| 16 Views
Kisruh Haji, Bukti Abainya Negara dalam Pengurusan Ibadah Rakyat

Oleh: Endang Seruni
Muslimah Peduli Generasi
Untuk bisa berkunjung ke Baitullah adalah sebuah kebahagiaan bagi setiap muslim. Apalagi dalam menunaikan undangan Allah SWT yaitu untuk beribadah haji. Bisa dilakukan bersama keluarga. Hal ini juga dirasakan jamaah haji reguler asal Bandung, Heri Risdyanto bin Warimin. Ia bisa berangkat haji bersama kedua orang tua dan istrinya. Namun kegembiraan itu berubah menjadi duka dan kesedihan, tatkala sampai di bandara Jeddah, Heri dinyatakan tidak lolos pemeriksaan.
Padahal seluruh dokumen lengkap, bahkan Heri beserta keluarga tercatat sebagai jamaah yang menerima fasilitas hotel di Mekkah. Petugas imigrasi menyatakan jika Heri statusnya “no visa” dan tercatat ada pihak yang mengajukan pembatalan pada 22 Mei 2025. Padahal e-visa telah aktif sejak 6 Mei 2025. Heri mengaku tidak pernah melakukan pembatalan atau penundaan apapun. Setelah mengecek sistem Haji Pintar milik Kemenag, mereka menemukan perubahan data pada akun Heri. Beberapa isian yang semula lengkap hilang tanpa jejak. Kemudian Heri dinyatakan dilarang melaksanakan Haji dan harus kembali ke Indonesia (Republika,2/6/2025).
Kementerian dalam negeri Arab Saudi mengeluarkan keputusan administrasi bagi pelaku transportasi ilegal serta jamaah haji tanpa izin. Sanksi yang diberlakukan meliputi hukuman penjara, denda hingga 100.000 real Saudi (Rp425 juta), mengumumkan identitas pelanggar di depan publik, dideportasi bagi penduduk asing hingga larangan masuk kembali ke Arab Saudi selama 10 tahun. Ini bertujuan untuk menjamin keamanan, keselamatan dan kelancaran pelaksanaan Haji (BeritaSatu.com,7/6/2025).
Menilik kisah Heri,satu dari sekian banyak jemaah Haji yang mendapatkan kendala, Anggota Tim pengawas Haji DPR Andis Kadir berpendapat, kementerian agama kurang melakukan antisipasi dan evaluasi dalam pelaksanaan ibadah haji 2025. Ada sejumlah persoalan dari pelaksanaan Haji seperti jemaah haji yang diusir dari tempat istirahat pada malam hari. Jamaah yang tertinggal dari rombongan hingga keterlambatan distribusi konsumsi. Ia juga mengkritik kesiapan dan distribusi petugas haji yang tidak merata. Para petugas ini tidak ditemukan di beberapa titik padat dan jamaah dibiarkan begitu saja. Persoalan lain seperti keterlambatan transportasi jamaah menuju Arafah.
Banyak jemaah yang sudah mengenakan kain ihram pada Rabu pagi 4 Juni 2025 dan sampai pada Kamis siang baru semua bisa tiba di Arafah. Ini disebabkan Armada transportasi syirkah atau perusahaan layanan Haji Arab Saudi yang tidak memadai (Tempo.co,8/6/2025)
Tampak bahwa penyelenggaraan haji tahun ini kisruh dan terjadi banyak masalah di sana-sini. Berdampak pada kenyamanan jamaah tetapi juga pada keselamatan serta kekhusu’an ibadah. Persoalan ini terkait erat dengan pengurusan Haji di Indonesia. Pemerintah tidak menyingkronkan kloter ketika berangkat dari Indonesia dengan pembagian di Arab. Seperti di saat keberangkatan ke Arafah yang terjadi keterlambatan pengangkutan pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan layanan Haji Arab Saudi. Sehingga pihak perusahaan berjalan sendiri-sendiri dan saling lempar tanggung jawab dalam pengangkutan jemaah.
Kesemrawutan dan kekisruhan ini tidak sekedar buruknya layanan tetapi juga banyaknya korupsi terhadap dana haji yang menyeret sejumlah menteri agama dari beberapa periode. Persoalan ini bukan hanya sekedar persoalan teknis tetapi struktural. Dalam hal ini negara tidak boleh berlepas tangan untuk mengurus ibadah rakyatnya. Negara harus bertanggung jawab dengan membuat rakyat nyaman dalam ibadah dan dalam menjalani kehidupan.
Inilah akibat penerapan sistem kapitalisme yang memisahkan urusan agama dari kehidupan. Kapitalisme tidaklah memandang Haji sebagai ibadah yang wajib yang harus diurusi sebaik-baiknya, tetapi kepengurusannya diangkat sebagai komoditas ekonomi yang mendatangkan keuntungan. Sehingga Haji akhirnya di bisniskan demi keuntungan segelintir oknum. Persoalan ini adalah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme.
Berbeda dengan pandangan Islam, Haji merupakan rukun Islam. Dalam pelaksanaannya berlandaskan keimanan dan ketakwaan. Untuk itu setiap muslim pasti merindukan untuk bisa berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji. Pemerintahan dalam sistem Islam menyiapkan mekanisme terbaik demi kenyamanan para jemaah. Negara akan menyediakan fasilitas Haji demi untuk kemaslahatan umat bukan untuk mendapatkan keuntungan finansial. Sehingga dalam Islam tidak ada kapitalisasi kepengurusan layanan ibadah haji.
Agar ibadah para jamaah lancar negara akan menempatkan petugas dalam jumlah yang cukup sehingga tidak ada jamaah yang terlantar. Petugas yang ditempatkan secara profesional melayani jemaah sebab telah mendapatkan pelatihan yang cukup. Negara juga memastikan semua kebutuhan mereka dalam ibadah terusi dengan baik.Untuk memudahkan pelaksanaan Haji negara membangun infrastruktur yang dibutuhkan.
Layanan yang sempurna hanya mungkin terjadi jika sistem keuangan negara kuat sebab dalam sistem Islam menerapkan sistem ekonomi Islam. Baitul mal yang selalu surplus. Sebab sumber pendapatan yang sangat besar dan beragam. Yaitu harta fai, kharaj, jizyah,usyur dan harta milik umum seperti hasil tambang, hutan, laut dan lain-lain. Kesemuanya digunakan untuk kepentingan rakyat termasuk penyelenggaraan haji.
Begitu indah jika Islam diterapkan. Untuk itu sudah saatnya kembali kepada sistem Islam yang terbukti mampu memberikan kemaslahatan bagi seluruh rakyat.
Waallahu'alam bishawab.