| 221 Views
Menyoal Makna "Saleh" dalam Bingkai Moderasi Beragama

Oleh: Diana Nofalia, S.P
Aktivis Muslimah
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan bahwa indeks kerukunan umat beragama dan indeks kesalehan sosial di Indonesia meningkat. Keterangan tersebut Menag sampaikan dalam pidatonya pada Religion Festival, eksibisi capaian Kemenag, di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Rabu (9/10/2024).
“Melalui moderasi beragama ini kita terus memperkuat kerukunan, dan saya ingin sampaikan bahwa indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) meningkat dari 76,02 pada tahun 2023 menjadi 76,47 pada tahun 2024,” ungkap Menag Yaqut.
Selain itu, indeks kesalehan sosial yang diukur melalui lima dimensi—kepedulian sosial, relasi antar manusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah—juga mencatat tren peningkatan sejak 2020. Pada tahun tersebut, indeks kesalehan sosial tercatat di angka 82,53, dan kemudian naik menjadi 83,92 pada 2021, 84,55 pada 2022, turun sedikit ke 82,59 pada 2023, namun kembali meningkat menjadi 83,83 pada 2024.
Data tentang indeks kesalehan sosial diperoleh melalui survei yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kemenag di beberapa kota dengan populasi pemeluk agama yang beragam, termasuk Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. (https://kemenag.go.id/nasional/kerukunan-beragama-menguat-menag-indeks-kub-capai-76-47-di-2024-wWHYl)
Naiknya Indeks kerukunan umat beragama (IKUB) dan Indeks Kesalihan sosial (IKS) harus ditelaah dengan mencermati indikator yang digunakan. Indikator IKUB adalah toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. indikator tersebut sejalan dengan prinsip moderasi beragama yang dijalankan saat ini.
Sementara indeks kesalehan sosial diukur melalui lima dimensi yakni; kepedulian sosial, relasi antar manusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah. Terminologi saleh yang selama ini kita pahami, yakni melakukan sesuatunya dengan niat karena Allah dan melakukan sesuai dengan ketentuan syariat, didekonstruksi dalam pengukuran Indeks Kesalehan Sosial. Makna saleh diberikan pemaknaan baru dengan melekatkan tambahan kata “sosial”. Semua Indikatornya mengarah pada moderasi, karena yang diukur adalah parameter-parameter moderasi.
Karakter sebagai muslim moderat inilah yang ditampakkan oleh IKUB dan IKS. Sejatinya Moderasi beragama merupakan proyek asing untuk deideologi Islam. Ide ini merupakan hasil rekomendasi Rand Corporation yang dipasarkan ke negeri-negeri Islam. Mereka melabeli kelompok Islam menjadi 4 empat kelompok, yakni Islam fundamental/radikal, Islam tradisional, Islam moderat, dan Islam liberal. Mereka memperlakukan kelompok-kelompok Islam ini dengan cara berbeda satu sama lain. Targetnya adalah untuk mencegah kebangkitan Islam/ tegaknya persatuan umat Islam.
Moderasi mengakibatkan umat makin jauh dari agamanya. Maka jelaslah moderasi beragama dalam pandangan Islam adalah ide yang berbahaya, sehingga umat harus menolaknya
Islam sudah memiliki aturan tertentu tentang toleransi, yaitu sesuai Al-Qur'an dan As-sunah, yang jelas berbeda dengan standar global.
Makna saleh yang sejatinya adalah manifestasi dari makna taqwa yaitu ketaatan kepada Allah sesuai dengan ketetapan Allah dalam syariat-Nya. Namun, makna saleh dalam konteks moderasi beragama diberikan pemaknaan baru dengan melekatkan tambahan kata “sosial”. Artinya, penambahan kata “sosial” ini mengarah pada definisi saleh yang netral dari nilai-nilai agama (Islam). Jika kita merujuk lagi makna saleh menurut pandangan ulama, Nabi ﷺ dan para sahabat tidak pernah mengajarkan kesalehan menurut pandangan manusia. Mereka selalu menyandingkan saleh dengan Islam. Orang saleh artinya muslim yang taat dan patuh pada perintah Allah.
Tampak jelas definisi saleh yang seharusnya merujuk kepada Islam dikaburkan dengan parameter moderasi. Moderasi beragama merupakan pendekatan yang menekankan sikap tengah dalam menjalankan ajaran agama. Padahal, tanpa moderasi beragama pun, Islam sudah memberikan ruang kebebasan bagi masyarakat nonmuslim untuk memeluk keyakinannya. Hal ini sudah ditegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 256 yang artinya, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”
Makna toleransi yang benar sudah termaktub dalam surah Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi, “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” Dalam Islam, standar toleransi adalah Al-Qur’an dan Sunah. Apa saja yang ditoleransi oleh Al-Qur’an dan Sunah akan ditoleransi oleh umat Islam. Begitu pun sebaliknya.
Toleransi seagama sejatinya sudah dibangun Rasulullah ﷺ, para sahabat, dan generasi setelahnya dalam kerangka dasar akidah Islam yang sahih dan ikatan ukhuwah yang kuat. Toleransi antaragama dalam Islam juga sudah terbangun indah sejak masa Kekhalifahan Islam berkuasa selama lebih dari 13 abad lamanya. Di Spanyol, misalnya, lebih dari 800 tahun pemeluk Islam, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan dengan tenang dan damai. Di India, sepanjang kekuasaan Bani Ummayah, Abbasiyah, dan Ustmaniyah, muslim dan Hindu hidup rukun selama ratusan tahun. Di Mesir, umat Islam dan Kristen hidup rukun ratusan tahun sejak masa khulafaurasyidin (Al–Waie, 14-10-2021).
Dengan demikian, untuk memahami dan menerapkan Islam, toleransi, keberagaman, keadilan, dan saling menghormati sesama umat manusia, tidak perlu menggunakan paradigma sekuler kapitalisme dan pemikiran moderat ala Barat. Tanpa itu semua, Islam sudah menjelaskan dan mengajarkannya secara sempurna.
Moderasi mengakibatkan umat makin jauh dari agamanya. Maka jelaslah moderasi beragama dalam pandangan Islam adalah ide yang berbahaya, sehingga umat harus menolaknya
Islam sudah memiliki aturan tertentu tentang toleransi, yaitu sesuai Al-Qur'an dan As-sunah, yang jelas berbeda dengan standar global. Moderasi beragama hanyalah kedok untuk melanggengkan ideologi sekuler kapitalisme dan pemikiran derivatnya, seperti pluralisme, liberalisme, dan sebagainya.
Islam adalah sistem kehidupan yang paripurna serta menyeluruh bagi kebaikan umat manusia, sistem yang berasal dari Sang Pencipta manusia. Sudah seharusnya umat Islam harus berjuang untuk mengembalikan kemurnian ajaran Islam dengan menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai pedoman hidup yang diterapkan dalam semua aspek kehidupan.
Pedoman selain dari keduanya, hanya akan semakin menjauhkan umat Islam dari agamanya dan persatuan umat. Adapun cara mengembalikan kemurnian ajaran Islam ialah dengan pembinaan intensif, berdakwah mencerdaskan umat dengan pemikiran Islam yang khas, dan berjuang bersama menegakkan sistem pemerintahan Islam yang mampu melindungi umat dari berbagai serangan pemikiran barat yang berusa menjadikan umat Islam sesuai versi mereka. Dan tak kalah penting dari semua itu adalah dengan terwujudnya sistem pemerintahan Islam, umat akan terbebas dari berbagai penjajahan secara ekonomi, politik, maupun pemikiran.
Wallahu a'lam.