| 95 Views
Kriminalisasi Guru Bentuk Pola Sistem Rusak

Oleh : Susi Ummu Musa
Miris! Bentuk kriminalisasi kini bukan hanya kepada ulama namun menyasar kepada guru yang sejatinya mereka sama sama penting dalam membimbing generasi, bayangkan saja jika keberadaan mereka saat ini menjadi terbatas seperti apa nantinya nasib umat terutama anak anak didik.
Jika bentuk perhatian dan teguran yang diberikan guru kepada murid telah disalahkaprahi sebagai bentuk kriminal.
Ternyata seberpengaruh itu zaman merubah mindset orang tua dalam menyikapinya.
Sebagai sumber rujukan dari Jakarta, VIVA – Di tengah ketidakpastian mengenai kesejahteraan guru dan pengajar, mereka kini harus menghadapi masalah kriminalisasi.
Guru yang menerapkan disiplin dalam batas yang bisa dikatakan wajar sesuai norma dan aturan yang berlaku bagi muridnya, malah sering dituduh melakukan tindakan kriminal.
Guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, Sambudi diperkarakan oleh orangtua murid pada 2016. Sambudi kala itu mencubit murid berinisial SS karena tak melaksanakan kegiatan salat berjamaah di sekolah.
Seperti pak Samsudi yang memberikan sedikit hukuman dengan mencubit, Karena dicubit SS disebut-sebut mengalami luka memar bekas cubitan. Melihat itu, orangtua SS yang merupakan anggota TNI tidak terima, dan melaporkan Sambudi ke Polsek Balongbendo, Sidoarjo.
Adapula seorang guru di SMAN 2 Sinjai Selatan, yaitu guru honorer bernama Mubazir yang dipenjara akibat laporan dari orangtua wali.
Guru Mubazir memotong paksa rambut seorang muridnya yang gondrong mengingat telah diberi peringatan sebelumnya selama satu minggu, tapi siswa tersebut tidak mengindahkanya.
Guru Darmawati di SMAN 3 Parepare juga harus mendekam di penjara dan menghadapi panjangnya proses persidangan karena tuduhan melakukan pemukulan terhadap siswa yang membolos shalat jamaah Dzuhur.
Padahal Darmawati hanya menepuk pundak siswa tersebut dengan mukena. Hasil visum juga menunjukan tidak ada luka sedikitpun di pundak siswa tersebut.
Terakhir yang sedang menjadi perhatian banyak pihak di negeri ini, yaitu seorang guru honorer Supriyani di kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Ia kini menjadi terdakwa atas tuduhan melakukan pemukulan terhadap siswanya. Kasus tersebut dinilai janggal.
Selain itu, adapula kasus guru Zaharman yang mengalami kebutaan permanen pada mata kanannya akibat diketapel oleh orangtua siswa. Zaharman sebelumnya menegur siswa yang merokok di lingkungan sekolah saat jam pelajaran.
Miris, mengingat kasus-kasus tersebut hanya segelintir dibandingkan jumlah kenyataanya di lapangan.
Dari kasus pengkriminalisasian guru ini sangat jelas bahwa pola sistem sekulerisme dengan berbagai aturan dan undang undangnya telah mencederai peran guru. Dimana guru kini tidak bisa lagi memberikan cara maupun ide dalam mendidik anak dengan nasihat nasihatnya.
Padahal dalam rangka membentuk anak menjadi mandiri, disiplin, dan patuh terhadap arahan guru.
Alhasil saat ini gurupun ragu dan enggan menasihati anak didik karena tidak ingin terlibat dengan orangtua.
Bahkan sebuah vidio yang beredar dimedia sosial menggambarkan bahwa guru kini tidak lagi peduli dengan muridnya tatkala murid tersebut melakukan hal hal yang tidak pantas misalnya merokok disekolah guru tidak peduli, berpacaran disekolah guru tidak lagi menegur, pembullyan, saling berkelahi, mencontek, tidak sholat, melawan guru, datang terlambat, rambut gondrong dan berperilaku buruk lainnya tidak lagi ditegur oleh guru.
Sontak vidio yang dibuat oleh para guru itupun langsung menuai komentar yang cukup mengharukan.
Banyak yang menyayangkan atas bentuk kriminalisasi guru ini sebab jika semua guru bersikap acuh terhadap murid disekolah akan jadi apa murid murid nanti?
Dizaman yang serba digital ini murid atau anak anak dirusak pola pikirannya dengan tayangan tayangan yang tidak pantas ditambah orangtua yang bisa saja lepas kontrol.
Akan menambah beban mental anak anak yang tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya karena tidak punya aturan.
Maka disini penting untuk dipahami agar antara guru orangtua dan murid bisa sama sama bersinergi dalam pola pendidikan anak anak dirumah maupun disekolah.
Semua saling membutuhkan, murid juga butuh guru disekolah, guru juga butuh murid untuk dididik, orangtua juga berada dalam pengawasan karena pendidikan bukan hanya disekolah tapi dirumah.
Sebagai orangtua yang telah mempercayakan anaknya untuk dididik disekolah juga harus benar benar paham, bahwa segala nasihat dan teguran semata mata bentuk tanggung jawab guru dalam mendidik tidak perlu marah atau merasa tidak terima karena yang diperintahkan juga kebaikan.
Sebagaimana disebutkan bahwa adab seorang murid kepada gurunya seperti Imam Asy Syafi’i Rahimahullah berkata :
“Dahulu aku membuka lembaran kitab di hadapan Imam Malik dengan sangat pelan, karena menghormati Imam Malik, agar jangan sampai beliau mendengar suara kertas.”
Imam Ar Rabi’ Rahimahullah berkata :
“Demi Allah, aku tidak berani minum, sedangkan Imam Syafi’i melihat ke arahku, karena menghormati beliau.”
Ataupun ketika guru tidak ada, kita menyebut namanya dengan ungkapan yang menunjukkan kemuliaan, seperti “Syaikh atau Ustadz berkata demikian” atau yang semisalnya.
Penuntut ilmu hendaknya mematuhi gurunya di semua urusan-urusannya, berusaha mencari keridhaan gurunya dan bersungguh sungguh dalam menghormati gurunya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan mematuhi gurunya. Dan hendaknya menyadari bahwa kerendahan dirinya di hadapan gurunya adalah sebuah kemuliaan, ketundukan dirinya terhadap gurunya adalah kebanggaan dan ketawadhuannya terhadap gurunya adalah ketinggian derajat.
Sampai-sampai Imam Syafi’i Rahimahullah pernah dicela karena kerendahan hatinya pada gurunya. Lalu beliau berkata pada sebuah bait syair :
“Aku merendahkan jiwaku kepada Ulama, sedangkan mereka memuliakannya. Dan jiwa yang tidak engkau rendahkan tidak akan dimuliakan.”
Waallahualam bisawwab