| 49 Views
Output Pendidikan Cerdas Buah Sistem Berkualitas

Oleh : Lia Julianti
Tamansari Bogor
Sistem Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan sebuah masyarakat yang cerdas dan berdaya saing. Di balik setiap individu yang sukses dan berkontribusi besar terhadap kemajuan suatu bangsa, terdapat investasi pendidikan yang kuat. Dengan pendidikan yang berkualitas, seseorang tidak hanya diberikan pengetahuan, tetapi juga keterampilan dan nilai-nilai yang membentuk karakter yang tangguh. Pendidikan berkualitas tidak hanya sebatas mengajar anak-anak membaca, menulis, dan berhitung. Namun, pendidikan yang baik juga memberikan ruang bagi pengembangan kreativitas, kritis berpikir, serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan zaman. Hal ini memungkinkan individu untuk menjadi pemecah masalah yang inovatif dan mampu berkontribusi secara positif terhadap lingkungan sekitarnya.
Belum lama ini Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data lama sekolah penduduk Indonesia. Hasilnya lama sekolah penduduk Indonesia hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan berdasarkan data tahun 2024 rata-rata lama sekolah untuk penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas. Amalia mengatakan lamanya sekolah penduduk hanya mencapai 9,22 tahun atau setara dengan SMP. Jelas ini menjadi tamparan keras dan bahan evaluasi untuk pemerintah saat ini terutama Kementrian Pendidikan.
Selain rendahnya angka lama waktu sekolah masyarakat Indonesia yang hanya setara SMP, pemerataan pendidikan pun menjadi isu yang penting untuk dibahas. Kita tahu jelas terjadi ketimpangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara daerah kaya dan miskin.
Ditambah dengan cara pandang pendidikan ala Kapitalisme, dimana pendidikan dijadikan komoditas. Ini menyebabkan terjadinya kesenjangan akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Hanya mereka yang mampu secara finansial yang dapat menikmati pendidikan terbaik, sementara mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu terpinggirkan. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan pemerataan pendidikan, yang seharusnya menjadi salah satu tujuan utama pendidikan.
Bahkan peran pendidikan sebagai upaya mencerdaskan bangsa hanyalah menjadi jargon belaka. Pada saat ini, institusi pendidikan tidak lebih dari sebuah pabrik yang bertugas mencetak dan memproduksi tenaga-tenaga kerja terdidik dengan keseragaman pola pikir yang patuh dan tidak kritis. Pabrik ini akan terus-menerus menyesuaikan cetakannya agar “produk-produknya” selalu sesuai dengan permintaan pasar.
Belum cukup dengan itu, kini ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 terkait Efisiensi Anggaran Belanja APBN. Anggaran pendidikan menjadi salah satu sasaran pemangkasan. Dalam Inpres tersebut mengharuskan efisiensi anggaran belanja APBN 2025 senilai Rp 306,7 triliun.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang dilaporkan terkena pemangkasan sekitar Rp 8 triliun. Pemangkasan meliputi belanja ATK, perjalanan dinas, dan belanja terkait lainnya. Sementara, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiksaintek) terkena pemangkasan anggaran sebesar 14,3 triliun meliputi belanja tunjangan dosen baik PNS maupun non PNS, bantuan operasional kampus negeri dan swasta. Ini jelas menambah panjang daftar tugas yang harus diselesaikan untuk bisa menaikkan kualitas pendidikan di negeri ini.
Berbeda dengan sistem Islam yaitu Khilafah, pendidikan adalah hak setiap warga, miskin ataupun kaya. Negara wajib menyediakannya secara gratis dan merata untuk membentuk manusia berilmu dan bertakwa dan memiliki keterampilan tinggi. Khilafah memiliki sumber dana yang mumpuni untuk mewujudkannya. Dana pendidikan diambil dari Baitul Mal, khususnya pos fai', kharaj, dan kepemilikan umum. Negara mengelola langsung pendidikan tanpa campur tangan swasta.
Pendidikan gratis tetapi bermutu bisa diwujudkan oleh Khilafah karena Khilafah mempunyai sumber pendapatan yang sangat besar. Selain itu, kekayaan milik negara dan milik umum dikelola langsung oleh negara yang hasilnya didistribusikan kepada rakyat melalui skema pembiayaan pendidikan, kesehatan dan layanan publik yang lain.
Fakta sejarah di era keemasan Islam membuktikan, bahwa kualitas output pendidikan yang dihasilkan oleh Khilafah telah mendapatkan pengakuan dunia. Menariknya, pendidikan kelas satu seperti itu diberikan dengan gratis alias cuma-cuma kepada seluruh warga negaranya. Karena itu, pendidikan gratis dan bermutu dalam sistem Khilafah bukanlah isapan jempol semata.
Wallahu 'alam.