| 232 Views

Pemimpin Yang Amanah Dalam Islam

Oleh : Dinna Chalimah
Pegiat Literasi, Ciparay Kab. Bandung

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai Presiden kedelapan dan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-14 di Gedung Nusantara, kompleks parlemen (MPR/DPR/DPD RI), Senayan, Jakarta, pada Minggu (20/10/2024).

Presiden ke-8 Republik Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan pidato perdana selepas dilantik. Prabowo membacakan pidato perdana sebagai presiden di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Prabowo di dalam pidatonya menyinggung berbagai hal, mulai dari potensi ancaman dan tantangan ke depan bagi Indonesia, upaya memerangi korupsi, mengajak konsolidasi seluruh komponen bangsa buat bersama-sama mewujudkan cita-cita Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sampai janji buat terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina

Pergantian Presiden dan Wakil Presiden ini adalah moment yang penting untuk merefleksikan kembali peran pemimpin dan wakilnya dalam memberikan pelayanan di tengah masyarakat. Dalam sistem demokrasi, pemimpin memiliki tanggung jawab besar kepada setiap warga negara, tanpa memandang latar belakang agama, ras, atau suku. Keberhasilan seorang pemimpin dalam mengayomi kesejahteraan masyarakat.

Presiden yang baru memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mendukung kerukunan antar umat beragama dan tidak menyalahi aturan agama. Adanya keberagaman di Indonesia, memerlukan pendekatan yang bijak. Pemimpin baru harus mampu bersikap adil dan menjalankan hukum Allah SWT.

Dengan pergantian pemimpin baru dianggap sebagian masyarakat untuk menaruh berbagai harapan baru, menuju perubahan yang lebih baik lagi. Demokrasi menganggap bahwa keberhasilan kepemimpinan itu terletak pada keberhasilan individu yang memimpin. Padahal, jika kita menelisik lebih mendalam, kerusakan ini bersumber pada rusaknya sistem yang diterapkan di negeri ini, yaitu kapitalisme-Demokrasi. Dimana bahwa Demokrasi adalah sistem buatan akal manusia yang membuat kerusakan.

Ditambah lagi memimpin sebuah negara pertanggungjawabannya sangat berat dihadapan Allah SWT nanti, di dunia juga di akhirat. Memimpin sebuah negara perkara yang tidak mudah, sehingga tidak semua orang layak memimpin negara dan mengurusi urusan umat. Karena itulah ketika Khalifah Umar bin Khattab ra. diminta agar anaknya nanti yang menggantikan beliau, Umar menolak keras. Umar lebih suka anaknya hanya menjadi pedagang atau petani saja.

Keadilan dalam sistem Kapitalis-Demokrasi tidak bisa diharapkan. Harapan satu-satunya hanya ada pada Islam. Islam tidak hanya sekedar agama tetapi juga sistem kehidupan yang adil. Islam datang dari Allah SWT Yang Maha Adil. Sedangkan demokrasi datang dari akal manusia yang lemah, terbatas, selalu terjadi pertentangan dan serba kurang.

Seorang muslim yang bertakwa justru akan takut ketika diberi amanah kepemimpinan. Apalagi jika sistem yang diterapkan itu bukan Islam. Tentu tidak akan ada harapan untuk bisa mewujudkan keadilan bagi masyarakat umum. Mu'min yang bertakwa, kalau diberi amanah kepemimpinan akan khawatir dan takut tidak dapat berlaku adil, takut bersikap dzalim selama menjadi pemimpin, sama sekali tidak haus akan kepemimpinan dan kekuasaan apalagi meminta agar diberi amanah kepemimpinan. Padahal bisa jadi dia yang paling layak untuk memimpin.

Tetapi bagi orang-orang yang haus akan jabatan dan cinta dunia justru berharap jabatan kepemimpinan ada padanya. Bahkan orang yang haus akan kepemimpinan akan berusaha sekuat tenaga dan segenap kemampuan bagaimana agar kepemimpinan berada di tangannya meski harus menghalalkan segala macam cara. Meski harus melakukan cara curang dan menipu. Jadi, wajar pada saat ia berhasil duduk dan berkuasa maka ia akan terus berlaku curang dan menipu demi menutupi kecurangan-kecurangan yang telah dilakukan sebelumnya.

Semasa kepemimpinan Rasulullah Saw. sistem yang diterapkan adalah syariat Islam kaffah. Sehingga, melahirkan pemimpin yang beriman dan bertakwa.

Sebagaimana seorang qadhi di masa Rasulullah Saw. Yakni Muadz bin Jabal yang diangkat untuk wilayah Yaman. Rasulullah Saw. bertanya kepada Muadz bin Jabal, “Bagaimana kamu memutuskan perkara jika diajukan perkara kepadamu dalam urusan hukum? Muadz menjawab, saya akan putuskan dengan kitab Allah Swt. ,” jawab Muadz dengan lugas.

Kemudian, Nabi Saw. bertanya kembali, “Bagaimana jika tidak engkau temukan dalam kitab Allah Swt.? “Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah Saw., jawab Muadz. Rasulullah bertanya kembali, jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah Rasulullah Saw. dan tidak pula dalam Kitab Allah Swt.? Muadz menjawab, saya akan berijtihad dengan pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Maka Rasulullah Saw. menepuk dadanya seraya bersabda, “Segala puji bagi Allah Swt. yang telah menyamakan utusan dari utusan Allah Swt. sesuai dengan yang diridhai Rasulullah.” (HR. Abu Dawud).

Didalam hadist ini kita tahu bahwa, tidaklah seorang pemimpin diserahi urusan, melainkan ia akan menyelesaikan masalahnya dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Penerapan aturan Allah Swt. juga akan mendatangkan keberkahan bagi seluruh alam. Syariat Islam menetapkan bahwa, tugas pemimpin negara adalah melaksanakan sistem Islam secara menyeluruh.

Peran pemimpin yaitu sebagai penjaga dan penanggung jawab kehidupan rakyat. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya harus sejalan dengan syari'at Islam, bukan melalui Demokrasi, tetapi penegakkan Khilafah Islamiyah. Sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Wallahu a'lam bish shawwab


Share this article via

59 Shares

0 Comment