| 71 Views

Membangun Kesadaran Politik Islam dalam Tubuh Aktivis Mahasiswa

Oleh : Rostati
Muslimah Pemerhati Generasi

Dikutip dari KOMPAS.com pada Senin (16/12/2024) bahwa Pemerintah resmi menerapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Resolusi Tahun Baru dari Kerasnya Dunia Kurir ”Upstream” Hal ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan. Hal tersebut menimbulkan aksi para aktivis mahasiswa, salah satunya Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga atau BEM Unair yang menolak wacana kenaikan Pajak Pertambahan Negara atau PPN sebesar 12% dari yang semula 11%. Lebih lanjut, penolakan tersebut dilakukan oleh BEM Unair setelah melakukan kajian komprehensif dan mendalam mengenai dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat. (Surabaya-Jatim).

Demonstrasi mahasiswa di tengah peliknya persoalan bangsa bak angin segar pada siang hari. Peristiwa ini membuat siapa saja yang menginginkan perubahan, memiliki secercah harapan bagi keterpurukan. Namun, hati-hati, jangan sampai demonstrasi digembosi kepentingan-kepentingan politik. Maklum, ini adalah alam demokrasi, syahwat kekuasaan lebih mendominasi daripada nurani. Bukan mustahil jika demonstrasi ini hadir sebagai wujud kesadaran mahasiswa akan perannya sebagai agen perubahan. Namun, bukan tidak mungkin pula elite partai menunggangi demonstrasi kali ini.

Kepedulian Gen Z terhadap kebijakan yang menyengsarakan rakyat sudah seharusnya ada, karena Gen Z adalah salah satu kekuatan umat dalam mewujudkan perubahan.

Penolakan Gen Z atas kebijakan ini harus dibangun dengan kesadaran yang sahih atas kerusakan sistem hari ini. Bukan hanya pungutan pajak saja yang harus ditolak. Namun juga sistem kehidupan yang menjadi asas lahirnya kebijakan pajak atas rakyat yaitu sistem kapitalis. 

Sistem pendidikan sekuler membajak nalar kritis mahasiswa. Sistem pendidikan sekuler telah memisahkan agama dari kehidupan ini berhasil menjauhkan generasi muslim dari nilai-nilai Islam. Dalam sistem sekuler, agama hanya alat untuk mengatur urusan akhirat (ibadah). Sedangkan untuk urusan dunia (muamalah), manusia dilarang bawa-bawa agama. Belum lagi kurikulum pendidikan sekuler yang berantakan dan tidak berdasarkan pada akidah Islam, membuat pemuda tidak memiliki iman kuat. Padahal, iman adalah benteng perlindungan yang kukuh bagi seseorang agar tidak mudah hanyut dalam arus globalisasi zaman. Walhasil, sistem pendidikan sekuler telah membajak potensi mahasiswa sebagai agen perubahan menjadi sekadar pemuda selfish yang lebih fokus pada teraihnya materi sebanyak mungkin bagi dirinya dan abai dengan masalah di sekitarnya.

Maka peran politik Islam  harus ditumbuhkan dengan menempa diri mereka menjadi subjek perubahan dan bermental tahan banting. Mahasiswa harus mengubah dirinya agar berpola pikir Islam yang akan berpengaruh pada pola sikapnya.

Allah Taala berfirman dalam QS Ar-Ra’d [13]: 11,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali setelah mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” 

Selain itu, mahasiswa harus memahami bahwa aktivitas untuk mengadakan perubahan tidaklah sekedar mengubah, melainkan untuk sebuah tujuan yang telah ditentukan dengan arah jelas dan pasti. Perubahan itu tidak ditujukan demi realitas buruk, tetapi demi realitas baru yang terjamin ada kebaikan di dalamnya. Realitas saat ini adalah kita hidup dalam sistem demokrasi sekuler yang jelas-jelas menjadi penyebab ruwetnya kehidupan masyarakat. Realitas baru yang ingin kita tuju bukanlah realitas sistem demokrasi yang tambal sulam, melainkan di luar sistem demokrasi, yakni sistem Islam yang jelas rahmatan lil ‘alamiin. Selain itu, mahasiswa harius memahami bahwa aktivitas perubahan harus dilaksanakan di atas jalan yang jelas dan sesuai dengan langkah yang digariskan. Ini tiada lain untuk menjamin nihilnya kegagalan di pertengahan jalan dan menjamin tidak adanya kesalahan dalam mencapai sasaran.

Demikianlah, pendidikan politik pada Gen Z tidak boleh diabaikan, terlebih Islam melihat potensi Gen Z sebagai agen perubahan hakiki sangat besar.  Selain itu, Islam memiliki sistem pendidikan Islam untuk membekali Gen Z. Dengan berbagai ilmu itu diharapkan menjadi produktif dan menghasilkan karya untuk umat Islam. Juga akan memberikan pendidikan politik Islam sebagai bekal bagi Gen Z harus bergabung pada partai politik Islam ideologis untuk mendapatkan pendidikan politik Islam. Hal tersebut ditujukan agar gerak perjuangannya terarah dan berada pada jalan yang menghantarkan pada perubahan yang hakiki. Yaitu kehidupan yang diatur dengan Islam kafah.

Wallahualam bishawab.


Share this article via

26 Shares

0 Comment