| 118 Views
Negara Pengusung Islamphobia Tidak Layak Untuk Dihormati

Oleh : Yeni Ummu Alvin
Aktivis Muslimah
Kedatangan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia disambut baik oleh Presiden Prabowo Subianto, kunjungan ini dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Perancis, kunjungan ini bukan hanya simbolik melainkan penguatan kerjasama dalam bidang pertahanan dan diplomasi kebudayaan.
Dikutip dari breaking news metro TV pada Kamis, 29 Mei 2025, pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana menilai, kunjungan Macron ke Indonesia khususnya ke Akademi Militer (Akmil) Magelang dan Candi Borobudur, adalah untuk lebih memahami kualitas sumber daya manusia militer Indonesia terutama matra darat, sebagai bagian dari upaya memperdalam kerjasama di bidang pertahanan, dan juga sebagai bentuk keyakinan Prancis terhadap potensi Indonesia sebagai Mitra strategis dalam pengembangan industri alutsista. Dan ini juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan kemampuan teknologi pertahanan dalam negeri, termasuk negosiasi agar pesawat tempur Rafale yang dibeli dari Prancis bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan Indonesia.
Kunjungan presiden Prancis yang berlangsung selama 3 hari merupakan bagian dari upaya memperkuat hubungan strategis Indonesia Prancis dalam bidang pertahanan budaya hingga kerjasama ekonomi dan teknologi masa depan. Dalam kunjungan tersebut juga telah disepakati perjanjian bilateral dengan pemerintah Perancis, khususnya sektor ketahanan pangan dan pertanian, tidak hanya sebatas impor ekspor tapi juga pertukaran teknologi pertanian, peningkatan kapasitas SDM dan pelatihan petani, modernisasi alat dan infrastruktur pertanian dan riset bersama untuk varietas tahan iklim ekstrem (beritasatu.com).
Kunjungan presiden Prancis merupakan kunjungan resmi kepala negara Uni Eropa pertama yang datang ke Indonesia semenjak Presiden Prabowo Subianto menjabat, miris melihat kedekatan Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, menjalin hubungan mesra dengan negara yang mengizinkan kejahatan dan kebencian terhadap umat Islam, dengan melegalkan Islamphobia, Prancis merupakan satu dari banyak negara di dunia, yang anti terhadap Islam, Emmanuel Macron merupakan masa yang "suram" bagi muslim Prancis, dengan penerapan undang-undang separatisme pada tahun 2021 untuk memperkuat sistem sekuler Prancis yang bertujuan untuk mengasingkan komunitas muslim dan yang membatasi kebebasan beragama terutama bagi umat Islam.
Sambutan hangat dan meriah yang diberikan untuk menyambut kedatangan kepala negara yang banyak membuat kebijakan Islamophobia ini perlu menjadi perhatian. Kaum muslimin tidak boleh lupa akan negara-negara yang membuat kebijakan yang memusuhi Islam dan umatnya.Dan Perancis adalah contoh negara yang sering membuat kebijakan yang menguatkan Islamophobia, seperti pelarangan hijab, kasus kartun majalah Charlie Hebdo yang menghina Nabi shallallahu alaihi wasallam, pelarangan masjid, pelarangan menara dan lain-lain.
Seorang pemimpin negeri muslim seharusnya menunjukkan sikap yang tegas dan pembelaannya atas kemuliaan agama, terlebih lagi sebagai negara dengan umat Islam yang jumlahnya mayoritas. Namun dalam sistem sekuler kapitalisme di mana hubungan negara dilihat hanya berdasarkan manfaat, maka yang terjadi sikap abai terhadap syariat.Islam telah memberikan tuntunan tentang bagaimana bersikap terhadap orang yang memusuhi agama Allah. Terlebih lagi jika banyak kebijakan yang menyengsarakan bagi umat Islam. Negara di dalam Islam di dunia ini hanya dibagi dua, yaitu darul Islam dan darul kufur. Islam juga sudah menentukan bagaimana bersikap terhadap negara kafir sesuai dengan posisi negara tersebut terhadap Daulah Islam. Tuntunan Islam ini seharusnya dijadikan pedoman bagi setiap individu muslim terlebih lagi bagi penguasa negeri-negeri muslim.Umat Islam masih mengingat penghinaan yang dilakukan oleh Emmanuel Macron, yang memberikan restu bagi penghinaan terhadap Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, kebebasan berekspresi yang diagungkan oleh sistem sekuler kapitalisme, menjadikan penghinaan terhadap Islam, para nabi, dan kitab suci Al-Qur'an dianggap biasa.
Aqidah Islam telah menuntun umatnya untuk mencintai Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wa salam, jadi umat Islam wajib untuk membela agamanya, ketika ada seseorang atau pemimpin negeri yang jelas nyata anti terhadap Islam, apalagi membenci umat Islam, umat Islam harus bergerak dan bersatu untuk menghentikannya, bukannya malah beramah tamah menyambutnya.
Berbeda dengan sistem sekuler yang telah terbukti gagal membela Islam, Khilafah memiliki mekanisme tersendiri dalam membela dan melindungi agama Islam, Khalifah akan bertindak tegas apabila ada pihak yang menistakan Islam, hal ini sebagaimana sikap tegas yang pernah ditunjukkan oleh Khalifah Abdul Hamid ll, pada saat kerajaan Inggris berencana membuat pementasan drama karya voltaire yang hendak menistakan kemuliaan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Khalifah Abdul Hamid berkata"saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita!, saya akan mengobarkan jihad Akbar!!, Mendengar hal itu Inggris pun membatalkan pementasan drama tersebut.
Itulah yang akan terjadi jika Khilafah kembali tegak di muka bumi ini, umat Islam akan memiliki negara yang kuat dan berpengaruh dalam konstelasi hubungan negara-negara di dunia sebagaimana pernah diraih oleh Daulah Islam dahulu selama 13 abad menguasai dunia, untuk itu umat harus berjuang kembali untuk mewujudkan kekhalifahan selanjutnya, yang akan menjadi negara adidaya dan disegani di seluruh dunia.
Wallahu a'lam bish showwab.