| 74 Views

Laut Menjadi Hak Milik

Oleh : Welly Okta Milpia

Kisruh Pagar Laut : Bukti Hukum yang Lemah

Persoalan pagar laut di berbagai wilayah menunjukkan bahwa hukum buatan manusia sering kali tidak adil, tidak memiliki kepastian yang jelas, dan mudah dimanipulasi oleh kepentingan tertentu. Terlepas dari siapa yang membangun pagar tersebut, banyak nelayan merasa dirugikan karena harus menempuh perjalanan lebih jauh dibanding sebelumnya.

Menanggapi isu ini, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pung Nugroho Saksono (Ipunk), menyatakan bahwa pihaknya telah memeriksa sejumlah nelayan yang mengaku memasang pagar laut di Tangerang, Banten. “Kami sudah memanggil beberapa pihak yang sebelumnya sempat mengklaim sebagai pemilik pagar laut di media sosial. Kami melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap mereka,” ujar Ipunk dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI pada Kamis, 23 Januari 2025.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, Ipunk mengungkapkan bahwa para nelayan yang diperiksa hanya berperan sebagai juru bicara, bukan pemilik atau penanggung jawab utama. “Saat diklarifikasi, mereka menyatakan bahwa mereka hanya juru bicara nelayan, bukan pihak yang bertanggung jawab,” jelasnya.

Ternyata, pernyataan yang mereka sampaikan di media sosial berbeda dengan yang mereka utarakan dalam pertemuan dengan pihak KKP.

Dampak Pagar Laut bagi Masyarakat

Keberadaan pagar laut menimbulkan keresahan di kalangan penduduk setempat. Mereka merasa dirugikan karena tidak dapat mengakses wilayah yang telah dipagari, sementara pengelolaannya diserahkan kepada pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM).

Kasus ini menjadi bukti bahwa hukum dalam sistem kapitalisme sering kali berpihak pada pemodal besar. Peraturan dapat berubah-ubah sesuai kepentingan mereka, sementara masyarakat kecil menjadi korban.

Kapitalisme telah membuat negara kehilangan aturan yang sejalan dengan prinsip keadilan Islam. Prinsip kebebasan kepemilikan yang diterapkan saat ini memungkinkan individu dan korporasi menguasai aset yang seharusnya menjadi milik umum. Kenyataannya, pemerintah lebih cenderung berpihak kepada pemilik modal, mencerminkan karakter asli kapitalisme yang tidak melayani rakyat, tetapi justru menindas mereka.

Peran Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Kasus pagar laut di Tangerang menunjukkan betapa lemahnya peran pemerintah dalam melindungi hak rakyat. Dalam Islam, laut, sungai, hutan, tambang, dan sumber daya alam lainnya adalah milik umum yang harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Rasulullah bersabda: "Bahwa kekayaan alam harus dikelola untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk perorangan atau perkelompok."

Hadis ini menegaskan bahwa sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang. Negara wajib menjalankan kekuasaannya dengan amanah demi kesejahteraan seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Solusi dalam Islam

Paradigma Islam menegaskan bahwa kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Oleh karena itu, satu-satunya solusi untuk permasalahan ini adalah kembali berpegang teguh kepada syariat Islam secara kaffah.

Dengan penerapan syariat Islam, sumber daya alam akan dikelola secara adil dan dimanfaatkan untuk kepentingan seluruh masyarakat, bukan hanya untuk segelintir orang yang memiliki kekuatan ekonomi. Hanya dengan cara inilah kesejahteraan dan keadilan sosial dapat benar-benar terwujud.

Wallahu'alam bisawab


Share this article via

40 Shares

0 Comment