| 394 Views
Mahasiswa Depresi Hingga Bunuh Diri, Potret Buram Sistem Pendidikan Kapitalis

Oleh : Yuli Ummu Raihan
Aktivis Muslimah Tangerang
Setelah Kemenkes mengeluarkan data hasil skrining kesehatan jiwa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) bahwa ada 2.716 calon dokter spesialis mengalami depresi, kini publik kembali dikejutkan dengan berita bunuh dirinya seorang mahasiswa PPDS Anestesi Undip. Almarhumah diduga bunuh diri karena tidak kuat atas perilaku bullying yang ia alami.
Kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa telah terjadi berulang kali. Pada 15 Agustus 2023 mahasiswa berinisial MFSP juga meninggal dunia dengan cara gantung diri di pojok Lapangan Tembak Kodam IV Diponegoro, Semarang. Ada juga mahasiswi Universitas Semarang yang bunuh diri dengan melompat dari lantai enam gedung parkir kampus.
Data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri, menyebutkan terdapat 971 insiden bunuh diri di Indonesia sepanjang Januari - 18 Oktober 2023. Kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa ini seperti fenomena gunung es, ada juga kasus yang tidak terlaporkan karna tidak diautopsi atas permintaan keluarga. Sementara pihak kampus juga terkesan menutupi kasus bunuh diri pada mahasiswanya karena alasan hal ini aib dan ingin menjaga perasaan keluarga.
Fakta banyaknya kasus depresi dan bunuh diri di kalangan mahasiswa tentu sangat miris mengingat mereka adalah orang-orang terpelajar. Namun pakar Psikologi Unair, Dr. Nur Ainy Fardana menyebut ada lima faktor penyebab seseorang bunuh diri yaitu, masalah kesehatan mental, tekanan tuntutan tinggi dalam lingkup akademik dan keluarga, kesepian karena tidak ada dukungan sosial, masalah ekonomi, traumatis atau mengalami pelecehan. (Kompas.com, 21/11/2023).
Pengamat Kebijakan publik Dr.Rini Syafri kepada Mnews, 26/4/2024 mengatakan bahwa ini adalah masalah sistemis. Sekularisme menjadi stressor fundamental. Naluri beragama tercabut dari fitrah manusia sehingga manusia beraktivitas hanya berdasarkan nilai materi. Ditambah lagi kapitalisme
yang menjadi sumber stressor yang mengakibatkan manusia berada dalam tekanan hebat.
Saat ini hajat kehidupan manusia mulai dari pangan hingga kesehatan dikomersilkan. Termasuk sektor pendidikan khususnya PPDS. Sistem pendidikan hari ini khususnya kedokteran diselimuti nilai materi dan jauh dari nilai kemanusiaan, moral apalagi spiritual.
Biaya pendidikan sangat mahal, adanya bullying yang seperti dipelihara dengan berbagai bentuknya, adanya senioritas, jam kerja yang tidak manusiawi, beban mental dan fisik yang berat, ditambah industrialisasi dunia kesehatan.
Berbeda dengan sistem pendidikan kedokteran dalam Islam yang mampu menghadirkan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh manusia seperti nilai materi, kemanusiaan, spritual dan moral.
Dalam Islam tujuan pendidikan adalah melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang berguna untuk kehidupan. Tidak hanya mencerdaskan akal pikiran, akan tetap juga mampu menjaga kesehatan mental generasi.
Sementara tujuan khusus pendidikan tinggi seperti kedokteran adalah untuk melahirkan tenaga medis/ dokter yang ahli di bidangnya, bermental baik, dan siap melakukan pelayanan pada masyarakat.
Tokoh Muslim M.Ismail Yusanto menulis dalam bukunya yang berjudul "Menggagas Sistem Pendidikan Islam" bahwa pendidikan Islam terlahir dari sebuah paradigma Islam berupa pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan dan kaitan ketiganya dengan kehidupan sebelum dan sesudah dunia.
Kurikulum pendidikan dalam Islam disusun berasaskan akidah Islam. Dari asas ini disusun sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan, interaksi semua komponen penyelenggara pendidikan dan lainnya.
Negara berperan besar dalam mewujudkan sistem pendidikan ini. Pertama dengan menerapkan politik ekonomi Islam. Tidak dapat dipungkiri anggaran adalah hal penting dalam mewujudkan sebuah sistem pendidikan. Anggaran dibutuhkan untuk membangun fasilitas dan sarana pendidikan yang merata dan berkualitas, untuk menggaji guru dengan layak, dan lainnya. Islam memiliki pos-pos pemasukan tetap seperti fai, kharaj, ganimah, zakat dan pos penerimaan lain seperti pengelolaan sumber daya alam.
Masyarakat juga diberikan kesempatan berkontribusi dalam pendidikan seperti mewakafkan hartanya untuk membangun lembaga pendidikan.
Kedua, pendidikan dalam Islam adalah hak semua rakyat dan kewajiban bagi negara untuk menyediakannya. Semua diberikan gratis sehingga biaya tidak lagi menjadi masalah dan tidak akan ada lagi kasus bunuh diri mahasiswa dan pelajar karena masalah ekonomi. Mereka akan bisa fokus belajar sungguh-sungguh dan menggapai cita-cita setinggi mungkin.
Ketiga, negara akan senantiasa menjaga suasana keimanan rakyatnya. Semua ini akan terwujud karena Islam memiliki sistem pergaulan yang akan menutup cela terjadinya kemaksiatan. Jika terjadi kejahatan Islam telah memiliki sistem sanksi yang mampu memberikan efek jera bagi pelakunya.
Demikianlah pengaturan Islam telah sangat sempurna mengatur kehidupan manusia. Masihkah kita ragu untuk memperjuangkannya? Atau kita masih mau bertahan dengan sistem yang jelas-jelas rusak dan merusak ini?
Hanya penerapan Islam secara sempurna yang mampu menyelamatkan generasi dan mencetak generasi gemilang.
Wallahua'lam bishawab.