| 355 Views

Murahnya Gaji Dosen di Sistem Kapitalisme

Oleh : Susi Ummu Musa 

Antara pengabdian dan pekerjaan itulah yang  dirasakan para pahlawan tanpa tanda jasa yang disematkan oleh mereka yang berstatus guru, Dosen  atau tenaga pendidik lainnya mereka benar-benar sangat berharap agar pemerintah sekiranya lebih memperhatikan nasib mereka. 
Setidaknya upah yang didapatkan harus sesuai dengan pengabdiannya sebagai seorang pendidik generasi.

Bayangkan saja betapa sulitnya mereka memenuhi kebutuhan hidup yang serba konsumtif ini dan harus memutar otak agar semua bisa tercukupi.
Tak jarang mereka harus mencari pekerjaan sampingan diluar mengajar.
Dilansir dari Muslimah News,  Hasil survei Serikat Pekerja Kampus (SPK) menunjukkan bahwa mayoritas gaji dosen di negeri ini kurang dari Rp3 juta pada kuartal pertama 2023. Bahkan, dosen swasta mendapat gaji di bawah Rp2 juta. Tersebab pendapatan yang tergolong kecil ini, sebanyak 76% responden memutuskan mencari kerja sampingan dan 61% merasa jika kompensasi yang diberikan tidak sesuai beban kerjanya. (Tempo, 2-5-2024).

Ini jelas sangat tidak sebanding dengan bentuk pengabdian seorang guru atau dosen universitas yang secara hakiki nya merekalah orang-orang yang memiliki jasa untuk mencetak generasi peradaban ini,
Ketidakadilan soal gaji yang mereka dapatkan membuat beban bagi mereka, sama sama berstatus  dosen tapi gaji tak sama padahal berada dalam satu tugas yang sama dan dalam situasi ekonomi yang sama sama sulit dan makin melilit.

Kondisi ini semakin mengingatkan kita bahwa negri ini telah gagal dalam memberikan kesejahteraan kepada dosen, mereka harus bersusah payah jika ingin keberadaannya diakui dan mendapatkan sertifikasi.
Kegagalan negri ini dalam memposisikan dosen sebagai orang yang berjasa diakibatkan penerapan sistem kapitalisme dengan sekulerisasi sebagai asasnya.
Sudah diketahui bersama bahwa sistem sekuler inilah pemutus kesejahteraan paling langgeng jika masih dipertahankan.
Perpaduan materislisme dan liberalismenya telah merampas pendapatan negara. Yang seharusnya dikelola untuk diberikan kepada rakyat namun ternyata dikelola untuk masuk ke kantong para kapitalis.

Tidak adanya perhatian pemerintah bagi dosen membuat kita berpikir untuk bertanya apakah yang sebenarnya diinginkan pemerintah?
Jika misinya meraih Indonesia emas dengan meningkatkan SDM.
Tentu ini akan terlihat tabu dan tidak sesuai rel, segala sesuatu yang mengacu pada arah peningkatan SDM namun disisi lain banyak terjadi hal yang tidak sinkron.
Dari mahalnya biaya UKT misalnya ditambah rendahnya gaji para dosen ataupun guru serta masih ada beberapa hal lain yang bisa mengurangi kualitas pendidikan. Bergantinya  kurikulum serta bahan ajar menampakkan bahwa ketidaksiapan pemerintah sangat bertabrakan dengan tujuannya.
Hasilnya tetaplah rakyat yang harus menanggung ini semua.

Hal tentu saja sangat bersebrangan dengan sistem Islam,  Dalam islam untuk menangani upah atau gaji bagi para pendidik sangatlah bernilai dan dihargai dengan begitu besar.
Sehingga para dosen bisa fokus mendidik generasi untuk siap menjadi pemimpin dimasa depan, 
Kita ambil contoh dari gambaran pada masa kejayaan islam waktu itu di era Khalifah Umar bin Khattab, seorang guru digaji hingga 15 dinar per bulan ( 1 dinar =4, 25 gram emas)
Jika mengacu pada harga emas saat ini yakni 1 gram emas sekitar Rp 1, 308 juta, maka gaji guru = Rp 83, 385 juta per bulan.
Sungguh sangat mahal sekali gaji yang diapresiasi kan bagi dosen atau guru.

Lalu dari mana semua biaya gaji diambil?  Dalam islam ada konsep yang jelas yaitu dengan adanya baitulmal yang pemasukan nya dari jizyah, fai, kharaj, ganimah dan seluruh SDA.
Semua ini akan dikelola negara untuk mengurusi kebutuhan rakyat termasuklah gaji bagi para pendidik.

Maka antara negara dan dosen akan merasa damai dan tenang ketika semua urusan berjalan diatas aturan yang benar yaitu islam.
Sehingga akan lahirlah para generasi yang hebat untuk memimpin dunia.

Wallahu a lam bissawab


Share this article via

63 Shares

0 Comment