| 323 Views

Megathrust Perceraian: Menjaga Keutuhan Keluarga Muslim di Tengah Gempuran Liberalisme

Sejak terucap kalimat sakral qabiltu nikahaha wa tazwijaha atau “saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan dengan maskawin..!” Sah. Maka sejak saat itu apa yang semula diharamkan Allah menjadi halal. Bila semula you and me, maka sekarang menjadi “we”. Bukan lagi aku dan kamu tapi “kita” karena telah menjadi satu dalam ikatan pernikahan.

Gambar hanyalah ilustrasi

CendekiaPos - Harta yang paling berharga adalah keluarga, sebuah istana indah yang tidak ternilai harganya. Namun, gelombang perceraian, seperti megathrust yang mengguncang, merambah keutuhan keluarga Muslim. Di balik romantika pernikahan, liberalisme muncul sebagai gelombang yang merongrong pondasi kebahagiaan keluarga.

"Perceraian di Angka Puncak: Drama Keluarga Muslim"

Dramatisnya, angka perceraian di Indonesia melonjak tajam, menorehkan kisah pilu bagi keluarga Muslim. Tercatat lebih dari 516 ribu pasangan suami-istri mengakhiri perjalanan pernikahan di pengadilan agama, sementara angka pernikahan mengalami penurunan. Pertanyaannya, mengapa kebahagiaan keluarga menjadi semudah itu dipertaruhkan?

"Liberalisme: Ancaman Tersembunyi"

Gelombang liberalisme, lahir dari pangkuan sekulerisme, mewarnai pandangan keluarga Muslim tentang kebahagiaan. Kehadirannya membawa konsep kebebasan tanpa batas, merubah "kita" menjadi "aku dan kamu." Paham ini menyebar racun ke pikiran pasangan suami-istri, menggiring fokus pada kebahagiaan pribadi tanpa mempertimbangkan kebahagiaan bersama.

"Islam sebagai Penjaga Keutuhan Keluarga"

Islam memandang pernikahan sebagai perjanjian agung, bukan sekadar ikatan jatuh cinta. Melalui Mitsaqon Ghalidza, Islam membangun pondasi kuat pernikahan yang tak mudah putus. Paham ini membimbing pasangan suami-istri untuk bersabar dalam badai, menghadapi ujian sebagai bagian dari perjalanan hidup.

"Tatanan Masyarakat Islam: Menjaga Kebahagiaan Bersama"

Tatanan masyarakat Islam didesain untuk saling menjaga dan bahu-membahu melindungi keutuhan keluarga. Dalam pelukan Islam, hubungan suami-istri dipelihara dengan nilai-nilai kesetaraan, saling menghormati, dan saling menjaga kehormatan. Haramnya tindakan yang merusak hubungan suami-istri menunjukkan tingginya perhatian Islam terhadap kemuliaan perkawinan.

"Negara sebagai Penjamin Keutuhan Keluarga"

Islam mewajibkan negara memberikan jaminan kejahteraan dan perlindungan terhadap faktor-faktor yang dapat merusak keluarga. Dukungan penuh dari negara diperlukan untuk melawan liberalisme yang bisa mengancam nilai-nilai keluarga Muslim. Keberhasilan sebuah bangsa tak hanya terletak pada lahirnya pemimpin, tapi juga dalam menjaga keutuhan keluarga sebagai seluruh inti masyarakat.

"Mengawal Keutuhan dengan Iman: Rasulullah Sebagai Teladan"

Rasulullah saw., sebagai teladan terbaik, memberikan panduan dalam menghadapi godaan dan ujian pernikahan. Keberhasilan dan kebahagiaan bukan hanya milik satu individu, melainkan milik seluruh keluarga. Keteguhan iman, kesetiaan, dan saling menjaga adalah kunci menjaga keutuhan keluarga Muslim.

"Mencapai Harmoni: Menggapai Kebahagiaan Bersama"

Ketika gelombang liberalisme dan perceraian merayap, keluarga Muslim diajak untuk menyadari nilai-nilai keutuhan. Menjaga kesucian pernikahan bukan hanya tanggung jawab pasangan suami-istri, tapi juga seluruh masyarakat dan negara. Dengan mengikuti jejak Islam, keluarga Muslim dapat mencapai harmoni, menjaga kebahagiaan bersama, dan menangkal godaan yang merusak.

Sebagai inti dari masyarakat, keluarga Muslim berperan penting dalam pembentukan karakter dan moral. Dengan menjaga keutuhan, keluarga Muslim mampu menjadi pelopor dalam membangun generasi yang kokoh, beretika, dan menciptakan kebahagiaan yang langgeng. Mari bersama-sama merangkul keutuhan keluarga, menjaga harmoni, dan menghadirkan kebahagiaan bersama yang abadi.


Share this article via

106 Shares

0 Comment