| 51 Views
Miris! Prostitusi Online Terjadi di Kota Ramah Anak

Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Perasaan marah, sedih, malu, dan menjijikan saat mendapatkan khabar Kota Depok terjerat kasus prostitusi online. Tak tanggung-tanggung, menurut Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok diduga ada pejabat dalam maupun luar Depok yang terlibat. Kejari Depok tidak akan segan akan membongkar prostitusi online pada persidangan, apabila ditemukan pejabat ikut terlibat pada bisnis tersebut (Liputan6.com, 20/11/2024).
Diketahui, komplotan dugaan prostitusi online yang berada di Apartemen Saladin, Margonda, Depok menawarkan jasa prostitusi online melalui aplikasi Michat dan situs Locanto. Sebanyak tujuh perempuan dijual pada aplikasi tersebut dan mirisnya baik pelaku maupun korban rata-rata generasi muda.
Ternyata, sistem kerja komplotan tersebut ada yang berperan mencarikan pelanggan melalui media sosial dan situs dan mempromosikannya. Adapun besaran tarif yang dipromosikan mencapai Rp250 ribu hingga Rp 500 ribu, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Kalau mereka sudah mendapatkan orang yang mau memanfaatkan korban, itu di telepon atau mungkin melalui chat. Nanti setelah mereka deal harga, bertransaksi, lalu kalau sudah ok, lalu korban diantarkan.
Sudah otomatis hal ini melibatkan pihak lain seperti apartemen, pengguna layanan, sudah seharusnya penyidik berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan digital serta ahli forensik digital, guna mengidentifikasi jaringan tersangka dan memblokir layanan digital yang memfasilitasi praktik prostitusi. memproses siapa saja yang terlibat, dari penyedia sarana hingga pengguna layanan,dan harus segera dibina bila sulit dibinasakan.
Kasus prostitusi online ini menunjukkan eksploitasi teknologi digitalisasi untuk kemaksiatan. Astaqfirullah, ilmu yang harusnya bermanfaat untuk umat, dipakai untuk maksiat dan merusak umat. Miris! Prostitusi online terjadi di kota ramah anak. Dimanakah para penguasa kota religius yang terkenal dengan slogan kota ramah anak?
Kasus ini menggambarkan banyak generasi penerus bangsa, calon pemimpin bangsa, tidak memiliki bekal yang cukup khususnya dari sisi pembinaan akidah Islam yang menjadi standar dan filter untuk mengarahkan perilakunya termasuk bagaimana seharusnya memanfaatkan teknologi digital. Tentu ini cerminan gagalnya pemerintah kota dalam sistem pendidikan dan juga regulasi terkait pemanfaatan teknologi sehingga kasus semacam ini terjadi di Depok. Naudzubillah.
Di sinilah urgensi Islam sebagai mabda ditanamkan agar pemerintah, masyarakat dan individu memiliki panduan bagaimana tuntunan Islam untuk mengatur segala interaksi dalam masyarakat bahkan di tengah kemajuan digital agar optimal untuk kemaslahatan dunia akhirat.