| 84 Views
Nasib Pencari Kerja di Bawah Bayang-Bayang Kapitalisme

Oleh: Eli Ermawati
Ibu Pembelajar
Istilah “sudah jatuh tertimpa tangga” bukan lagi sekadar pepatah, tapi kini menjadi kenyataan pahit bagi banyak pencari kerja di Indonesia. Di tengah gempuran pemutusan hubungan kerja (PHK), ketersediaan lapangan kerja yang makin langka, dan beban hidup yang kian berat, masyarakat malah dihadapkan pada ancaman baru yaitu penipuan berkedok lowongan kerja. Salah satu insiden yang mencuat terjadi di Bekasi Timur, di mana sejumlah warga menjadi korban perusahaan outsourcing yang tidak memiliki izin resmi.
Modus yang digunakan sangat meresahkan. Para pelamar diiming-imingi pekerjaan dengan gaji yang menggoda, namun sebelum proses dimulai mereka diwajibkan membayar sejumlah uang, sekitar Rp600.000. Setelah uang disetor, kontak perusahaan mendadak menghilang dan alamat yang dicantumkan pun fiktif. Dinas Ketenagakerjaan memang telah melakukan penelusuran, tetapi pelaku keburu melarikan diri sehingga belum bisa diusut secara tuntas.
Kasus ini mencerminkan realita getir di lapangan, banyak masyarakat yang rela mengambil risiko karena tekanan ekonomi yang menghimpit. Bahkan, Indonesia kini berada pada posisi teratas dalam hal angka pengangguran di kawasan Asia Tenggara. Saking sulitnya mendapat pekerjaan layak, sebagian orang terpaksa bertaruh nasib meskipun risikonya besar.
Kapitalis Penyebab Utama
Fenomena semacam ini sebenarnya bukan kejadian baru. Di berbagai wilayah, kasus penipuan terhadap pencari kerja kerap terjadi. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan minimnya perlindungan hukum terhadap masyarakat kelas bawah. Lebih dari itu, masalah ini juga mencerminkan ketimpangan sistemik yang lebih besar yakni kegagalan negara dalam menjamin hak dasar warga negara untuk mendapatkan pekerjaan yang aman dan bermartabat.
Sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi landasan kebijakan negara juga patut disorot. Dalam sistem ini, kepentingan pemilik modal sering kali didahulukan ketimbang kesejahteraan rakyat. Negara hanya berperan sebagai fasilitator pasar bebas, sementara rakyat dibiarkan berjuang sendiri dalam kompetisi yang keras. Lapangan kerja dikomersialisasi, dan tenaga kerja diposisikan sebagai komoditas. Akibatnya, pengangguran meningkat, kualitas kerja menurun, dan rakyat makin terpinggirkan.
Tak hanya itu, peran negara yang seharusnya proaktif dalam membuka lapangan kerja justru minim. Banyak kebijakan yang lebih berpihak pada investor asing ketimbang membangun kemandirian ekonomi rakyat. Inilah buah pahit dari sistem yang tidak menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan.
Islam Membawa Solusi Nyata
Berbeda dengan sistem kapitalis, Islam hadir dengan seperangkat aturan yang menjamin kesejahteraan umat, termasuk dalam aspek ekonomi dan ketenagakerjaan. Islam bukan hanya agama ibadah, tapi sistem hidup yang lengkap, mengatur relasi antara negara dan rakyatnya secara adil dan menyeluruh.
Pertama, Pengelolaan Ekonomi Berbasis Kepemilikan Umum dan Produktivitas
Negara dalam Islam wajib mengelola sumber daya alam sebagai milik publik, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk segelintir elite atau korporasi asing. Investasi dan pembangunan dilakukan di sektor riil seperti pertanian, industri halal, dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Kedua, Distribusi Kekayaan Lewat Zakat dan Wakaf
Islam memiliki mekanisme distribusi kekayaan melalui zakat, sedekah, dan wakaf. Dana ini tidak hanya menyantuni fakir miskin, tetapi juga bisa dialokasikan untuk pelatihan kerja dan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin.
Ketiga, Negara Bertanggung Jawab Atas Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Dalam Islam, negara berkewajiban memastikan setiap warga negara memiliki akses terhadap pekerjaan, pendidikan, dan kebutuhan dasar. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa pemimpin adalah penanggung jawab rakyat, dan akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.
Keempat, Pendidikan dan Peningkatan Kualitas SDM
Islam mendorong pendidikan yang menyeluruh: membentuk karakter, memberikan ilmu, dan melatih keterampilan. Negara harus menyediakan fasilitas pelatihan kerja gratis dan berkualitas, agar rakyat siap bersaing dan berkarya.
Solusi ini bukan hanya teori, tapi telah terbukti berhasil dalam sejarah. Pada masa kekhilafahan Islam, masyarakat bisa hidup dengan rasa aman dan kecukupan, bahkan angka pengangguran hampir tidak terdengar karena negara berperan aktif menjamin kebutuhan setiap warga.
Jika sistem kapitalisme terus dijadikan sebagai dasar kebijakan, maka persoalan pengangguran, penipuan kerja, dan ketidakadilan ekonomi akan terus berulang. Sudah saatnya umat Islam kembali kepada sistem Islam sebagai solusi nyata. Islam tidak hanya memberikan harapan spiritual, tapi juga menghadirkan struktur kehidupan yang adil, seimbang, dan menyejahterakan semua kalangan.