| 74 Views
Meski Rakyat Lantang Bersuara Demi Menolak Kenaikan PPN, Tetap Saja Suara Rakyat Terabaikan

Oleh : Eliza Putri Syafrida
Pemerintah pasti tahu dengan naiknya tarif PPN akan memukul perekonomian masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. Namun tetap saja kenaikan tarif tetap diberlakukan meski rakyat bersuara untuk menolak. Sulitnya ekonomi ditambah lagi pajak yang menjadi beban dan lagi-lagi rakyatlah yang menjadi korban.
Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menuturkan program prioritas Presiden Prabowo Subianto yakni makan bergizi gratis menjadi salah satu alasan naiknya tarif PPN 12 persen yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2025.
Airlangga menyampaikan dengan menaikan tarif PPN satu persen dari 11 menjadi 12 persen dinilai dapat meningkatkan pendapatan negara sehingga dapat mendukung program prioritas pemerintahan Prabowo pada bidang pangan dan energi. Selain itu alasan Presiden Prabowo Subianto menerapkan PPN 12 persen untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha terutama UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat. Jakarta, Beritasatu.com -
Alih-alih untuk mensejahterakan rakyat, buktinya hanya menambah derita rakyat, lalu apa arti mutu dalam setiap siklus pesta demokrasi, kita menyaksikan panggung di mana suara rakyat menjadi kekuatan utama yang membentuk nasib negara, toh untuk mendengarkan suara rakyat yang tidak setuju dengan kenaikan tarif PPN pemerintah malah memilih menutup telinga. Kenaikan PPN hanya memperburuk kesejahteraan rakyat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah dan meningkatnya angka kemiskinan.
Pemerintah seharusnya mampu mengoptimalkan penggunaan dana negara, mengurangi korupsi dan penyalahgunaan dana, meningkatkan investasi pada sektor strategis seperti menyediakan lapangan kerja, membuat kebijakan fiskal yang pro-rakyat.Pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebankan rakyat. Kebijakan pemerintah yang hanya fokus pada bantuan sosial (bansos) dan subsidi listrik, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang kenaikan PPN,
Bansos dan subsidi tidak mencukupi untuk mengatasi dampak inflasi, kebijakan pemerintah yang tidak menyentuh akar masalah kemiskinan dan kesenjangan, kebijakan penguasa yang populis otoriter, yaitu kebijakan pemerintahan atau kepemimpinan di mana kekuasaan terkonsentrasi pada satu individu atau kelompok kecil, kebijakan tersebut justru mengakomodasi kepentingan para elite terutama pada pemilik saham ,membuat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap penguasa karna hanya berpihak pada mereka pemodal. Penguasa akan terus memburu masyarakat dengan berbagai pungutan, sebab pajak dalam kapitalisme merupakan tulang punggung negara.
Seola-olah penguasa seperti memaksa rakyatnya , mau tidak mau masyakarat harus mengeluarkan harta mereka dan ini menjadi kebijakan yang berlangganan bagi penguasa kapitalistik. Bukti pajak sebagai tulang punggung pendapatan negara ialah peningkatan pemasukan pajak yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Ada banyak jenis pajak di Indonesia dengan berbagai tarif diantaranya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Dengan memalak rakyat dengan dalih membangun negara secara berpartisipasi, kenyataannya kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada kepentingan rakyat padahal mereka digaji dari keringat rakyat dengan tuntutan berbagai pajak secara tidak langsung penguasa memaksa dan rakyat juga terpaksa. Kendati begitu kinerja penguasa bisa dikatakan tidak amanah apalagi adil, tidak sesuai dengan pungutan paksa yang dikeluarkan rakyat.
Ditengah kesulitan rakyat kebijakan ini sangatlah zalim, Khusnya terkait harta yang dilakukan oleh penguasa terhadap ratusan juta rakyat jelas haram.
Allah Swt. berfirman, "Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil". (Al-Baqarah :2 :188)
Dari Ma’qil Bin Yasâr Radhiyallahu anhu berkata, aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya. [Muttafaq alaih].
Islam memandang pemimpin atau penguasa (imam atau khalifah) memiliki peran penting sebagai pemimpin dan pengurus urusan umat. Profil seorang pemimpin dalam Islam yaitu penguasa harus adil dan tidak memihak, harus memiliki kebijaksanaan dan kemampuan dalam mengambil keputusan, harus amanah dipercayai untuk menjaga dan melindungi rakyat, harus lurus berpegan teguh pada prinsip-prinsip agama dan tidak korup, berlandaskan halal dan haram, harus berpengetahuan memahami agama dan hukum-hukumnya.
Rasulullah ﷺ memberikan perumpamaan bahwa pemimpin laksana penggembala (ra’in).Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ . bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…
“Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad).
Maksud penggembala di sini adalah sosok yang harus memberikan arahan kepada setiap gembalannya untuk berjalan sesuai dengan perintah sang penggembala. Sedangkan, rakyat diibaratkan gembalaan yang tidak tahu arah, sehingga memerlukan seorang penggembala untuk menuntun mereka berjalan dengan arah yang benar. Oleh sebab itu, setiap pemimpin harus bisa dan mempunyai keahlian untuk dapat mengarahkan rakyatnya.
Mengurus rakyat (ri'ayah) berati mengurus kebutuhan yang kompleks yakni kebutuhan primer dan sekunder seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan,keamanan dan sebagainya.
Berbeda jauh dengan kepemimpinan kapitalis, Islam menetapkan keputusan dan kemaslahatan umat serta kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab penguasa. Inilah kewajiban utama yakni ri'ayah asy-syu'un al-ummah (mengurus berbagai keperluan umat).
Penguasa dalam Islam senantiasa berupaya melingkupi kehidupan politik dengan nasihat dan taqwa, tidak berambisi untuk merampas harta rakyar serta berlandaskan syariat Islam adalah satu-satunya sumber aturan dan kebijakan.
Hanya Islam yang aturan nya baku tidak pernah berubah dari dulu sampai kapanpun, tidak seperti sistem kapitalis yang aturannya berubah-ubah untuk memprioritaskan keuntungan. Syariat Islam kaffa yang ditegakan para penguasa atas dasar takwa benar benar menyolusi seluruh problem yang memuaskan akal dan menentramkan jiwa bermasyarakat dan bernegara. Sistem politiknya sangat kuat sehingga disegani para musuh, Juga dengan sistem ekonomi dan keuangan dengan mengimplementasikan sumberdaya alam milik rakyat yang melimpah ruah,benar-benar mampu mensejahterakan rakyat secara adil dan rata.
Akhirnya dalam kepemimpinan Islam tidak ada rakyat yang dipalak pajak dengan berbagai pungutan, pemerintah yang berjalan dalam sistem Islam benar-benar meyakini bahwa mereka tidak akan mencium bau surga apabila berani menalak rakyat.Islam juga mengatur sistem pergaulan,hukum, pendidikan, kesehatan,pertahanan,keamanan dan sebagainya. maka akan melahirkan kehidupan yang damai,tentram.
Dibawah kepemimpinan Islam benar-benar terjaga akal,nyawa,harta, kehormatan,agama dan negara. Siapapun bahkan non-muslim pun merasa nyaman dengan diterapkan sistem Islam selagi mereka mengikuti syariat dan tidak mengusik syariat Islam mereka akan merasakan nikmatnya kehidupan dengan sistem Islam.
Semua ralitas ini ada sejarahnya bagaimana Islam memimpin selama 13 abad. tercatat dalam kitab-kitab sejarah yang diakui kevalidannya oleh mereka yang jujur dengan keilmuannya. Sudah saatnya kita meninggalkan sistem yang kufur ini, kembali dengan sistem Islam yang dirindukan umat.
Wallahu a'lam bish showwab.