| 193 Views

Partisipasi Pilkada, Apakah Bisa Mengubah Keadaan Masyarakat ?

Oleh : Hanifah
Aktivis Dakwah

Di lansir dari kompas.com (5-12-2024), Pilkada terendah tahun 2024 Se-Jawa Barat adalah kota Bekasi, dengan persentase hanya mencapai 55,05 persen. Data tersebut merupakan laporan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat. Penurunan partisipasi ini jauh berbeda pada saat Pemilihan Presiden silam, di mana dalam Pilkada tahun 2024 ini, lebih banyak masyarakat yang memilih golput sehingga hak suara tidak sah.

Anggota komisi 1 DPRD kota Bekasi Dariyanto, menyatakan bahwa terdapat sejumlah faktor terkait penurunan salah satunya kurangnya informasi serta pemahaman masyarakat terkait dengan program Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil. Namun Dariyanto akan memastikan penyebab pastinya dan akan mengadakan evaluasi perihal penurunan pemilihan bersama penyelenggara Pilkada yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bersama Badan Pemilihan Umum (Bawaslu).

Sedangkan Afif Fauzi menyatakan, penurunan partisipasi Pilkada ini disebabkan karena waktu terlalu cepat dan mepet antara Pilpres, Pemilu dan Pilkada, di mana hanya dalam waktu 4 bulan saja, sehingga kurang nya sosialisasi dan target-target yang belum tercapai. 

Menurut  Neni Nur Hayati selaku Direktur Democracy and Electoral Empowerment Patnership Indonesia, menyatakan calon-calon yang ada tidak menjawab permasalahan yang sedang dihadapi dan kurang mampu mengolaborasi isu lokal di daerahnya. Hal ini menyebabkan masyarakat merasa bahwa calon-calon tersebut kurang memiliki kecakapan (Kompas.com/3-12-2024).

Hal ini membuktikan bahwa ketidakpercayaan masyarakat terhadap demokrasi sangatlah tinggi, dan permasalahan ini harus ditangani dengan pendekatan inovatif dan spesifik. Sebab kunci dari bangkitnya keterlibatan masyarakat adalah kesadaran politik. Kesadaran politik akan tercapai dengan menjadikan seluruh dunia sebagai objek pengamatan dan pengamatan itu harus berdasarkan sudut pandang yang khas, baik berupa ideologi tertentu, pemikiran, asas manfaat, dan sebagainya. Adapun beberapa faktor penyebab penurunan pemilihan antara lain :
1. Tidak terpenuhinya janji dan gagal membawa perubahan.
2. Sistem yang hanya menguntungkan kepentingan elite.
3. Politik uang yang sering terjadi korupsi dan merusak nilai demokrasi. 
Ketiga hal tersebut yang membuat sulitnya masyarakat untuk mendapatkan transparansi kebijakan politik.

Islam sebagai Solusi.
Sistem Islam akan mampu menciptakan kehidupan manusiawi yang adil, sekaligus cara untuk mengatasi kegagalan yang di akibatkan sistem demokrasi. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
"Apabila kalian memutuskan hukum, lakukanlah dengan adil. Dan apabila kalian membunuh lakukanlah dengan ihsan, karena Allah itu maha ihsan dan menyukai orang-orang yang berbuat ihsan" (H.R Thabrani).

Dalam sistem Islam, seorang pemimpin wajib intropeksi agar mampu membangun kepercayaan publik dengan keadilan dan amanah. Pendidikan politik Islam pun perlu diperkuat agar masyarakat memahami bahwa partisipasi politik adalah wujud yang nyata dari amar ma'ruf nahi munkar. Allah SWT berfirman :
“Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan” (Q.S Sad Ayat : 26).

Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa kepemimpinan dan kekuasaan merupakan sebuah amanah yang harus dipertangungjawabkan kepada manusia maupun Allah SWT. Khususnya pemimpin (khalifah) harus menjalankan tugasnya dengan sangat amanah, dan harus menyadari tugas berserta pertanggung jawabannya di akhirat.

Oleh karena itu solusi pasti adalah dengan perbaikan sistem yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, serta adil dan berpihak kepada kemaslahatan umat. Sehingga rakyat tidak merasa terbebani bahkan terdzolimi.

Wallahu A'lam bish shawab


Share this article via

53 Shares

0 Comment