| 270 Views
Miris, Komersialisasi di Perguruan Tinggi

Oleh : Ummu Nafisa
Aktivis Muslimah, Pekanbaru
Gelombang protes yang dilakukan oleh para Mahasiswa yang ada di PTN BH diantaranya Unri, UGM, Unsoed, USU, UIN Syarif Hidayatullah dan disusul juga para Mahasiswa yang berasal dari PTN lainnya kian memanas.
Pasalnya, Aksi ini ditengarai oleh kebijakan mendadak dan sepihak oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN BH) yang disetujui oleh Pemerintah lewat Kemendikbudristek, yang menaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di tengah-tengah perekonomian Masyarakat yang kian sulit. Apa sejatinya penyebab kenaikan UKT yang begitu tinggi dan Bagaimana Islam menyelesaikan permasalahan ini?
Komersialisasi di Perguruan Tinggi
Persoalan UKT sejatinya adalah masalah lama yang berulang, bahkan setiap tahun uang kuliah mengalami kenaikan yang signifikan. Hanya saja tahun ini kenaikan pada UKT di beberapa Perguruan Tinggi Negeri begitu fantastik mencapai 100%-500%. Masalah ini bermula sejak diterbitkannya UU no.12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi Negeri, yang mengatur perubahan status PTN menjadi PTN berbadan hukum (PTN-BH) oleh pemerintah. Ketika Perguruan Tinggi diberi hak otonom yang luas mulai dari aspek akademis hingga pembiayaan pendidikan.
Perubahan status ini melahirkan konsekuensi baru yaitu PTN
tidak lagi mendapatkan subsidi pendidikan secara utuh dari pemerintah sebagaimana sebelumnya. Alhasil, hal ini mendorong pihak PTN-BH untuk mencari dana dari pihak swasta guna pembiayaan operasional kelembagaan dan pembangunan infrastruktur.
Dengan adanya kerjasama dengan pihak swasta berarti pihak perguruan tinggi harus membuka diri dengan korporasi sekaligus memberi ruang bagi dunia industri untuk ikut terlibat dalam pengelolaan pendidikan dan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Diantaranya bentuk kerjasama tersebut seperti membuka pintu bagi pengusaha untuk berinvestasi, ataupun membuat riset yang memiliki nilai jual pada korporasi. Termasuk yang terjadi di ITB, yakni pihak perguruan tinggi bekerja sama dengan pihak swasta untuk menawarkan pada mahasiswa mekanisme pinjaman online guna membayar uang kuliah.
Parahnya lagi, pihak PTN akan mengambil jalan pintas dengan menaikkan biaya pendidikan jika pembiayaan operasional kelembagaan belum mencukupi. Seperti yang terjadi saat ini, hampir semua perguruan tinggi negeri berbondong- bondong menaikan uang kuliah demi terpenuhinya pembiayaan operasional tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi tidak lagi sebagai lembaga pendidikan murni, melainkan sebagai lembaga bisnis. Ini sesuai dengan konsep triple helix, yaitu menjalin kerjasama antara Pemerintah, Pendidikan, dan Pengusaha. Konsep ini lahir dari ideologi kapitalisme, sistem aturan yang bersandar pada sekularisme.
Senada dengan program World Class
University (WCU) yang juga lahir dari ideologi yang sama. Yang mengharuskan PTN-BH memenuhi syarat-syarat khusus ataupun standar tertentu yang membutuhkan pembiayaan yang sangat tinggi. Hasilnya, pendidikan lebih mengedepankan pemenuhan tuntutan industri daripada orientasi pendidikan itu sendiri.
Inilah wujud nyata komersialisasi pendidikan di perguruan tinggi hari ini yang merupakan konsekuensi dari diterapkannya ideologi Kapitalis. Dalam negara yang menerapkan ideologi tersebut, kondisi ini menjadi suatu keniscayaan. Untung dan rugi selalu menjadi acuan karena Pemerintah hanya sebagai regulator bukan sebagai pengurus rakyat. Tidak heran jika komersialisasi pendidikan sedemikian kental. Dan akhirnya Pemerintah pun berlepas tangan dengan alasan membangun kemandirian dalam dunia pendidikan. Pelepasan tanggung jawab negara ini akhirnya berdampak pada semakin rendahnya akses pendidikan tinggi bagi masyarakat. Dan visi mewujudkan Indonesia emas 2045 pasti hanya tinggal mimpi.
Sistem Pendidikan Islam adalah solusi
Islam agama yang unik. Islam adalah agama sekaligus ideologi yang memiliki aturan yang mampu menyelesaikan seluruh permasalahan hidup manusia, termasuk masalah Pendidikan dan pembiayaannya.
Di dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan dasar dan hak rakyat, sehingga pemenuhannya harus dijamin negara sebagaimana kebutuhan dasar sandang, pangan dan papan. Oleh karena itu negara wajib memenuhi kebutuhan tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan Syariat.
Syariat Islam telah menetapkan bahwa Negara berfungsi sebagai pengurus dan penjaga, bukan regulator atau pedagang seperti dalam sistem kapitalis saat ini. Mereka diberi amanah untuk memastikan seluruh hak dasar individu dan masyarakat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan dan pendidikan mampu diperoleh oleh seluruh lapisan masyarakat secara mudah, murah dan berkualitas tinggi. Negara tidak boleh berlepas tangan atau mengalihkan tanggung jawabnya kepada pihak lain.
Dalam rangka pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat dalam aspek pendidikan, sumber pembiayaan sepenuhnya berasal dari negara yaitu baitul mal. Sumber pemasukan itu antara lain dari pos fai dan kharaj, jizyah, ghanimah, dharibah dan sumber-sumber yang berasal dari kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, laut, hutan dan sebagainya. Seandainya kas baitul mal tidak menutupi biaya pendidikan, negara akan mengerahkan rakyatnya yang memiliki kelebihan harta untuk menginfakkan hartanya. Jika infak harta tidak mencukupi maka yang berkewajiban untuk melakukan pembiayaan pendidikan beralih kepada seluruh kaum muslim.
Demikianlah rangkaian mekanisme negara dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan dan pembiayaan. Semua ini dapat terwujud jika didukung oleh penerapan sistem-sistem yang lain, seperti sistem politik Islam, sistem ekonomi Islam, sistem pergaulan Islam dan sistem lainnya dalam bentuk institusi negara Islam. Wallahu'alam.