| 388 Views

Mampukah Green Islam Atasi Krisis Pangan Global?

Oleh : Umma Hadid

Pangan adalah kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup. Tubuh manusia membutuhkan nutrisi dari makanan untuk menjalankan fungsi-fungsi vital seperti bernapas, berpikir, dan bergerak. Kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dunia dan perubahan gaya hidup, berbenturan dengan berbagai tantangan yang dapat memicu krisis pangan.

Didit Fajar Putradi selaku Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Garut menyampaikan, hasil Analisis Food Security and Vulnerability Atlas menunjukkan bahwa 5 desa di 4 kecamatan di Kabupaten Garut masuk dalam kategori rawan pangan. Penilaian ini didasarkan pada enam indikator utama, yakni ketersediaan lahan pertanian, fasilitas pendukung produksi pangan, jumlah penduduk miskin, aksesibilitas, akses air bersih, dan ketersediaan tenaga kesehatan ( pic.garutkab.go.id 22/7/24 )

Nissa Wargadipura, seorang aktivis lingkungan dan pendiri Pesantren Ekologi Ath-Thaariq, telah menciptakan inovasi pertanian yang unik bernama Green Islam. Program ini menggabungkan berbagai jenis tanaman dalam satu lahan, sehingga panen bisa dilakukan secara bersamaan. Dengan cara ini, pesantren dapat menghasilkan berbagai macam makanan, mulai dari buah-buahan, ikan, sayuran, hingga tanaman herbal. Inovasi Nissa ini telah diakui dunia internasional dengan diraihnya penghargaan Pahlawan Pangan FAO tahun 2024. (Tempo.com 28/10/24) 

Program yang dirintis Nissa Wargadipura patut diapresiasi. Namun, krisis pangan adalah permasalahan kompleks yang membutuhkan solusi sistemik. Pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengatasi persoalan ini. Kewajiban moral dan legal untuk menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk akses terhadap pangan yang cukup, seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah.

Namun faktanya, proyek pemerintah berupa Proyek food estate di Kalimantan Tengah yang dicanangkan pada tahun 2020 hingga 2023 mengalami kegagalan besar. Ribuan hektare lahan yang telah dibuka kini terbengkalai, ditumbuhi semak belukar, atau bahkan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit oleh pihak swasta. Gagal panen berulang kali membuat petani menyerah dan meninggalkan lahan mereka. (bbc.com 18/10/24)

Islam memiliki pandangan yang unik tentang pangan. Islam tidak hanya mengatur konsumsi makanan, tetapi juga produksi dan distribusi pangan. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan setiap individu mendapatkan akses yang adil terhadap makanan bergizi, menjaga stabilitas harga pangan, dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Dengan demikian, Islam menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Tanggung jawab pengaturan pemenuhan kebutuhan, termasuk pangan, wajib berada sepenuhnya di pundak negara, yakni Khilafah. Rasulullah Saw. telah menegaskan dalam sabdanya, “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Dalam hadis lainnya, Rasulullah saw. menegaskan, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. ….” (HR Muslim).

Dengan demikian, pemerintah tidak boleh sekadar menjadi regulator lalu menyerahkan pengelolaannya kepada korporasi.
Untuk menjamin ketersediaan pangan yang berkelanjutan, Khilafah akan mengoptimalkan produksi pertanian melalui dua pendekatan utama. Pertama, intensifikasi pertanian akan dilakukan dengan memberikan akses mudah bagi petani terhadap modal dan sarana produksi pertanian. Kedua, ekstensifikasi pertanian akan dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan lahan pertanian yang ada melalui kebijakan pertanahan yang jelas dan adil.

Khilafah berperan aktif dalam mengawasi seluruh aspek perdagangan, memastikan bahwa semua pihak, baik penjual maupun pembeli, bertindak jujur dan adil. Dengan pengawasan yang ketat, praktik-praktik curang seperti penimbunan, riba, dan kartel dapat dicegah, sehingga harga barang dapat terjaga kestabilannya. Untuk mewujudkan pasar yang bersih dan transparan, khilafah menunjuk petugas khusus yang disebut kadi hisbah.

Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh, diharapkan dapat tercipta distribusi kekayaan yang lebih adil. Melalui mekanisme kepemilikan harta yang sesuai syariat, sistem keuangan berbasis emas dan perak, serta pemberdayaan sektor riil, akumulasi kekayaan pada segelintir orang dapat dihindari. Akibatnya, ekonomi akan tumbuh secara berkelanjutan, daya beli masyarakat meningkat, dan pada akhirnya, setiap individu dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Dan islam menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Wallahua'lam bi ash shawwab.


Share this article via

134 Shares

0 Comment