperkuat program bantuan biaya pendidikan atau subsidi untuk siswa dari keluarga tidak mampu," ungkapnya.
Selain itu, perlu ada pengawasan lebih ketat terhadap praktik di sekolah, termasuk sekolah swasta, untuk memastikan tidak terjadi tindakan diskriminatif yang mencederai hak pendidikan anak," tambahnya. Komisi X, lanjut Hetifah, berharap kasus ini dapat menjadi pengingat semua pihak untuk memperkuat pengawasan dan memastikan akses pendidikan yang bermartabat bagi semua siswa, tanpa terkendala masalah finansial. Diberitakan sebelumnya, seorang siswa kelas IV SD di Kota Medan, berinisial MA, mendapat hukuman belajar di lantai karena belum melunasi tunggakan SPP selama tiga bulan. Peristiwa ini terjadi di salah satu SD swasta yang dikelola Yayasan Abdi Sukma.
Hukuman tersebut berlangsung dari tanggal 6 hingga 7 Januari 2025, seperti yang diungkapkan oleh ibu MA, Kamelia (38). "Dari Senin (6/1/2025), anak saya disuruh duduk di lantai dari pukul 08.00 hingga 13.00," ujar Kamelia saat ditemui di kediamannya di Jalan Brigjen Katamso, Medan, Jumat (10/1/2025). Kamelia menjelaskan bahwa anaknya malu datang ke sekolah karena perlakuan tersebut.
Nasib anak negeri makin ngeri
Pendidikan merupakan hak pokok bagi seluruh umat. Pendidikan umat merupakan tanggung jawab sepenuhnya pemerintah dalam sebuah negara, pemimpin sebagai junnah (prisai) bagi pendidikan anak-anak generasi bangsa. Pemerintah bertanggung jawab mencerdaskan anak-anak, dengan pendidikan anak-anak bisa berfikiran dengan cemerlang. Dengan pemikiran yang cemerlanglah anak-anak mampu mencerna dari mana kita berasal, apa tujuan kita diciptakan, dan ke mana kita setelah kehidupan. Namun hal tersebut hanyalah hayalan belaka, karena pemerintah tidak berperan sebagai mana mestinya.
Pemerintah menyerahkan pendidikan dengan swasta, sehingga peraturan yang berlaku sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh swasta itu sendiri.
Dan rakyat disuruh memikirkan sendiri bagaimana memperoleh pendidikan yang baik. Sudah jelas di sini terjadi hukum siapa yang beruang dialah yang mampu mengecapi pendidikan yang bagus, bagi yang tidak beruang maka menanggung ketidakberdayaan dan bahkan harus menanggung anak-anak yang putus sekolah yang diakibatkan oleh keterbatasan dana.
Potret pendidikan negeri saat ini, buah hasil dari sistem sekulerisme yang mendoktrinkan bahwa pendidikan itu merupakan tanggung jawab dari individu itu sendiri. Kejadian siswa dihukum oleh oknum guru di salah satu sekolah dasar di Medan sangatlah menyayat hati, dan mecerminkan sistem yang sangat kronis. Anak-anak seharusnya mendapat perlindungan baik dari segi fisik maupun mental, dan seharusnya mendapat perlindungan tersebut dari orangtua atapun guru. Sangat disayangkan bahwa yang merusak mental anak tadi adalah orang dewasa yang berperan sebagai gurunya sendiri. Karakter guru tadi tentu tidak lepas dari pengaruh dari sistem yang ada saat ini.
Dunia pendidikan tidaklah baik-baik saja. Biaya yang meroket membuat para orangtua menjadi berfikir ulang untuk melanjutkan pendidikan anak ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak anak-anak yang putus sekolah memutuskan untuk bekerja mencari kehidupan sendiri dan juga keluarga. Ada yang menjadi buruh tani, buruh bangunan, ada juga merantau ke negeri jiran menjadi TKW atau TKI. Anak-anak tidak lagi dibina untuk menjadi anak yang cerdas dan berpemikiran cemerlang untuk memikirkan umat. Tapi, anak-anak dewasa bahkan tua belum pada waktunya, mereka digiring untuk memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan kebutuhan dirinya sendiri.
Jadi bagi orangtua yang mampu menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, konsep berfikir dalam hidup di sistem kapitalime ini beda dari konsep Islam. Dalam sistem ini konsep pendidikan hanya mencari kemanfaatan duniawi semata. Anak-anak sudah kontrak pemikirannya oleh orangtuanya sendiri bahwa setelah menyelesaikan pendidikan si anak hendaklah bisa mendapatkan pekerjaan yang layak menurut orangtua masing-masing.
Orangtua pada umumnya hanya memikirkan cita-cita sebatas dunia semata. Orangtua sangat khawatir ketika anak mereka tidak bisa memperoleh pekerjaan yang layak dalam persaingan dunia kerja. Tidak banyak orangtua yang memikirkan masa depan akhirt anak, karena terbawa arus kapitalisme maka pemikiran orangtua pada umumnya sangat kental dengan jalan pemikiran kapitalisme itu sendiri.
Islam sangat memperhatikan pendidikan anak
Dalam Islam pendidikan gratis. Pendidikan merupakan hak pokok setiap individu rakyat. Jadi negara menjamin hak pendidikan, negara bertanggung jawab mencerdakan anak bangsa. Karena dengan lahirnya generasi yang cerdas, maka mereka akan mampu memikirkan keadaan umat. Biaya pendidikan dalam Islam di ambil dari Baitul Mal. Dalam Islam pendidikan menerapkan kurikulum yang berasaskan aqidah Islam.
Anak-anak dididik sesuai dengan syari’at Islam. Islam memandang ilmu mampu membuat manusia jauh dari kekufuran dan kebodohan. Pikiran orang-orang berilmu akan lebuh mudah terarah ke arah ketaatan.
Allaah berfirman:
Artinya: dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwa (Al-Quran) itu benar dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya. Dan sungguh, Allahpemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (Q.S. Al-Hajj : 54)
Ibnu Mas’ud ra berkata: Cukuplah rasa takut kepada Allah menjadi bukti dari ilmu dan cukuplah sikap lancang kepada Allah menjadi bukti kebodohan.
Jadi, Islam memandang pendidikan merupakan hak setiap individu. Hal ini juga merupakan keawajiban dalam syariat Islam. Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan akan terjamin bagi setiap individu ketika Daulah Islamiay itu tegak dan semua peraturan Allah di terapkan.
Wallahu a’lam.