| 388 Views

Maraknya Kasus KDRT, Buah Sistem Kapitalisme

Oleh : Erna Ummu Azizah

Berita seputar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), seakan tiada habisnya. Ada istri dianiaya suaminya, suami dibunuh istrinya, ibu parang anaknya, menantu bacok mertuanya, dan masih banyak kasus lainnya. Sungguh miris, sesama anggota keluarga yang seharusnya saling menjaga, justru menjadi biang bencana.

Seperti dilansir dari laman berita online, "Seorang istri mantan Perwira Brimob berinisial MRF, RFB, mengalami penderitaan dalam rumah tangganya sejak 2020. RFB mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang kali oleh suaminya. Kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat. Korban mengalami luka fisik hingga keguguran." (Kompas.com, 22/3/2024)

Tak hanya kasus KDRT antara suami dan istri. Ada juga kasus KDRT yang melibatkan menantu dan mertua. "Seorang menantu laki-laki bernama Joni Sing (49 tahun) di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya, ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya itu lantaran melakukan KDRT kepada istrinya." (Kumparan News, 22/3/2024)

Ngeri, anggota keluarga yang harusnya diliputi rasa cinta dan kasih sayang, berujung nyawa yang melayang. Kasus seperti ini tentu bukanlah kali pertama. Masih banyak kasus serupa yang mungkin tak terhitung jumlahnya.

Maraknya KDRT menunjukkan rapuhnya ketahanan keluarga. Salah satunya karena fungsi perlindungan tidak terwujud. Dan kasus seperti ini lumrah sekali dalam sistem kapitalisme. Bagaimana tidak, sistem kapitalisme dengan asasnya yang sekuler telah mengikis naluri beragama pada diri manusia. Hingga akhirnya naluri sebagai manusianya pun seakan lenyap. Orang tak lagi takut dosa, yang dikedepankan adalah nafsu belaka.

Maka wajar, kasus KDRT meningkat tajam. Sesama anggota keluarga mulai menyimpan dendam. Jika ada masalah bukannya diselesaikan dengan pikiran tenang, malah dengan emosi dan kekerasan. Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan.

Faktor pemicu KDRT dalam sistem kapitalisme sangat banyak. Sudahlah masalah ekonomi yang membuat beban hidup masyarakat menjadi berat. Sistem sosial liberal (bebas) yang membuat pergaulan menjadi kebablasan, perselingkuhan dan perceraian. Ditambah lagi pendidikan yang gagal membentuk insan yang bertakwa. Akhirnya ketika dirundung masalah, orang jadi mudah stres, depresi, emosi, bahkan tega berbuat aniaya dan kezaliman.

Selain itu kondisi lingkungan masyarakat pun individualis (masing-masing), cuek, kurang peduli dan empati. Dan parahnya lagi, negara yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat, abai terhadap penjagaan keluarga. Inilah buah busuk sistem kapitalisme yang membuat kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat.

Islam memandang keluarga adalah institusi terkecil yang strategis dalam memberikan benteng perlindungan. Sesama anggota keluarga mestinya harus saling menyayangi, saling peduli dan tentunya saling melindungi.

Islam mengharuskan negara menjamin terwujudnya fungsi keluarga melalui berbagai sistem kehidupan, seperti sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem sosial yang berasaskan akidah Islam. Sehingga terwujud keluarga sakinah mawaddah warahmah, juga sejahtera, bertakwa dan kuat ketahanan keluarganya.

Di sinilah pentingnya peran negara untuk kembali menerapkan sistem Islam. Sistem yang sudah terbukti selama belasan abad mampu membawa manusia hidup sesuai fitrahnya. Maka sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalisme, dan kembali kepada sistem Islam. Insya Allah akan membawa kebahagiaan dan keberkahan. Wallahu a'lam.[]


Share this article via

105 Shares

0 Comment