| 262 Views

Lagi, WNI Menjadi Korban Jaringan TPPO di Kamboja

Oleh : Ros Rodiyah
Aktivis Dakwah

Bekasi IDN Times, Feby Febriadi (27), seorang warga Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mengaku sempat bekerja di Kamboja sebagai marketing di sebuah perusahaan judi online.

Awalnya, Feby dijanjikan oleh temannya akan bekerja sebagai editor video untuk mempromosikan sebuah hotel dengan gaji yang besar. Feby pun tergiur dengan tawaran itu dan berangkat ke Kamboja pada April 2024. Bahkan seluruh biaya kebutuhannya ketika ingin berangkat ke Kamboja di biayai oleh temannya tersebut.

Sesampainya di Kamboja, Feby terkejut saat menandatangani kontrak kerja. Ternyata Feby malah dijadikan sebagai marketing yang menawarkan masyarakat Indonesia untuk bermain di situs judi online (judol), dengan target minimal 100 transaksi tiap deposit dalam sehari dari pemain judol yang ditawarkannya.

Feby dikontrak selama 1 tahun. Dan jika ingin memutus kontrak di tengah jalan, maka harus membayar denda sesuai kesepakatan awal yakni Rp23 juta.

Selain Feby, korban lainnya yang sama bekerja di Kamboja adalah Ihwan Sabab (28), warga Kabelan, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang meregang nyawa di Kamboja pada Senin pagi 14 April 2025.

Ihwan bekerja di sebuah perusahaan asal Indonesia di Kamboja dalam praktik penipuan (siber) scamming. Ihwan diduga telah meninggal dunia setelah disiksa secara brutal oleh 15 rekan kerjanya disebabkan gagal dalam memenuhi target perusahaan.

Ihwan sempat dirawat di rumah sakit dan menceritakan penyiksaan yang di alaminya kepada adiknya lewat video call, bahwasanya ia telah mengalami penyiksaan selama 2 hari berturut-turut di ruangan tertutup oleh 15 orang dari gabungan pekerja Indonesia dan Cina. Tubuhnya disetrum, sehingga terdapat luka bakar kehitaman di bagian badan, tangan, kaki dan bokong. Kelopak mata juga lebam, begitu pula kepalanya dihantam benda tumpul sehingga mengalami pendarahan otak.

Setelah mengalami kekerasan itu, Ihwan pingsan dan dibuang ke jalan dalam keadaan tanpa busana. Polisi Kamboja yang menemukan Ihwan dalam kondisi kritis dan langsung dibawa ke rumah sakit.

Ihwan berangkat ke Kamboja bersama rekan kerjanya pada Februari 2024. Karena tergiur dengan tawaran pekerjaan sebagai admin situs judi online yang gajinya Rp30 juta hingga Rp 40 juta per bulan. Kepada kedua orang tuanya, Ihwan berdalih dimutasi oleh perusahaan lamanya.

Setelah beberapa lama, Ihwan dipindahkan ke perusahaan lain yang bergerak di penipuan daring. Sejak itu, mulai jarang video call, hanya menelepon.

Ihwan dimakamkan di Kamboja karena kendala biaya yang besar sekitar Rp200 juta. Keluarga meminta pihak KBRI memastikan untuk pemakaman dilakukan sesuai syariat Islam, serta mendokumentasikan prosesnya.

Dua kasus di atas hanyalah segelintir dari banyaknya kasus TPPO. Kasus ini muncul setelah maraknya situs judi online yang tersebar di seluruh Indonesia. Kamboja merupakan negara yang terkenal dengan perdagangan manusia dalam masalah judi online.

Lalu kenapa masih banyak WNI yang tertarik untuk bekerja di Kamboja?

Melihat semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan di negeri ini, dan di lain sisi ada yang memberikan iming-iming pekerjaan gaji besar dengan proses rekruitment yang sangat mudah dan cepat. Inilah yang menjadi alasan para korban nekad walaupun dihadapkan dengan risiko besar, bahkan nyawa taruhannya. Dengan tekad ingin menaikkan perekonomian keluarga, akhirnya banyak yang tertarik oleh rayuan para agen.

Faktanya, oknum judi online semakin menjamur di Indonesia sehingga semakin sulit untuk ditindak dan diberantas. Di samping itu, sistem kapitalisme yang di anut oleh negeri ini meyakini bahwa selagi menghasilkan keuntungan atau memberikan manfaat ekonomi, usaha apa pun itu tidak peduli apakah halal atau haram, akan mendapat perlindungan oleh penegak hukum. Bahkan walaupun usaha tersebut sudah banyak  menelan korban dan berdampak buruk bagi masyarakat, pemerintah cenderung membela pengusaha dibanding rakyatnya.

Sedangkan para korban judi online, mereka seperti punya mimpi besar dan menggantungkan keuntungan yang besar dari berjudi. Ibarat, sedang memakan makanan yang lezat, bagaikan candu, tetapi tak terasa sudah banyak yang dikorbankan, yaitu harta dan keluarga. Karena berjudi hakikatnya tak akan mendapatkan kemenangan yang fantastis, yang ada kerugian dan kehancuran diri dan keluarga.

Maka dari itu, pentingnya menanamkan aqidah untuk menjadi individu yang kuat, bertaqwa, dan pantang menyerah dalam mencari rezeki yang halal. Individu yang ketika mendapatkan permasalahan, ia merujuk kepada syari'at Islam sebagai solusinya.

Tak hanya itu, karena individu yang taat tanpa dukungan dari masyarakat yang taat pula, maka suatu saat akan kembali melakukan kemaksiatan. Maka perlu adanya amal ma'ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat sebagai kontrol agar tidak timbul kejahatan atau kemaksiatan yang sama di kemudian hari.

Setelah adanya kontrol dari masyarakat, selanjutnya ada peran negara sebagai pemberantas tindak kriminal. Negara lah yang bisa menghapus jaringan judi sampai ke akar-akarnya. Dan untuk tersangka yang mempunyai situs judi online, mulai dari admin, agen, hingga bandar besar, maka negara juga yang bisa memberi sanksi tegas kepada mereka.

Adapun dalam negara yang menerapkan sistem Islam, ada pos-pos ribath atau perbatasan untuk mendata dan memastikan setiap warganya ketika keluar wilayah Daulah Islam (Negara Islam). Sehingga rakyat yang keluar wilayah Daulah Islam tetap terurus dan terjaga kehormatan, harta, dan darahnya. Kemudian untuk Diplomat, harus bergerak dengan cepat ketika ada warganya yang terdzalimi, apalagi sampai meninggal.

Dalam Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 219 Allah SWT berfirman,
"Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepadamu agar kamu berpikir."

Wallahu a'lam bish shawab


Share this article via

5 Shares

0 Comment