| 211 Views

Pajak Naik, Rakyat Tercekik

Oleh : Teh Nur

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, sebesar Rp 2.189,3 triliun. Apabila target ini tercapai, pemerintah akan mempunyai keleluasaan dalam menjalankan berbagai program yang akan dijalankannya pada tahun yang akan datang. Hal itu diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo. (16/8/2024). Dilansir dari cnbc.indonesia.com.

Pemungutan pajak dilakukan terhadap seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai cara. Kebijakan pajak dianggap sebagai cara paling mudah untuk mengumpulkan pundi-pundi uang. Jika direnungkan bersama, rakyat seharusnya merasa miris, karena pajak dijadikan andalan utama pemasukan negara. Hal ini dikarenakan minimnya pemasukan negara lewat non pajak, misalnya dari kekayaan sumber daya alam, padahal kenyataannya begitu jelas di hadapan. Begitu melimpahnya sumber daya alam di negeri ini. 

Hal itu tidak mengherankan, karena dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, cara pemungutan pajak semacam ini dilegalkan karena salah satu asasnya adalah mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha seminim-minimnya. 

Dalam sistem kapitalisme, pajak telah menjadi tulang punggung pendapatan negara di banyak negara, termasuk Indonesia. Namun, ketergantungan yang tinggi pada pajak sebagai sumber utama pendapatan menunjukkan kelemahan mendasar dalam sistem ekonomi. 

Negeri ini adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Namun ironisnya, banyak potensi SDA tersebut dikuasai oleh pihak asing dan aseng (pihak luar). Akibatnya, negara kehilangan potensi besar untuk mendapatkan pendapatan dari SDA ini. Alhasil, rakyat menjadi korban, terus dibebani pajak terus meningkat. 

Berbeda dengan sistem Islam, dalam sistem Islam, sumber penerimaan negara yang masuk ke baitulmal (kas negara) diperoleh dari (1) fai (anfal, ganimah, khumus), (2) jizyah, (3) kharaj, (4) ‘usyur, (5) harta haram pejabat dan pegawai negara, (6) harta milik umum yang dilindungi negara, (7) harta orang yang tidak mempunyai ahli waris. Dan lain-lainya.

Sebagaimana Alloh SWT berfirman:
 
"Perangilah orang -orang yang tidak beriman kepada Allah Swt dan hari kemudian, mereka yang tidak beriman kepada Allah dan rasulnya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Alloh), yaitu orang -orang yang telah diberikan kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
(TQS.At Taubah (9):29). 

Adapun pajak dalam sistem Islam dikenal dengan istilah dharibah. Ia adalah jalan terakhir yang diambil apabila baitulmal benar-benar kosong dan sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya. Pajak dipungut berdasarkan kebutuhan baitulmal dalam memenuhi kewajibannya. Pajak dalam Islam diterapkan secara temporal, bukan menjadi penerimaan rutin sebagai mana yang kita rasakan saat ini.

Oleh karena itu, dengan sistem ekonomi Islam, beban pajak yang sering kali dirasakan memberatkan oleh rakyat dapat diminimalkan. Negara sebagai pengurus umat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua kebutuhan dasar rakyat terpenuhi, tanpa membebani mereka dengan pajak yang berlebihan.

Wallahu'alam bishawwab.


Share this article via

93 Shares

0 Comment