| 132 Views

Mengatasi Bahaya Banjir di Sistem Kapitalis Sangat Sulit

Oleh : Lafifah
Aktivis Muslimah

Bahaya banjir di musim penghujan seakan menjadi momen tahunan. "Musim hujan ya siap-siap banjir" begitulah kiranya. Yang selalu dialami masyarakat yang ada di wilayah atau daerah rawan banjir akan bersiaga sebelum musim penghujan tiba, antisipasi bahaya banjir jauh-jauh hari.

Seperti dilansir dari AYOBANDUNG.COM, SOREANG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung mengingatkan warga untuk mewaspadai potensi bencana banjir yang biasa menggenang saat musim hujan.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Kabupaten Bandung, Uka Suska, mengatakan berdasarkan prediksi BMKG, saat ini wilayah Kabupaten Bandung sudah memasuki musim penghujan sehingga potensi terjadinya bencana banjir dan longsor cukup tinggi.

"Kami imbau agar masyarakat mewaspadai potensi terjadinya bencana banjir. Kami juga selalu melakukan sosialisasi kepada daerah rawan banjir agar masyarakat bisa meningkatkan kewaspadaannya," ujar Uka, Jumat, 18 Oktober 2024.

Apakah himbauan semacam ini merupakan solusi? kalau bahaya banjir ini sebenarnya sudah bisa diprediksi, tentu tidak, masyarakat butuh solusi tuntas mengatasi banjir, sehingga banjir tidak lagi menjadi momen tahunan di musim penghujan.

Faktor utama sulitnya mengatasi banjir di sistem kapitalis yang ada saat ini adalah adanya penguasaan lahan serapan air yang diberikan pada pemilik modal untuk dibangun gedung-gedung, perumahan yang notabenenya lahan tersebut merupakan lahan serapan air, seperti persawahan yang sudah beralih fungsi menjadi KPR, sungai yang tidak terawat, bahkan kadang menjadi tempat  pembuangan sampah, yang akhirnya  sungai yang seharusnya mampu menampung air hujan menjadi meluap, tanah resapan yang berubah menjadi bangunan pun menjadikan air bermuara ke pemukiman warga yang mengakibatkan banjir.
Inilah kenyataan di sistem kapitalis yang hanya mengedepankan kemanfaatan segelintir orang dengan mengabaikan kepentingan umum masyarakat. Penguasa semestinya malu, jika ada julukan "banjir tahunan" atau "bencana alam langganan" hal itu malah menunjukkan sikap abai terhadap mitigasi bencana, alih-alih mengantisipasinya. Sudah semestinya penguasa kembali pada hakikat kekuasaan yang dimilikinya, yakni semata demi menegakkan aturan Allah ta'ala dan meneladani Rasulullah Saw. dalam rangka mengurus urusan umat. Rasulullah Saw bersabda, "Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR Muslim dan Ahmad).

Islam tidak anti pembangunan. Banyaknya pembangunan di dalam sejarah peradaban Islam justru telah terbukti riil berfungsi untuk urusan umat. Tidak hanya itu, pembangunan di dalam Islam juga mengandung visi ibadah, bahwa pembangunan harus bisa menunjang visi penghambaan pada Allah ta’ala. Untuk itu, jika suatu proyek pembangunan bertentangan dengan aturan Allah ataupun berdampak pada terdzaliminya hamba Allah, pembangunan itu tidak boleh dilanjutkan.

Begitu pula perihal tata guna lahan. Penguasa sudah semestinya memiliki inventarisasi akan fungsi dari masing-masing jenis lahan. Lahan yang subur dan efektif untuk pertanian, sebaiknya jangan dipaksa untuk dialihfungsikan menjadi pemukiman maupun kawasan industri.

Juga lahan pesisir, semestinya difungsikan menurut potensi ekologisnya, yakni mencegah abrasi air laut terhadap daratan. Sedangkan kawasan hutan hendaklah dilestarikan sebagai area konservasi agar menahan/mengikat air hujan. Sehingga tidak mudah menimbulkan tanah longsor, sekaligus menjaga siklus air.

Allah ta'ala berfirman, "jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." 

Wallahu a'lam bishawab.


Share this article via

107 Shares

0 Comment