| 117 Views

Nepotisme, Buah Dari Kapitalisme Sekuler

Oleh : Mulyaningsih
Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga

Nepotisme, kata tersebut tak asing di telinga kita. Bahkan fakta membuktikan, tak sedikit yang akhirnya maju ke senayan atau daerah untuk menjadi legislatif. 'Nebeng pamor' menjadi sesuatu yang dikedepankan agar memuluskan jalan untuk melenggang menjadi bagian dari legislatif tadi. Nebeng pamor yang dimaksud adalah seseorang mempunyai pertalian darah dengan seseorang yang menjadi pejabat terdahulu. Ini menjadi salah satu jalan tol, agar terpilih.

Sebagaimana dikutip dari laman tirto.id (02/10/2024) bahwa realita wakil rakyat saat ini masih diwarnai dengan unsur nepotisme. Terbukti dengan temuan ini berdasarkan hasil riset terbaru Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Kurang lebih 79 anggota DPR terpilih periode 2024-2029 terindikasi masuk dinasti politik atau punya kekerabatan dengan pejabat publik. Hal tersebut menjadi coreng pada kinerja anggota dewan. Relasinya sangat beragam mulai dari anak, suami-istri, keponakan, dan yang lainnya. Tercatat bahwa hubungan kekerabatan vertikal terbanyak yaitu anak. Kemudian hubungan pernikahan (suami istri) juga ditemukan.

Ada juga faktor penyebab yang akhirnya meloloskan seseorang untuk duduk di Senayan gegara sang terpilih malah mundur. Biasanya hal ini datang dari keputusan ketua umum partai politik si pemenang. Suara rakyat seakan tak kuasa melawan kehendak pribadi dari elite parpol.(tirto.id, 02/10/2024)

Nepotisme Buah dari Sistem Saat Ini

Pemilihan wakil rakyat di Senayan menjadi salah satu pesta demokrasi di negeri ini. Selama lima tahun sekali, legislatif akan berganti. Semua berhak mencalonkan diri asal disetujui oleh partai politik. Tahun ini ternyata nepotisme masih bertengger dan menjadi jalan tol bagi para legislator melenggang ke Senayan. Karena hanya dengan pertalian darah atau kerabat dekat maka dengan mudah dapat dipilih oleh masyarakat. Namun pada faktanya, nepotisme tersebut adalah virus yang menjangkiti pada sistem kepemimpinan. Dengan adanya unsur tersebut maka akan mematikan kinerja seseorang dan menurunkan akuntabilitas.

Manusia rela melakukan segala macam cara agar memuluskan keinginannya. Itulah bentukan yang lahir dari sistem saat ini. Sekuler telah menjadikan seseorang tak lagi mengambil aturan agama sebagai rambu-rambu di kehidupannya. Sehingga bebas saja melakukan sesuatu tanpa ada standarnya. Termasuk dalam hal perpolitikan, mereka menempuh jalan mana saja agar bisa menjadi orang terkenal dan punya jabatan. Senayan, itulah tujuan yang ingin dicapai. Dengan dalih apapun, pokoknya bisa duduk di kursinya merupakan idaman setiap insan di negeri ini. Entah lewat jalan biasa atau tol, yang penting bisa dapat jatah.

Begitulah sistem sekarang mendidik manusia. Meraih kebahagiaan dunia, materi dan manfaat menjadi kunci utamanya. Tanpa menghiraukan cara yang ditempuh apakah sudah sesuai atau belum. Itulah realita didikan dari kapitalisme sekuler yang terus menancapkan akarnya sehingga sulit untuk dicabut. Halal haram tak lagi dijadikan pijakan bagi mereka. Karena makna bahagia sudah bergeser dari yang sesungguhnya.

Berbicara terkait dengan jabatan dan para wakil rakyat, maka akan kita dapati beberapa kebobrokan yang ada. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa nepotisme menjadi sesuatu yang akan terus ada, sehingga para pejabat dan legislator yang ada tentulah mempunyai akses dengan para pemimpin yang sekarang. Entah itu hubungan darah, pertemanan, di partai yang sama, atau yang lainnya. Jabatan tersebut diisi oleh orang-orang terdekatnya. Maka hasilnya adalah politik dinasti kini makin merajalela. Mending jika yang dipilih adalah orang yang mempunyai keahlian yang mumpuni. Namun, faktanya justru hal tersebut tidak dimiliki. Wajar lah jika negeri ini kian mempunyai masalah yang melimpah. Bahkan tidak menemukan solusi yang tepat.

Bicara soal solusi, maka kita harus mempunyai dasar pijakan yang benar. Yaitu yang berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt. Tak lain, itu adalah Islam yang mempunyai aturan lengkap lagi paripurna. Dengan menerapkannya dalam kehidupan maka insyaAllah seluruh persoalan akan bisa teratasi sampai akarnya. Sebagaimana persoalan sistem apa yang harus diterapkan dan bagaimana pejabat yang dipilih, tentunya Islam ada aturannya. Terkait sistem yang harus ditetapkan adalah Islam dengan hukum syaraknya. Kemudian para pejabatnya dipilih sesuai dengan syarat yang diajukan syarak. Sebagai contoh, ketika memilih perwakilan umat maka akan dipilih orang yang benar-benar mempuni dan punya keahlian didalamnya. Termasuk pula harus menjadikan dasar setiap aktivitasnya adalah akidah Islam. Tentunya ini memerlukan keimanan serta ketakwaan individu yang harus terus dipupuk. Kemudian dalam Islam tak ada istilah bagian legislatif karena pembuat hukum bukan manusia, melainkan Allah Swt. Nah, inilah yang harus menjadi pemikiran yang sama di seluruh benak kaum muslim. Jika Islam ditetapkan dalam kehidupan, maka secara sempurna dan keseluruhan akan diterapkan. Tidak setengah-setengah ataupun tebang pilih. Dan akidah menjadi landasan utama ketika manusia berbuat, termasuk didalamnya halal haram. Tidak dengan mudahnya menggunakan segala macam cara hanya untuk memuluskan keinginannya. Kaum muslim sadar betul bahwa setiap atau sekecil apapun aktivitas akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil akhir.

Alhasil, jika Islam diterapkan maka seluruh aturannya akan digunakan dalam kehidupan manusia. Termasuk pula seluruh pejabat dan penguasa yang ada berdasar hanya pada akidah saja, bukan karena materi atau keuntungan.
Wallahu'alam.


Share this article via

23 Shares

0 Comment