| 13 Views

P3le-c3han S3ksv4l oleh Tenaga Medis, Potret Buram Sistem Kapitalisme

Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi

Profesi dokter kembali tercoreng setelah mencuatnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter residence Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad), Triguna Anugrah Pratama (31), terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.

Peristiwa memilukan ini bukan hanya mengguncang dunia medis, tetapi juga melukai kepercayaan publik terhadap profesi yang seharusnya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan etika. bbc.com

Ironisnya, belum reda kasus tersebut publik kembali dikejutkan oleh kasus serupa yang menyeret peserta PPDS dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI). Seorang dokter muda yang sedang menempuh pendidikan spesialis dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat atas dugaan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi. Setelah kasus ini mencuat, sejumlah kasus serupa mulai terungkap di berbagai daerah.

Maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesional di Indonesia merupakan sebuah ironi sekaligus alarm serius, bahwa negeri ini sedang dalam situasi darurat kekerasan seksual. Para pelaku bukan berasal dari kalangan awam atau tidak berpendidikan, melainkan dari profesi yang seharusnya menjunjung tinggi etika, empati dan tanggung jawab terhadap pasien.

Secara kode etik, seorang dokter adalah profesi yang dituntut untuk melindungi merawat dan menjaga martabat pasiennya. Namun kenyataannya, tidak sedikit dari mereka justru menyalahgunakan relasi kuasa dan kepercayaan yang diberikan pasien demi kepentingan pribadi yang menjijikan dan tidak manusiawi.

Kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang melibatkan dokter dan tenaga profesional sejatinya mencerminkan adanya kegagalan serius dalam sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini. Khususnya pendidikan kedokteran telah gagal membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga berakhlak mulia. Pendidikan kedokteran yang seharusnya menjadi ruang pembentukan karakter mulia calon tenaga profesional tampak abai dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam hingga terbentuk kepribadian Islam dalam dirinya.

Miris rasanya, ketika atribut profesionalisme justru dijadikan alat untuk melakukan kemaksiatan. Profesi yang seharusnya menjunjung tinggi etika justru di salah gunakan untuk memenuhi hawa nafsu. Jelas ada kesenjangan yang nyata antara ilmu yang dimiliki dan iman yang seharusnya membimbingnya. Semua ini tidak bisa dilepaskan dari pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Pendidikan sekuler yang diadopsi negeri ini telah menciptakan kesenjangan antara penguasaan ilmu keprofesian dan pembentukan karakter. Seorang dokter mungkin mampu menguasai teori dan praktek medis dengan sangat baik, namun jika tidak dibarengi dengan pembentukan iman dan taqwa maka keilmuannya justru bisa disalahgunakan untuk mencederai orang lain.

Pendidikan sekuler merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan di negeri ini, dan inilah yang menjadi Akar masalah sebenarnya. Selama sistem ini terus dipertahankan, maka kekerasan dan pelecehan seksual akan terus berlanjut tanpa ada solusi yang tuntas.

Dalam pandangan Islam, setiap muslim apapun profesi dan kedudukannya dalam masyarakat, wajib terikat dengan hukum syariat atau syara'. Keterikatan ini tidak bersifat opsional, melainkan merupakan kewajiban yang melekat sepanjang hidup seorang muslim. Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan Islam, penanaman syariat Islam Kaffah bukan hanya diajarkan sebagai teor,i tetapi benar-benar ditanamkan secara serius dan integral, termasuk dalam pendidikan profesi, seperti pendidikan dokter.

Negara dalam sistem Islam pun memiliki peran penting dalam menjaga keterikatan rakyatnya terhadap hukum syara'. Negara bukan hanya berfungsi sebagai pengatur administrasi, melainkan sebagai penjaga moralitas dan pelindung masyarakat dari berbagai bentuk penyimpanan atau kemaksiatan. Dengan demikian, akan terbentuk masyarakat yang tidak hanya cerdas dan profesional, tetapi juga memiliki kesadaran tinggi akan tanggung jawab sebagai hamba kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Profesionalitas yang tinggi akan berjalan seiring dengan kepribadian luhur, karena keduanya berpijak pada landasan aqidah yang kokoh. Islam menetapkan aqidah Islam sebagai asas seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan di semua jenjang, baik dasar maupun tinggi. Keimanan bukan sekedar mata pelajaran tambahan, melainkan pondasi utama dalam membentuk kepribadian siswa, baik dari sisi aqliyah (pola pikir) maupun nafsiyyah (pola sikap).

Dalam konteks pendidikan dokter, hal ini sangat penting karena mereka kelak akan menjadi pihak yang bersentuhan langsung dengan nyawa, tubuh dan kehormatan manusia. Maka, tanpa pondasi keimanan yang kokoh,bprofesi tersebut sangat rawan disalahgunakan. Tidak hanya itu, negara dalam sistem Islam juga menjalankan fungsi pengatur (raa'in)sekaligus penegak hukum sesuai dengan syariat. Ini termasuk dalam penerapan sistem sanksi (uqubat) yang bersifat menjerakan dan mendidik.

Sistem sanksi, Islam tidak hanya berorientasi pada hukuman semata, tetapi juga bertujuan mencegah kerusakan perilaku dan menjaga suasana Islam di tengah masyarakat. Keimanan yang kuat dibentuk melalui sistem pendidikan dan dijaga oleh sistem negara. Keimanan tersebut akan menjadi benteng pertama bagi setiap individu untuk menjauhkan diri dari perbuatan haram. Namun, jika benteng itu jebol, maka sistem sanksi akan menjadi penjaga terakhir yang memastikan pelanggaran tidak merajalela. Maka dari itu, atu-satunya cara untuk mencegah terus terulangnya kasus-kasus kekerasan seksual dan penyimpangan profesi lainnya bukan hanya dengan reformasi parsial, tetapi dengan menghadirkan sistem Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islamiyah.

Wallahualam bissawab


Share this article via

5 Shares

0 Comment