| 352 Views

Pemberdayaan Wanita Bagi Sektor Pariwisata, Benarkah Menjadi Solusi?

Oleh : Aydina Sadidah 

Dalam konferensi pariwisata PBB kedua yang diadakan di Bali tanggal 2 Mei 2024 kemarin, menuai beragam respon dari khalayak ramai terutama dari kalangan wanita. Konferensi yang berjudul "The 2nd UN Tourism Regional Conference on the Empowerment of Women in Tourism in Asia and The Pacific", membahas akan betapa pentingnya peran kaum hawa dalam bidang pariwisata. 

UN Tourism sendiri merupakan sebuah bada khusus dari Persatuan bangsa-bangsa (PBB) yang bertugas untuk mempromosikan distrik pariwisata yang mampu bertanggung jawab, berkelanjutan, dan diakses secara universal. 

Harry Hwang selaku Director of the Regional Departement of Asia and The Pacific UN Tourism, ketika konferensi berlangsung menyatakan, "Berdasarkan agenda 2030 PBB untuk tujuan pembangunan berkelanjutan dan kode etik pariwisata global, kami memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa pariwisata memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan lelaki dalam berkontribusi terhadap pencapaian kelima, yaitu mencapai kesetaraan gender." (Antara.com 2/5/2024)

Jumlah delegasi yang hadir dalam konferensi UN Tourism ini kurang lebih berasal dari 40 negara. Dengan dipimpin oleh para pakar dari negara-negara peserta, para delegasi berdiskusi mencari solusi agar sektor pariwisata ini memiliki peluang bagi kaum wanita dan anak-anak untuk bisa ikut berkonstribusi.

 "Kita berkumpul di sini dengan tujuan yang sama yaitu untuk masa depan sektor kita, pariwisata yang menawarkan peluang yang lebih banyak dan lebih baik untuk pemberdayaan perempuan dan anak, serta lingkungan pariwisata yang mewujudkan kesetaraan gender," ucap Harry Hwang. (Suara.com 2/5/2024)

Sepintas memang terlihat solusi yang ditawarkan dari UN Tourism merupakan keputusan jalan tengah terbaik. Sebab disamping mencari inovasi baru untuk meningkatkan sektor pariwisata, UN Tourism juga menawarkan sebuah peluang bagi para wanita dan anak-anak untuk dapat ikut andil didalamnya. Namun adalah sebuah kesalahan apabila kita hanya sekedar memandangnya dari sisi positifnya saja, sebab ternyata sisi negatifnya memiliki dampak kerusakan yang jauh lebih besar dari sisi positifnya.

Bila kita tinjau kembali tujuan UN Tourism, kita akan menemukan bahwa mereka ingin meningkatkan sektor pariwisata dengan menggunakan inovasi pemberdayaan wanita yang coba dimaksimalkan. Namun kenyataan yang ada mereka berlindung dibalik tudung kesetaraan gender dan berusaha menarik para pejuang feminis untuk memakbulkan pemberdayaan wanita ke sektor pariwisata ini, padahal nyatanya mereka hanya ingin menjadikan wanita sebagai inovasi baru dalam mendulang cuan.

Para kapitalis itu tak akan pernah letih mencari materi dan mereka merupakan orang-orang 'luar biasa' yang mampu menyulap apapun yang mereka temui menjadi bisnis, mereka juga jago membuat kepentingan mereka sendiri terlihat seakan-akan kepentingan itu milik umat, maka merekayasa alasan juga merupakan keahlian mereka.

Memang UN Tourism berniat baik dengan membuka peluang bagi wanita untuk turut andil meningkatkan sektor pariwisata, namun bila kita lihat kembali lewat sudut pandang yang berbeda, akan nampak bahwa wanita itu tak berharga bila tak bisa menghasilkan uang. Namun begitu mereka melihat peluang cuan dari wanita, mereka akan langsung menggarapnya dan menyanjung-nyanjungnya seakan hal itu adalah inovasi paling jenius lagi mutakhir. Padahal kenyataannya, para kapitalis hanya sebatas ingin memanfaatkan wanita untuk semakin mempertinggi gunungan kekayaan mereka.

Maka bukankah pada akhirnya wanita ini selalu menjadi 'victim' (korban) bagi para kapitalis yang senantiasa berusaha untuk memupuk kekayaan? Para feminis, kemuliaan apa yang kalian perjuangkan? Bukankah pada akhirnya wanita sama-sama menjadi korban?

Upaya UN Tourism untuk memberdayakan wanita ke sektor pariwisata juga merupakan langkah yang dapat membahayakan generasi kita berikutnya. Apabila para ibu bekerja keluar rumah, maka siapa yang mendidik anak-anak nya? Jangan heran bila beberapa tahun kedepan akan lahir generasi yang rusak parah, sebab sejak dini tak pernah mendapat pendidikan dari keluarganya. 

Adapun sebenarnya sektor pariwisata ini sendiri termasuk kedalam sektor nonstrategis, yang artinya kita tidak seharusnya memfokuskan pandangan kita kesana. Sektor strategis yang melimpah ruah kekayaannya dan jelas memiliki potensi cemerlang didalamnya seharusnya jangan sampai kecolongan oleh asing. Seperti sektor SDA contohnya, berapa banyak tambang di Indonesia yang ternyata pemiliknya dari asing? 

Pada nyatanya segala sumber daya yang ada di Indonesia telah dikeruk oleh asing. Tak cukup dengan tambang saja, tapi perkebunan, pertanian, peternakan, dsb bukan lagi menjadi milik rakyat. Rakyat hanya mendapat sisa-sisa kerukan dari apa yang didapat oleh asing. 

Segalanya hanyalah sebatas permainan para kapitalis belaka. Ketika para pion telah ditempatkan, uang mengalir ke kantong mereka dengan lebih mudah. 

Maka sejatinya sistem Kapitalis ini sendiri merupakan sistem yang gagal. Gagal menyelesaikan problematika umat, gagal menyejahterakan rakyat, gagal menggerakkan setiap sektor perbidangan yang termasuk didalamnya kesehatan, pendidikan, pariwisata, dsb. Kegagalan sistem Kapitalis ini tak perlu lagi diperdebatkan, segala bukti telah terumbar. Bahkan dengan banyaknya bukti yang telah 'bocor' di sana-sini, kita dapat mengindikasikan bahwa sistem kapitalisme ini sedang berada diambang kehancuran. Apakah kita masih mau berpegangan dengan sistem yang sebentar lagi jatuh ini? Lantas kepada siapakah kita meminta solusi atas semua ini?

Sistem yang merusak inilah sumber dari segala masalah. Sistem yang berasaskan pada materi ini selalu mendorong rakyat untuk berlomba-lomba mencari materi dengan cara apapun. Halal-haram diterobos, hukum dianggap angin lalu, ajaran agama telah terlanjur dicampakan, seakan-akan segalanya menjadi 'sah' bila yang dikejar adalah materi. Hal-hal seperti kekayaan hanya berputar dikalangan atas saja sudah menjadi hal yang dimaklumi, sebab segalanya 'sah-sah' saja. Maka fenomena yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin, bukan lagi perkara yang dipertanyakan keadilannya.

Berangkat dari sini, kita tahu bahwa kerusakan ini tak akan pernah bisa tuntas bila sumber dari masalah ini tidak dicabut. Yang menjadi sumber masalah sekarang ini bukanlah rezim yang dzolim, tapi sistem yang kita pakai. Meskipun rezim dimata kita terlihat sebagai sumber masalah, padahal nyatanya setelah beberapa dekade bergonta-ganti pemimpin kita tetap 'nge-stuck' dengan segala kerusakan ini. Jadi yang harus diganti itu sistemnya, bukan ganti pemimpinnya. Itulah satu-satunya jalan agar kita bisa memperbaiki semua kerusakan ini.

Kemudian muncullah pertanyaan, "lantas kini sistem apakah yang harus kita gunakan?" Jelas hanya ada satu jawabannya, sistem ini adalah sistem yang telah dibuktikan oleh sejarah mampu menyejahterakan rakyat selama berabad-abad, namun sayangnya telah diburamkan eksistensinya dari dunia, yakni sistem Islam. 

Sistem Islam adalah sistem yang berlandaskan pada hukum Sang Pencipta, sehingga kecil kemungkinan adanya kerusakan ataupun perselisihan. Sebab Pencipta adalah eksistensi paling sempurna yang tiada dapat dibandingkan dengan makhluk manapun dimuka bumi ini. Sebab Sang Pencipta sendirilah yang tahu akan makhluk-Nya, maka hukum-hukum yang difirmankan-Nya tak akan memiliki cacat.

Sistem Islam memiliki sistem perekonomian tangguh yang tidak mudah goyah dan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Maka perempuan tak perlu lagi ikut bersusah-susah ikut menggerakkan roda ekonomi. Dengan pengaturan negara yang tepat dan periayahan yang dilakukan dengan benar, rakyat tak akan perlu lagi takut menderita. Sistem Islam akan menjaga, melindungi, serta mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya, sehingga rakyat tak lagi kebingungan mencari uang. 

Wanita akan dijaga fitrahnya. Memang pada dasarnya wanita memiliki mekanisme yang berbeda dari laki-laki. Mulai dari bentuk tubuhnya, suaranya, pola pikirnya, dsb. Maka fitrah wanita juga akan berbeda dengan fitrah laki-laki. 

Fitrahnya laki-laki adalah mencari nafkah, sedang wanita menjaga diri dirumah. Hal ini bukan berarti mengekang wanita untuk terus berada dirumah, tapi sebatas demi 'menjaganya' saja. Sebab memang jadi wanita itu susah, memiliki tenaga yang tak sekuat laki-laki, memiliki masa haid, harus menutup aurat dilingkungan umum. Jadi karena keterbatasan itulah wanita ditempatkan dirumah. Allah SWT memerintahkan seperti itu bukan berarti untuk menjatuhkan harga diri wanita, tapi untuk mengangkatnya ke drajat yang lebih tinggi lagi. Wanita itu dijaga layaknya barang berharga warisan keluarga, bukan malah diumbar seperti jualan murahan dipasar. 

Dalam Islam wanita akan sangat dihargai dan dijunjung haknya, yang mana berbeda dengan kapitalis yang tidak akan menghargai wanita sampai ia mampu menghasilkan materi melimpah. Maka jelas sistem Islam akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat luas baik laki-laki maupun wanita, kaya maupun miskin, tua maupun muda, semuanya akan merasakan, sebab pada hakikatnya Islam adalah rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam). Jadi ingin ikut hancur bersama puing-puing sistem kapitalis, atau membawa perubahan bersama sistem Islam? []


Share this article via

86 Shares

0 Comment