| 224 Views
Makin Dilema Gelombang PHK Massal Menjelang Lebaran Karyawan Tak Dapat THR

Oleh : Susi Ummu Musa
Sedih dan kecewa kira kira itulah gambaran perasaan para karyawan yang sudah bertahun tahun bekerja di perusahaan tertentu namun harus terpaksa diPHK alias pemutusan hubungan kerja, yang lebih sakit lagi diPHK saat momen menjelang lebaran idul fitri.
Bukan hal baru penantian THR saat momen lebaran sangat dinantikan para pekerja setiap tahun, disitulah ada bonus lebih diluar gaji pokok yang nantinya bisa digunakan untuk segala keperluan di hari raya.
Tapi tidak untuk lebaran tahun ini, para karyawan yang diPHK harus gigit jari karna tidak menerima THR.
Dilansir dari CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dilaporkan masih terus terjadi. Dan, dikabarkan terus meningkat jelang momen pembayaran tunjangan hari raya (THR) keagamaan Lebaran 2024.
PHK tersebut kemudian ditengarai sebagai modus perusahaan untuk menghindari pembayaran THR. Hal itu juga diungkapkan oleh serikat pekerja. Hanya saja, untuk tahun ini, tren PHK modus tak bayar THR tak sebesar tahun-tahun sebelumnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, tren PHK jelang Lebaran banyak terjadi pada kisaran tahun 2018-2019. PHK tersebut dikemas sedemikian rupa karena manajemen memang mengatur agar masa kontrak pekerja habis mendekat masa bayar THR atau seminggu sebelum Lebaran.
"Tapi kemudian, setelah kami lakukan negosiasi dan ngobrol dengan perusahaan, mereka mengaku kesulitan cashflow. Sehingga, tidak ada cara lain, pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan. Cost disiasati seperti itu," katanya dalam Profit CNBC Indonesia, Rabu (27/3/2024).
Meski para pengusaha berdalih mengatakan bahwa perusahaan mengalami kesulitan atau cashflow namun mengapa perusahaan melakukan PHK pada momen menjelang lebaran? Ini juga tidak terlepas dari pengusaha nakal yang ingin memanfaatkan para pekerja
Hal lain juga tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi geopolitik dunia memengaruhi arus ekspor sehingga berbagai kebijakan berdampak buruk bagi pekerja.
Adanya sistem perdagangan bebas dan lemahnya produk dalam negri ditambah lagi kurangnya perlindungan terhadap industri menjadi berpengaruh terhadap kestabilan usaha.
Ini bisa saja terjadi dan merupakan suatu keniscayaan dalam sistem kapitalisme,
Mengingat negara hanya sebagai regulator yang berpihak pada oligarki dan abai terhadap kepentingan rakyat terutama para pekerja.
Hal demikian tentu tidak diharapkan bagi rakyat yang secara naluriahnya mereka hanya ingin bekerja dengan nyaman dan digaji dengan gaji yang cukup untuk segala kebutuhan keluarganya dirumah.
Kalau sudah begini kepada siapa lagi rakyat akan berharap untuk bisa bekerja dengan tenang.
Karna sebagian besar masyarakat menggantungkan penghasilan dari bekerja di perusahaan.
Apalagi banyak perusahaan yang tutup dan tidak beroperasi lagi.
Jika demikian kondisi rakyat maka sudah selayaknya sistem kapitalisme ini diganti dengan sistem islam yang sahih, dalam sistem islam maka negara yang menjadi pengemban aturan agar diterapkan.
Maka dari islam itulah negara menjadi pelindung dan pengurus rakyat.
Kebijakan negara akan senantiasa berpihak pada kepentingan rakyat termasuk dalam melindungi para pelaku usaha baik melalui jaminan keamanan maupun kemudahan modal dan regulasi lainnya.
Tidak hanya itu negara islam juga akan menjamin kesejahteraan melalui berbagai mekanisme sehingga rakyat terjamin hidupnya baik dari segi kesehatan, pendidikan, pelayanan umum dll yang semuanya ditujukan untuk rakyat.
Maka didalam islam rakyat yang bekerja akan merasa aman dan tenang dengan gaji yang sesuai bukan seperti sekarang ini.
Wallahu a lam bissawab