| 293 Views

Legalisasi Aborsi Mengakibatkan Beban Ganda Korban Perkosaan

Oleh : Nurma 

Mahasiswa UM Buton

Pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. (tirto, 30/07/2024)

Kebolehan aborsi untuk korban pemerkosaan yang hamil dalam PP 28/2024 pasal 116 "Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana," hal ini dianggap sebagai salah satu solusi untuk korban pemerkosaan. Padahal dalam hal ini tindakan aborsi akan menambah beban korban karena tindakan aborsi meski legal namun tetap beresiko. Dan yang paling utama adalah wajib memperhatikan hukum islam atas aborsi yang haram dilakukan, kecuali ada kondisi-kondisi khusus yang masuk dalam kategori hukum syara'.

Namun, jika dipahami lebih mendalam, legalisasi aborsi bagi korban pemerkosaan justru akan menambah beban korban. Diantaranya, korban hamil dengan menanggung malu dan trauma, kemudian mengaborsi janinnya. Maraknya kasus pemerkosaan di negeri ini menegaskan bahwa adanya krisis keamanan bagi perempuan. Selain itu, kegiatan pengajian yang mengantarkan pada ketakwaan malah sering dibubarkan, pengisi kajian dikriminalisasi, dan pesertanya dimoderasi di berbagai lini demi tampilnya narasi liberal dan sekuler. Fakta mencengangkan lainnya, keluarga tidak lagi memiliki profil sahih untuk menyelenggarakan pendidikan dengan bedasarkan akidah Islam.

Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait aborsi?

Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., dia berkata, “Rasulullah saw. telah menetapkan bagi janin seorang perempuan Bani Lihyan yang digugurkan dan kemudian meninggal dengan diat ghurrah, baik budak lelaki ataupun budak perempuan.”

Bentuk minimal janin yang gugur dan mewajibkan diat ghurrah adalah sudah tampak jelas bentuknya sebagaimana wujud manusia, seperti telah memiliki jari, tangan, kaki, kepala, mata, atau kuku. Adapun pengguguran janin sebelum peniupan ruh pada janin itu, jika dilakukan setelah berlalu 40 hari sejak awal kehamilan yaitu ketika dimulai proses penciptaan, hal itu juga haram.

Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika nutfah (zigot) telah berlalu 42 malam, Allah akan mengutus padanya seorang malaikat. Maka malaikat itu akan membentuknya, mencipta pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya. Kemudian dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, apakah (dia Engkau tetapkan menjadi) laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah memberi keputusan.’” Dalam riwayat yang lain disebutkan empat puluh malam (arba’ina lailatan).

Pengguguran janin pada saat permulaan proses penciptaan janin, hukumnya sama dengan pengguguran janin yang telah ditiupkan ruh padanya, yaitu haram. Ada kewajiban membayar diat pada kasus itu berupa ghurrah, yaitu budak laki-laki atau perempuan.

Ketika proses pembentukan janin dimulai dan sudah tampak sebagian anggota tubuhnya, maka perlu dipastikan bahwa janin itu adalah janin yang hidup dan dalam fase berproses untuk menjadi seorang manusia sempurna. Karenanya, aborsi atau pengguguran terhadap janin sama saja dengan penganiayaan terhadap jiwa seorang manusia yang terpelihara darahnya.

Ini menunjukkan bahwa aborsi jelas bukan solusi bagi korban pemerkosaan. Penyelesaian masalah ini juga harus sistemis, mulai dari akar hingga ke daunnya. Oleh karena itu, negara seharusnya menerapkan hukum Islam yang didalamnya menciptakan terbentuknya kepribadian islam yang menjaga individu berperilaku sesuai tuntunan Islam sehingga dapat mencegah terjadinya pemerkosaan dan pergaulan bebas. Islam juga mewajibkan negara hanya menerapkan sistem islam termasuk dalam sistem sanksi dan sistem sosial. Sistem sanksi dan hukum Islam itu hanya akan tegak jika sistem pemerintahannya juga menerapkan syariat Islam kafah, yaitu Khilafah Islamiah atas dasar minhaj kenabian. Bukan atas dasar sekularisme yang memisahkan aturan Allah Swt. dari kehidupan.

Wallahualam bissawab.


Share this article via

78 Shares

0 Comment