| 306 Views

Mitigasi Negara Lemah, Rakyat Sering Tertimpa Musibah

Oleh : Anne
Ciparay Kab. Bandung

Seolah menjadi "bencana alam langganan" musibah bencana alam terjadi kembali di sejumlah daerah. Hujan dengan intensitas ringan hingga tinggi terus mendominasi sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi cuaca ini menyebabkan berbagai bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir dan tanah longsor.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan bencana hidrometeorologi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). (cnnindonesia.com)

Untuk Jawa Barat sendiri, bencana besar terjadi di sejumlah kota. Sukabumi misalnya, telah menetapkan status tanggap darurat bencana, pasca bencana melanda daerah itu. Bencana alam juga terjadi di daerah lain seperti Cianjur dan Pandeglang. Di Cianjur, bencana alam berupa pergerakan tanah, sedangkan di Pandeglang Banten, banjir akibat luapan Sungai, hingga merendam permukiman warga, mengakibatkan akses jalan warga menjadi terbatas, sehingga warga harus mengungsi di posko darurat.

Terkait bencana yang sering menyapa Indonesia, tentunya banyak menimbulkan kerugian, baik berupa harta benda, perekonomian yang lumpuh, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa. Terjadinya bencana alam memang layak membuat kita muhasabah. Namun, kita tidak bisa menampik bahwa bencana alam yang terus terulang terjadi, sejatinya bersifat sistemis.

Bencana yang kerap terjadi, sejatinya akibat penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Bagaimana tidak, dalam sistem kapitalisme negara hanya sebagai regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal. Pembangunan ala kapitalisme, pun hanya memberi ruang bagi oligarki mengubah lahan serapan menjadi lahan bisnis.

Maraknya aktivitas deforestasi baik untuk lahan pertanian, permukiman hingga tempat wisata, menjadi bukti negara abai atas keselamatan rakyat dan kerusakan alam, karena hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Deforestasi bisa menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penahan air dan pengikat tanah. Sehingga, ketika  curah hujan tinggi, ditambah infrastruktur mitigasi yang lemah dan kurang diperhatikan, maka bencana terulang kembali.

Padahal, sistem peringatan dini dan infrastruktur penanggulangan bencana yang belum optimal bisa meningkatkan risiko bencana. Hal ini, tentunya menambah bukti bahwa negara dalam sistem kapitalisme tidak bisa menjadi raa'in dan junnah bagi rakyatnya.

Tentunya, pencegahan terjadinya bencana akan  berbeda jika dalam sistem Islam. Dalam Islam, negara wajib menghindarkan rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana. Sehingga, negara akan melakukan perencanaan matang dalam pembangunan dan berorientasi hanya pada kemaslahatan seluruh rakyat. Dalam proyek pembangunannya, pun berbasis mitigasi bencana.

Indonesia memang bukan hanya negeri yang kaya dengan sumber daya alam, tetapi juga negeri dengan potensi bencana alam yang berlimpah. Akan tetapi, andai kita mau belajar pada Daulah Islam pada masa lalu, yang menerapkan solusi berdasarkan perspektif Islam pada setiap problematika kehidupan, termasuk dalam menangani bencana. Maka, penguasa Daulah Islam saat itu, mampu menjadi raa'in dan junnah bagi rakyatnya.

Dalam sistem Islam, negara akan menaruh perhatian yang besar, agar tersedia fasilitas umum yang mampu melindungi rakyat dari berbagai bencana, yakni dengan membayar para insinyur untuk membuat alat dan metode peringatan dini, mendirikan bangunan tahan bencana, membangun bunker cadangan logistik, hingga melatih masyarakat untuk selalu tanggap darurat.

Selain itu, pembangunan dalam Islam mengandung visi ibadah, yang mana pembangunan harus bisa menunjang visi penghambaan kepada Allah Ta'ala. Sehingga, jika suatu proyek pembangunan bertentangan dengan aturan Allah ataupun berdampak pada terzaliminya hamba Allah, pembangunan itu tidak boleh dilanjutkan.

Begitu pula perihal tata guna lahan. Lahan yang subur dan efektif, tidak akan dialihfungsikan untuk permukiman, kawasan industri maupun tempat wisata, agar ekosistem lingkungan tetap terjaga. Semua itu dilakukan, karena kembali kepada fungsi negara dalam Islam yakni menjadi raa'in dan junnah bagi rakyatnya.

Hujan adalah rahmat, sedemikian teliti Allah menggambarkan proses terjadinya hujan. Dengan begitu, pasti seimbang pula fungsi ekologis hujan tersebut bagi suatu kawasan, bukan semata untuk menimpakan suatu bencana pada manusia. Maka, solusinya tidak lain adalah dengan kembali kepada aturan Allah sebagai pedoman dalam kehidupan, termasuk dalam pengambilan berbagai kebijakan oleh penguasa.

Alhasil, pembangunan dan pengelolaan bumi, tidak melulu demi reputasi, apalagi kapitalisasi dan angka-angka semu pertumbuhan ekonomi. Semata demi menegakkan aturan Allah Ta'ala dan meneladani Rasulullah saw. dalam rangka mengurus urusan umat. Sehingga tentu saja membuahkan keberkahan bagi masyarakat.

Wallahu a'lam bish shawwab.


Share this article via

130 Shares

0 Comment