| 532 Views
Pembayaran TPP Dipotong, Negara Gagal Menyejahterakan Rakyat

Oleh : Aydina Sadidah
Pemerintah Kota Banjar pada akhirnya memutuskan untuk memotong Jumlah TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) para ASN (Apartur Sipil Negara) guna menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tindakan ini dilakukan karena pemerintah kota Banjar tidak akan mampu untuk memenuhi 100% jumlah TPP yang akan dibayarkan kepada para ASN. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Asep Mulyana, selaku kepala BPKPD kota Banjar, "Hal ini dilakukan karena kondisi keuangan daerah yang memaksa untuk melakukan pemotongan TPP guna mengatasi kekurangan anggaran belanja modal TPP sebesar Rp28 miliar.”
Para pegawai yang akan menerima pemotongan jumlah TPP, yakni Aparatur sipil negara (ASN) sebanyak 20%, tenaga kesehatan, 25% dan terakhir kepada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) sebesar 50%. Pemotongan jumlah TPP mulai berlaku dari bulan April, yang pembayarannya akan dilaksanakan pada bulan Mei nanti. Kebijakan ini diperkirakan akan terus berjalan hingga November 2024 mendatang.
Adapun pemerintah kota Banjar sendiri mengaku bahwa langkah ini hanya diambil sebagai tindakan sementara dan sedang berupaya untuk mencari anggaran tambahan agar dapat memenuhi pembayaran TPP seperti sebelumnya. (jabarekspres.com, 21/05/2024)
Adapun untuk kebijakan ini sendiri sebelum adanya legalisasi, telah menuai berbagai respon dari masyarakat. Salah satunya melalui konferensi pers yang diadakan aktivis eksponen dari Forum Peningkatan Status Kotif Banjar (FPSKB) pada Rabu, 15 Mei 2024 lalu.
Mereka menganggap bahwa pemotongan TPP bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi krisis APBD. Sulyanati selaku jubir (juru bicara) FPSKB, mengatakan, “Kami dapat memahami bahwa mencari solusi defisit APBD ini tidaklah mudah. Namun menutup defisit dengan memotong TPP ASN juga bukan pilihan yang tepat,”
FPSKB menyarankan agar pemerintah melakukan efisiensi anggaran belanja kepada program-program yang bersifat kualitatif dan tidak penting. Sehingga tidak diperlukan lagi adanya pemotongan jumlah TPP. Mereka juga menganggap bahwa pemotongan TPP akan memberatkan rakyat. (harapanrakyat.com, 15/05/2024)
Komentar yang dilontarkan FPSKB bukanlah tanpa alasan, sebab keberadaan TPP bagi sebagian pegawai merupakan harapan untuk menambah kebutuhan hidup. Walaupun pada kenyataannya pembayaran TPP sering terlambat bahkan minus, tapi jelas tak sedikit orang yang bergantung pada TPP ini. Maka apabila pemotongan TPP tetap dilakukan, jelas akan menghancurkan sedikit-banyak kebutuhan hidup para pegawai.
Adapun efisiensi anggaran yang diajukan oleh FPSKB, sebenarnya bukanlah tugas pemerintah daerah, negaralah yang turun tangan langsung atas hal ini. Negara seharusnya mampu mengefisiensikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan tidak memprioritaskan pembangunan yang tidak terlalu mendesak. Terlebih kepada pembangunan yang tidak melibatkan hajat hidup orang banyak. Sehingga kas negara tak akan akan begitu terbebani oleh hal-hal yang bersifat 'remeh temeh' dan mampu memberikan alokasi dana kepada daerah dengan lebih maksimal.
Adapun negara sendiri terlalu mengandalkan hasil pajak sebagai penopang utama, yang mana pada prakteknya banyak sekali kasus 'penilepan'. Padahal Indonesia itu kaya akan sumber dayanya, jelas ini bisa menjadi potensi untuk menambah penghasilan negara. Namun pada kenyataannya, sektor SDA telah banyak dilempar ke 'asing' sehingga negara dan rakyat tidak bisa memanfaatkan secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jelas hal ini menjadi bukti dari kelalaian negara dalam mengurusi kebutuhan rakyatnya. Hal ini pun tak luput dari kesalahan sistem yang sekarang dianut oleh negara kita, yakni sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme sejatinya tak akan pernah bisa menyejahterakan rakyat. Para penganutnya sibuk masing-masing untuk meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya, sebab yang menjadi tolak ukur kebahagiaan sistem ini adalah materi.
Seakan mereka akan menjadi orang paling sengsara jika miskin materi dan sebaliknya, akan merasa sangat bahagia apabila memiliki materi yang menggunung.
Maka tak heran bila hari ini para wakil rakyat, alih-alih mengurusi kebutuhan rakyatnya, justru sibuk mengurusi kepentingannya masing-masing. Lantas bagaimana mungkin rakyat bisa sejahtera?
Untuk itulah rakyat butuh perubahan. Bukan perubahan abal-abal, tapi perubahan yang hakiki. Dan perubahan hakiki ini hanya bisa kita capai dengan perubahan sistem.
Pada nyatanya ideologi besar seperti kapitalis dan sosialis telah gagal dalam menyejahterakan rakyat. Bahkan bila kita perhatikan kembali kedua ideologi ini tak mampu berdiri cukup lama. Buktinya sekarang, sistem kapitalis kita saat ini tengah 'sakit' dan berada diambang kehancuran. Pun tak ubahnya dengan ideologi sosialis yang telah lama runtuh sejak perang dunia ke 2.
Namun apabila kita menelisik kembali fakta dari sejarah yang ada, ternyata memang hanya ada satu ideologi dunia yang terbukti tak sekedar berhasil menyejahterakan rakyatnya saja, tapi juga menuntaskan problematikanya dengan solusi yang tepat. Ideologi yang menakjubkan itu adalah Islam. _Just one and only_
Sayangnya, ideologi Islam sebagai sistem yang dianut negara, telah runtuh satu abad yang lalu, dan meninggalkan duka mendalam kepada umat. Umat kehilangan perisainya dan para penjajah berbahagia dengan hasil rampasannya.
Pandangan tentang Islam telah dikaburkan oleh para penjajah, sehingga umat dizaman ini tak lagi memiliki gambaran utuh tentang sistem Islam. Padahal ketika Islam itu diemban di seluruh dunia, tak akan ada lagi kata sengsara. Ingatlah ketika Islam berhasil menguasai ⅔ nya dunia, ketika masa-masa kejayaan Islam berkilauan, ketika hukum Islam masih diterapkan, seberapa damainya dunia saat itu?
Rakyat sejahtera dibawah naungan negara Islam tanpa terkecuali. Bahkan rakyat yang non-muslim, sekalipun ia berada dinegara lain, mereka lebih memilih untuk pindah dan bernaung dibawah negara Islam, yakni Khilafah.
Dalam Islam, kebutuhan pokok milik rakyat akan ditanggung oleh negara. Sehingga rakyat tak perlu lagi merasa terbebani dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Islam juga mengajarkan bahwa tolak ukur kebahagiaan tertinggi itu terletak pada ridho Allah. Maka tiap-tiap individu hingga ke jajaran pemerintah pun tak akan berani berbuat lalai terhadap rakyatnya, sebab mereka takut Allah SWT tidak meridhoi. Begitulah ridho Allah SWT menentukan segala perbuatan mereka. Maka tak heran bila rakyat bisa sejahtera dibawah naungan sistem Islam, Al-khilafah.
Khilafah bukanlah euforia apalagi angan-angan belaka. Ia adalah sistem mulia yang memuliakan setiap orang dibawah naungannya. Ia pernah berdiri dengan sederet kegemilangannya di muka bumi ini, maka Khilafah ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin.
Maka tunggu apa lagi, mari kita bersama menegakkan kembali Khilafah dimuka bumi ini. Agar seluruh dunia mampu merasakan kesejahteraan dan tidak lagi menderita dibawah kepentingan individu belaka. Wallahu a'lam bish-showwab []