| 52 Views
Munculnya Pinjol di Bangku Kuliah

Oleh : Elly Waluyo
Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam
Sistem sekuler kapitalis telah memposisikan negara hanya sebagai regulator. Yaitu regulator untuk memuluskan kepentingan-kepentingan oligarki yang didomplengi oleh korporat. Tak ada sedikitpun kepedulian terhadap kepentingan umat, yang ada justru semakin membebani rakyat dengan berbagai mekanisme pajak yang dimanipulasi seolah mendukung kepentingan rakyat. Padahal sebenarnya untuk menutupi aksi perlombaan meraup materi sebagai ajang aji mumpung dalam menduduki jabatan.
Sistem ini memang menitikberatkan pada materi yang berkolaborasi dengan landasan sistem yaitu liberal atau kebebasan. Hal inilah yang kemudian mendorong setiap individu untuk meraih materi sebanyak-banyaknya dengan cara bebas tanpa memperdulikan halal dan haram caranya.
Kontroversi dalam kaitannya dengan pinjol (pinjaman on line) yang semakin marak saat ini semakin mendapat angin segar dalam perkembangannya, karena mendapat dukungan dari menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy yang menyatakan bahwa penggunaan pinjol di lingkungan akademik yang digawangi oleh perusahaan P2P lending merupakan perwujudan inovasi teknologi dan menganggapnya sebagai kesempatan bagus asalkan penggunanya tidak menyalahgunakan. Pihaknya juga menambahkan bahwa keberadaan pinjol dapat menjadi solusi bagi mahasiswa yang kesulitan dalam pembiayaan kuliah, dan menurutnya sudah ada 83 perguruan tinggi yang bekerjasama dengan pinjol resmi dalam mekanisme pembayaran uang kuliah. (https://tirto.id : 3 Juli 2024)
Semakin parahnya segala problematika yang terjadi saat ini bersumber dari penerapan sistem kapitalis yang menjadikan negara melepas tanggung jawabnya sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Paradigma kepemimpinan para pejabatnya menjadi rusak, bahkan mirisnya semakin menggiring masyarakat pada kerusakan. Pragmatisme tersebut mengambarkan jeratan kemiskinan yang melanda masyarakat saat ini, karena kegagalan negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. hal itu juga membuktikan abainya negara dalam menyediakan pendidikan yang terjangkau sehingga dapat meraih tujuan pendidikan.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang menempatkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam seluruh aspek kehidupan rakyatnya, termasuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Negara mewujudkan kesejateraan tersebut dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan yang layak yang upahnya dapat memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya, mengendalikan mekanisme pasar dalam kaitannya dengan harga kebutuhan pokok sehingga dapat dijangkau dengan murah oleh rakyatnya. Negara juga berkewajiban menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan yang bermutu, baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang dapat diakses dengan murah, mudah bahkan gratis oleh setiap warga negaranya.
Kestabilan sumber pendapatan negara berasal dari baitul mal yang didapat dari berbagai sumber sesuai syariat, termasuk pengelolaan secara mandiri sumber daya alam. Hal tersebut memudahkan negara mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Selain itu sistem Islam memposisikan pejabat sebagai sosok pemimpin yang dapat diteladani, taat syariat dan memahami bahwa dirinya adalah pengurus, pelayan dan pelindung umat sehingga memanfaatkan segala bentuk inovasi teknologi sesuai dengan tuntunan syariat. Demikianlah sistem Islam mewujudkan kesejahteraan bagi umat.